The Prakarsa: Pajak Dampak Lingkungan untuk Industri Tembakau

Ilustrasi: University of Bath
Iklan terakota

Terakota.ID–Lembaga riset dan analisa kebijakan The Prakarsa menilai tembakau tak hanya merugikan kesehatan namun juga menimbulkan dampak lingkungan. Setiap tahun kerugian akibat produksi rokok meliputi hilangnya 600 juta pohon, alih fungsi lahan seluas 200 ribu hektar,  menghabiskan 22 miliar ton air dan melepaskan 84 juta ton emisi karbon CO2 ke atmosfer.

“Emisi CO2 yang dihasilkan dalam produksi rokok setara dengan seperlima dari yang dihasilkan oleh industri penerbangan,” kata Program Manager The Prakarsa, Herni Ramdlaningrum dalam webinar “Alokasi Pajak Rokok bagi Perbaikan Lingkungan” pada Kamis 30 Juni 2022. Selain itu, membuang lebih dari 7.000 bahan kimia beracun ke lingkungan.

“Implikasikasinya nyata dan masif,” ujarnya.  Puntung rokok, katanya, merupakan sumber polusi plastik terbesar kedua di dunia, yang mengandung mikroplastik.  Sampah yang dihasilkan sekitar 6,3 triliun batang rokok secara global setiap tahun. Sekitar 75 persen puntung rokok atau 4,5 triliun  berserakan. Triliunan puntung rokok berserakan di jalan raya, trotoar, taman dan ruang hijau.

Sedangkan 300 miliar bungkus rokok yang menghasilkan sekitar 1,8 juta ton kertas bekas, plastik, kertas timah, dan lem . Survei terhadap perokok di Amerika Serikat (AS) 2012 menunjukkan 74,1 persen membuang puntung rokok ke selokan atau saluran pembuangan. “Produk hasil tembakau membahayakan dan merugikan dampaknya sehingga harus diatur ketat,” ujarnya.

Biaya untuk membersihkan limbah rokok sangat mahal. Pemerintah Jerman total setiap tahun mengalokasikan biaya sebesar € 180 juta. Sedangkan di Amerika Serikat total US$ 264,4 juta per tahun untuk 30 kota. Sementara India € 714 juta, dan Cina € 2,4 miliar.

“Prancis dan Spanyol menerapkan Prinsip pencemar industri tembakau  membayar dan menutupi biaya polusi yang diciptakannya,” katanya. Tujuannya, untuk mengurangi penggunaan tembakau dan meminta pertanggungjawaban industri sebagai jalan tengah untuk kesehatan dan kelestarian bumi. Pajak tembakau yang kuat, katanya, dapat mencakup pajak lingkungan.

Untuk menangani limbah industri tembakau, perlu penegakan hukum sampah dan pajak tambahan atas hasil tembakau yang digunakan untuk pembersihan lingkungan dari limbah produksi dan konsumsi. Selain itu, menyediakan fasilitas pembuangan di luar tempat kerja dan bangunan umum. The Prakarsa merekomendasikan earmarking dari pajak dan cukai  rokok untuk pembiayaan pemulihan kehancuran lingkungan.

Sementara selama ini, industri tembakau menyumbang cukai hasil tembakau sampai Mei 2022 sebesar Rp 193,5 trilirun. Naik Rp 19,7 triliun dibanding periode yang sama tahun lalu. Cukai hasil tembakau terus meningkat pada 2016 sebesar Rp 137,9 triliun, 2017 naik menjadi Rp 147,7 trilun, 2018 naik menjadi Rp 152,9 triiun, 2019 bertambah menjadi Rp 164,8 triliun, 2020 melonjak Rp 170,2 triliun dan 2021 naik signifikan menjadi 188,8 triliun.

Putu Eko  dari Subdirektorat Tarif Cukai dan Harga Dasar (TCHD) Kementerian Keuangan menjelaskan pemerintah menetapkan cukai terhadap barang yang dibatasi, yang dinillai merugikan masyarakat. “Cukai untuk mengendalikan konsumsi,” ujarnya.

Cukai, katanya, juga menjadi bagian dari  instrumen fiskal yang berfungsi mengendalikan konsumsi dan sekaligus pemasukan negara.  Objek cukai antara lain alkohol, minuman yang mengandung alkohol dan hasil tembakau. Terbaru kemasan plastik dan minuman gula dalam kemasan.

Pemerintah, katanya, mepertimbangkan besaran aspek kebijakan hasil tembakau. Aspek kesehatan dengan mengendalikan konsumsi mengacu Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 untuk menekan prevalensi merokok kurang dari usia 18 tahun 9,1 persen ditekan menjadi 8,7 persen. Sedangkan aspek optimalisasi penerimaan negara dengan menekan peredaran rokok ilegal.

“Jika nanti dipandang ada dampak signifikan dari industri hasil tembakau terhadap lingkungan hidup bukan tidak mungkin ada anggaran. Ada pajak,” ujarnya. Sehingga perlu kajian untuk mempertimbangkan dampak negatif terhadap linngkungan hidup tersebut.