Telah Berpulang “Sandek” Dengkek Darmanto: Peteater Malang yang Gigih, Alumni Bersama Teater Melarat Obituari: Dengkek Darmanto

"Sandek" Dengkek Darmanto. (Foto: Yono Ndoyit)
Iklan terakota

Terakota.IDPada pertengahan hingga jelang akhir 1980-an, Teater Melarat di Malang persiapkan dan merangkai pementasan tater dengan me- ngangkat naskah teater karya Arifin C. Noer, berjudul “Dalam Bayangan Tuhan (disingkat “DBT”)”. Persiapan dengan latihan rutin dilaksanan pada rumah artistik kediaman DR. Hazim Amir (almarhum) di dalam areal dalam kampus IKIP Malang.

Acapkali pula berlatih di Cafetaria IKIP Malang (bangunan itu kini telah riab), dan tempat-tempat lainnya di luar areal kampus IKIP Malang. Pentas perdana dilakukan di Gedung Sasanakrida (bangunan lama, kini telah di renovasi total). Serangkaian pentas, semacam road show pun dilakukan, tidak saja di kampus-kampus di kawasan Malang Raya, namun hingga ke luar daerah (Surabaya, Kediri, Trenggalek, dsb ).

Puncaknya, berpentas di Taman Ismail Mazuki Jakarta, kalau tak salah pada 1988. Dengan perjalan PP melaui jalur darat pakai dua buah mini bus butut milik IKIP Malang.

Kendati Teater Melarat dibina oleh DR. Hazim Amir, yakni dosen Bahasa Inggris FPBS IKIP Malang dan tempat latihan acap di lingkungan dalam kamus IKIP Malang, namun bukan berarti yang terlibat hanya para mahasiswa IKIP Malang. Mahasiswa lintas perguruan tinggi di Malang, seperti Universitas Brawijaya, Universitas Merdeka, Universiras Muhammadiah.

Tak sedikit yang aktif dalam rangkaian kegiatan Teater Melarat, yang kala itu dalam blantika ke-teateran di Malang (bahkan Jawa Timur) terbilang diperhitungkan keberadaannya. Lebih dari  se-dasawarsa Teater Melarat mengisi jagad teater di Malang Raya dan Timur Jawa.

Diantara banyak naskah teater yang dipentaskan itu adalah “Dalam Bayangan Tuhan” karya almarhum Arifin C. Noer. Teater Melarat mementaskan lakon ini sebagai karya yang penuh eksperimental, baik dalam hal tata musik, tata panggung, properti tradisional, maupun sajian ceritanya.

Banyak pihak turut terlibat. Para dosen (pak Kacik, Pak Oka, Pak Yon Wahyono, pak Syukur Gazali), guru (Pak Amri), seniman serta budayawan di daerah Malang dan Jateng (Mbah Prapto Lemah Putih, Mas Halim HD, Emha) ikut membidani karya eksperimental ini. Sehingga menjadi semacam “ajang perjumpaan” dalam proses berkesenian atau kebudayaan.

Suatu iklim bekesenian pada 1980-an yang “merindukan” untuk dihadirkan kembali. Dimana berteater bukan hanya belajar berkesenian. Belajar seni tidak sekadar bela jar kesenian, namun sekaligus berkebudayaan. Namun lebih luas lagi adalah belajar tentang kehidupan yang berperadaban.

Bukan hanya Bapak Hazim Amir yang kini telah tiada. Sejumlah pemain DBT juga telah pula tiada, seperi Sam Herman, Parto Alex, dan kali ini menyusul pergi Sam “Darmanto DENGKEK”. Begitu juga, ketua Teater Melarat kala itu, yakni Mas Satar (Dosen IKIP Surabaya), telah lebih awal meninggal.

Memang, tak terasa, serangkaian kegiatan DBT telah meniti waktu lebih dari tiga dasawarsa lalu, ketika kami semua masih muda usia. Salah seorang yang didapuk untuk memainkan tokoh utama, yaitu Sandek, dalam naskah DBT adalah pria “methekel” Dengkek.

Kami serta para apresiator luas berpendapat bahwa Dengkek “sangat kena” mengkarakteri Sandek. Sampai-sampai ada sebutan “Sandek Dengkek” acap menyeruak ketika itu. Ternyata, hingga beberapa tahun berikut, karakter tokoh peran Sandek masih melekat pada gaya akting Sam Dengkek. Barikut baris kalimat dalam naskah DBT yang pas banget diucapkan Dengkek:

“Manusia terlalu banyak bicara.

          Sekarang, diam !!!!!

          Biarkan Tuhan bicara,

          Biarkan Tuhan bicara,

          Biarkan Tuhan bicara …,…”.

 

Kini “Sang Sandek” Dengkek Darmanto pergi berpulang menghadap Sang Khalik. Selamat jalan Kawan, engkau turut memarakkan, turut mewarnai dan konsisten menjadi penjaga ga- wang keteateran Malang hingga di hari tuamu.

Lewat jalur akademis, Dengkek juga sempat mengabdikan diri dalam ilmu sastra di Universitas PGRI Kanjuruhan (dulu IKIP PGRI). Bahkan, setahun lalu spiritnya untuk terus hadirkan karya teater di Malang tak jua surut digelindingkan. Kendati pun tak sempat terpen- taskan lantaran keburu ajal datang menjelang. Inalillahi WIR, somoga khusnul qatimah, amin YRA.

 

Sangkaling, 25 Februari 2022

Griyajar CITRALEKHA

Artikel ini telah diunggah di Facebook M. Dwi Cahyono

Tinggalkan Komentar

Silakan tulis komentar anda
Silakan tulis nama anda di sini