Iklan terakota

Oleh : Ahmad Musawir*

/I/

Perlahan jemari angin

Mengusap rambut putihmu

Yang lembab oleh tetesan duka

Jasadmu diam abadi

Ruhmu melambai pergi

Menaiki tangga sunyi

 

Sayap-sayap doa

Melayang satu-satu

Mengekalkan kepergianmu

 

Langit siang merentangkan

Kedua belah tangannya yang biru

Menyambutmu,

Menyambutmu.

 

 

/II/

Kulafalkan istirja’

Dalam kubah hati yang basah

Dalam debar jantung yang berkabung

Ashabul mushibah

Mengulurkan benang fatihah

Mengikat kalimah thayyibah:

La ilaha illallah, Muhammadun rasulullah

 

Di hadapan maqbarahmu aku merunduk, kuucapkan:

Assalamualaikum ya ahladdiyar

Antum salafuna wa nahnu bil waritsin

 

Ketiadaanmu di alam fana ini

Mengingatkanku pada

Dua warisan berharga:

Sehelai kafan, sebongkah nisan

/III/

 

Di beranda rumahmu

Telah kusaksikan tanda setia

Tua-muda berjejer merangkai bunga

Mengenangmu,

Mengenangmu.

 

Maka kukenang juga jasa-jasamu

Wahai engkau yang pandai merajut

Benang akar rumput

 

/IV/

Berkali-kali kuputar sauramu

Dalam rekam jejak sebuah audio:

Sungguh tegas, lugas dan lantang

Seperti bandul jam berdentang

Memompa jantung tunas-tunas juang

 

Berkali-kali jua kutatap fotomu

Dan di wajahmu selalu terlintas:

Ghandi,

Ghandi.

 

/IV/

Kubayangkan:

Arwahmu tersenyum teduh

Seperti rindang hutan tropis

Tubuhmu segar suci

Seperti merah bayi

Kafanmu berlapis cahaya

Kepadamu, Sang Pemilik Nyawa berbisik:

“Udkhuli fi ‘ibadi wadkhuli jannati”

 

Malang, 2021

 

*Penulis tinggal di Karangbesuki, Sukun, Malang. Pernah belajar di Malang Corruption Watch (MCW) dan di Komunitas Sastra Lembah Ibarat Malang (sekarang Komunitas Kalimetro).

**Artikel ini menjadi tanggungjawab penulis. Pembaca Terakota.id bisa mengirim tulisan reportase, artikel, foto atau video tentang seni, budaya, sejarah dan perjalanan melalui surel : redaksi@terakota.id. Subjek : Terasiana_Nama_Judul. Tulisan yang menarik akan diterbitkan di kanal terasiana.