Yatim Piatu: Menanti Janji Wali Kota Malang Dua Warsa Pagebluk (Bagian-4)

Pemakaman jenazah COVID-19 dimakamkan sesuai protokol kesehatan di TPU Samaan Kota Malang. (Terakota/ Zainul Arifin).
Iklan terakota

Terakota.idNur Anisaturokhmah, 21 tahun, anak pertama pasangan Arif Moejiono dan Evi Marita bermimpi bisa mengenyam pendidikan tinggi. Setelah lulus SMA 2009, ia tak langsung melanjutkan kuliah. Namun, memilih beristirahat selama setahun sembari mengumpulkan biaya untuk pendidikan tinggi. Cita-cita mengenyam pendidikan tinggi nyaris pupus, setelah ayahnya meninggal 10 September 2020.

Arif dirawat di Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang setelah dinyatakan positif Covid-19 pada 1 September 2020. Arif merupakan relawan Satgas Covid-19 di Kelurahan Lowokwaru, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang. Arif menjadi tulang punggung keluarga, bekerja serabutan dan dikenal warga memiliki jiwa sosial tinggi.

“Saya ingin kuliah sampai S-2,” kata Nur Anisaturokhmah. Namun, ibunya Evi Marita mendorong Nur untuk tetap melanjutkan kuliah. Kini, ia terdaftar sebagai mahasiswa jurusan Sastra Inggris di Universitas Terbuka. Sedangkan anak kedua mendiang Arif, Nisrina Nur Tsabita, 13 tahun,  juga melanjutkan jenjang SMP. Nisrina diterima di SMP Negeri 18 Kota Malang.

“Harus membeli kain untuk tiga stel seragam di sekolah, sebesar Rp 400 ribu. Sementara belum ada biaya lainnya,” kata Evi. Ditinggal suami, Evi harus membanting tulang untuk membesarkan dua buah hatinya dan pendidikannya. Demi masa depan keduanya. Sejak dua pekan lalu Evi mencoba berwirausaha berjualan gorengan.

“Jual gorengan dititipkan di toko sekitar rumah. Hasilnya tidak tentu,” katanya. Selama ini, Evi juga mengajar mengaji di masjid setempat. Setiap bulan mendapat insentif guru ngaji dari Pemerintah Kota Malang Rp 275 ribu per bulan. Insentif sebagai guru ngaji, tak mencukupi untuk kebutuhan hidup setiap hari.

 

“Selama ini dapat bantuan pribadi dari teman, tetangga dan saudara,” katanya. Sedangkan, sampai saat ini belum ada bantuan yang diterimanya dari Pemerintah. Termasuk bantuan pendidikan bagi kedua anaknya. Evi tak patah arang, ia terus berusaha agar kedua anaknya bisa mengenyam pendidikan untuk masa depannya.

“Sama sekali belum ada bantuan dari pemerintah,” ujarnya.

Masa Depan Anak Yatim Piatu Penyintas Covid-19

Sementara Wali Kota Malang Sutiaji berjanji akan memperhatikan masa depan anak-anak yang ditinggalkan orangtuanya. Namun, Sutiaji menegaskan menunggu penilaian dini yang dilakukan Dinas Sosial dan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Malang.

“Insyaallah nanti akan ada bantuan ya. Banyak hal, tentu akan kita ditindaklanjuti. Banyak item yang akan dilakukan,” katanya.

Sementara itu, Dinas Sosial dan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Malang Penny Indriani menjelaskan selama pandemi sebanyak 101 anak yang menjadi yatim piatu atau yatim/piatu. Anak-anak berusia satu tahun sampai 18 tahun. Mereka ada yang kehilangan ayah, kehilangan ibu, atau kehilangan kedua orangtuanya.

Anak-anak yatim piatu ini tersebar di Kecamatan Kedung Kandang 18 anak, Kecamatan Blimbing 48 anak, Kecamatan Sukun 11 anak, Kecamatan Klojen enam anak dan Kecamatan Lowokwaru 18 anak. Data ini, kata Penny, diperoleh dari kelurahan dan Dinas Kesehatan. “Mereka mendapat pendampingan konseling. Ada dua psikolog yang mendampingi,” kata Penny.

 

Mereka didampingi, katanya, tergantung kondisi psikologi anak-anak yang ditinggal orang tuanya. Ada anak yang didampingi selama sepekan namun ada yang lebih. “Rata-rata mereka menerima kehilangan orang tua,” ujarnya.

Penny menyampaikan Pemerintah Kota Malang akan memberi bantuan terutama demi masa depan bagi anak-anak yang ditinggal orang tuanya. Melalui Dinas Pendidikan, anak-anak diharapkan bisa menempuh pendidikan dasar. “Mereka harus sekolah untuk masa depannya,” kata Penny.

Wali Kota Malang Sutiaji, Kapolresta Malang Kota, AKBP Bhudi Hermanto dan Komandan Kodim 0833, Letkol Ferdian Primadhona mengunjungi anak-anak yang ditinggal ibunya meninggal karena Covid-19. (Foto: Humas Pemkot Malang).

Sedangkan jika anak tak memiliki keluarga lain, akan dicarikan orang tua asuh atau ditempatkan di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA). Sebanyak 62 LKSA yang siap menampung anak terlantar ditinggal orang tuanya.

“Sementara, Dinas Sosial ada sembako. Mudah-mudahan bisa di-cover jaring pengaman sosial Pemerintah Provinsi Jawa Timur Rp 200 ribu per bulan dan Pemerintah Kota Malang Rp 100 ribu per bulan,” katanya. Anak-anak yang ditinggal orang tuanya, kata Penny, diharapkan tetap tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.