
Oleh : Ali Imron Maulana*
Terakota.id–Revolusi industri 4.0 telah mendorong berbagai perubahan teknologi secara masif dan cepat. Juga berdampak pada perubahan gaya hidup masyarakat yang menjadi semakin dekat dengan teknologi, sistem otomasi dan internet of things (IoT). Disukai atau tidak, perubahan yang cepat dialami semua pihak. Sehingga, diperlukan respon yang tepat dan kemampuan beradaptasi.
Dalam era industrialisasi, teknologi baru telah mendisrupsi teknologi sebelumnya dengan cepat. Penerapan teknologi berbasis internet, bigdata dan artificial intelegence (AI) telah dimanfaatkan sebagai komponen pembentukan competitive advantages oleh berbagai sektor usaha.
Berbagai sektor usaha telah berbenah dan beradaptasi dengan menerapkan prinsip-prinsip revolusi industri 4.0. Mulai dari penerapan teknologi informasi, memperbaharui perangkat elektronik hingga menerapkan sistem online pada usahanya. Lalu bagaimana dengan bidang sumber daya manusia, bagaimana sebaiknya merespon perubahan tersebut?
Pandangan SDM
Melihat sejarah perkembangannya, Sumber Daya Manusia (SDM) dianggap hanya sebagai faktor produksi. Dengan berbagai cara dimanfaatkan sedemikian rupa untuk melakukan kegiatan produksi. Sehingga faktor fisik menjadi sangat penting. Jika SDM tersebut sudah tidak produktif, maka kehadirannya sudah tidak lagi relevan. Harus digantikan dengan sumber daya baru yang masih produktif.
Seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, SDM menjadi faktor utama dan semakin diperhitungkan. Tidak lagi sebagai faktor produksi, namun dianggap sebagai aset yang berharga. Aset dapat diartikan sebagai sesuatu yang mempunyai nilai tukar, suatu modal kerja yang diharapkan akan memberikan keuntungan di masa depan.
Sehingga, banyak yang mulai memandang SDM sebagai investasi yang potensial. Berarti SDM harus dimaksimalkan dengan berbagai pendekatan pelatihan dan pengembangan. Agar nilai aset tersebut akan semakin meningkat. Sehingga diharapkan dapat memberikan dampak positif dan demi keuntungan perusahaan.
Kini, SDM semakin dianggap penting. Bahkan banyak yang mengatakan bahwa aset yang berharga tersebut adalah pusat dari organisasi. Sehingga muncul paradigma baru, yaitu SDM sebagai strategic partner, yang menurut pakar Manajemen SDM, Jeffery A Mello, SDM harus mampu menjadi partner bagi seniornya. Mendemonstrasikan keahliannya dengan efektif, unggul dalam produktivitas dan kinerja dan menjadi influencer dalam perubahan organisasi.
Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah sebagai rekan strategis dalam perusahaan sudah mampu menjawab tantangan Revolusi Industri 4.0? Jack Ma, pendiri Alibaba dalam sebuah wawancara di World Economic Forum pernah mengatakan dalam era teknologi ini manusia harus diajarkan nilai-nilai dan ketrampilan yang mesin tidak mampu melakukannya. Seperti kemampuan berpikir secara independen, kolaborasi dan adanya kepedulian akan sesama. Dari pendapat itu dapat disimpulkan perlu ada hal lain untuk melengkapi berbagai keunggulan sebagai rekan strategis.
Langkah Strategis
Dari berbagai pandangan tersebut, tampak bahwa keuntungan kompetitif pada sektor SDM tidak selalu dikembangkan melalui peningkatan hard skill semata. Namun juga pengembangan soft skill. Spencer dalam teori Iceberg Competencies Model mengatakan bahwa aspek kompetensi manusia yang esensial lebih kepada perilaku, sikap, kebiasaan dan pola piker. Karena kesemuannya akan mendukung kemampuan yang terlihat seperti keterampilan dan pengetahuan.
Karena itu, perlu ada langkah strategis dan penentuan prioritas pengembangan kompetensi SDM. Tentu saja yang menjadi prioritas adalah generasi muda di Indonesia, para pelaku usaha dan pekerja usia produktif generasi milenial dan gen Z, generasi yang akan menjadi bonus demografi bagi Indonesia.
Pada sektor pendidikan, prioritas penanaman akan attitude, konsep kolaborasi, inovasi, sustainability hingga kepemimpinan harus dilakukan secara intensif dan berkelanjutan. Sehingga pendidikan formal dan keahlian teknis yang selama ini diajarkan dalam kurikulum pendidikan menjadi semakin lengkap.
Pemerintah juga diharapkan berperan membuka kesempatan kerja dan menyalurkan para lulusan terbaik ke industry potensial. Sehingga akan memacu lulusan terbaik untuk mau dan mampu berkompetisi di pasar tenaga kerja, yang semakin ketat dan beragam. Tidak hanya itu, program pelatihan dan sertifikasi dapat juga diberikan sebagai awal standarisasi profesi atau ketrampilan tertentu.
Selain itu, penerapan langkah-langkah strategis tersebut akan terasa dampaknya ketika infrastruktur dan teknologi juga berjalan beriringan. Dukungan akan pengembangan teknologi dan investasi pada infrastruktur yang merangsang pertumbuhan ekonomi, inovasi dan juga keberlanjutan usaha.
Walaupun tidak mudah, namun jika hal tersebut di atas dapat diimplementasikan dengan seksama. Bukan tidak mungkin ketika surplus demografi dialami Indonesia, maka SDM Indonesia telah siap menghadapi tantangan era revolusi industri 4.0.
*Mahasiswa Manajemen Universitas Islam Malang
**Pembaca Terakota.id bisa mengirim tulisan reportase, artikel, foto atau video tentang seni, budaya, sejarah dan perjalanan melalui surel : redaksi@terakota.id. Subjek : Terasiana_Nama_Judul. Tulisan yang menarik akan diterbitkan di kanal terasiana.

Merawat Tradisi Menebar Inspirasi