
Terakota.id—Puluhan sineas asal Surabaya mendeklarasikan Asosiasi Film Surabaya atau Surabaya Film Associate (SURFace), Rabu 14 Oktober 2020. Geliat Industri perfilman di Surabaya mulai dirasakan, secara kuantitas produksi film di Surabaya terus meningkat. Para sineas melahirkan karya, lahir komunitas film, diskusi dan pemutaran film.
“Secara kuantitatif perfilman di Surabaya semakin menggembirakan,” kata salah satu deklarator M. Ainun Ridho dalam siaran pers yang diterima Terakota.id. Ia menyebut sejumlah produksi film yang lahir di Surabaya selalu gagal merebut hati penonton. Film tersebut mengangkat cerita Surabaya, kru yang memproduksi dan lokasi produksi di Surabaya. Salah satu faktor kegagalan karena warga Surabaya kurang antusias menonton film lokal buatan Arek Suroboyo sendiri.
Selain itu, juga dipengaruhi kurang “pengenalan” mulai publikasi, promosi, distribusi dan pemasaran tak memadai. Sehingga film lokal gagal menjadi tuan di rumah sendiri. Padahal film produksi Surabaya memiliki potensi besar karena mengangkat isu lokal, kru dan lokasi memiliki kedekatan dengan warga Surabaya.
Permasalahan lain, katanya, lantaran filmmaker di Surabaya terbelah dalam kubu sineas komunitas. Sehingga dibutuhkan kesadaran kolektif insan perfilman Surabaya untuk bersatu menggerakkan ekosistem film di Surabaya. Semangat kolaborasi diharapkan karya sineas Surabaya lebih berwarna dan kualitas meningkat.
Pemerintah setempat juga dibutuhkan untuk memberi stimulus aktivitas perfilman Arek Suroboyo. Lantaran pengambilan gambar seringkali terkendala regulasi pemakaian lokasi, terutama di tempat yang menjadi tetenger atau landmark Surabaya. Sehingga sineas sering mengeluarkan bujet lebih besar.
“Film lokal, secara visual mutlak menggunakan salah satu landmark khas Surabaya,” ujarnya. Namun, sering kali hanya menjadi mimpi bagi produksi skala kecil. Selain itu, juga butuh kerjasama pemerintah mendata seniman film, dan memberikan pelatihan kreatif agar film lokal lebih berkembang secara kualitas, dan artistik.
“Sehingga lebih kompetitif dan bisa diperkenalkan sebagai karya yang membanggakan secara nasional,” ujarnya.

Untuk itu, aktivis filmmaker berinisiatif membangun gerakan bersama. Para inisiator terdiri atas pegiat film di bidang produksi, dan eksibisi di Surabaya. Mereka berkumpul sejak Januari 2020 dan menindaklanjuti dengan “Cangkruk Online” bareng para film expert Surabaya. Meliputi sutradara, penata artistik, music composer, dan produser. Sampai kini terlaksana sampai 35 episode cangkruk online di Instagram.
Dilangsungkan “Silaturahmi Sineas Surabaya” yang berlangsung di Kafe Republika pada 22 Agustus 2020. Hasilnya dirumuskan membentuk organisasi bernama “Asosiasi Film Surabaya” atau “Surabaya Film Associate” atau SURFace.
SURFace lahir dari gagasan bahwa ekosistem perfilman harus mampu memberikan sumbangan secara kuantitas, dan kualitas. SURFace menjadi wadah filmmakers bersama-sama membangun jaringan dan informasi dalam setiap produksi, event, dan komunitas film Surabaya. SURFAce diharapkan menjadi motor penggerak segala kegiatan perfilman di Surabaya yang dilakukan secara kolaborasi maupun kompetisi yang sehat dan terbuka.
Deklarator SURFAce:
- M. Ainun Ridho
- Wulansary
- Sol Amrida
- Hasmyral Ichsan
- Agung Sulistyanto
- Azhari
- Jessica Erviani
- Sito Fossy Biosa
- Rama Indera
- Fredrik Denli Petrusz
- Efatha Lumadyo
- Syska La Veggie
- Rhere Aslaka
- Syarif WB
- Sito Fossy Biossa
- Arik Rahman
- Hendry Wahana
- Ryo Maestro
- As’ad Aswin
- Agil M
- M. Rizal Hanun
- Farah Fauziah
- Haikal Damara
- Hamidan
- Fahrizal

Jalan, baca dan makan