Ecoton, KTP dan Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Muhammadiyah Surabaya meneliti kandungan mikroplatik di sungai Tambak Wedi. (Foto : Ecoton).
Iklan terakota

Terakota.id–Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) meneliti gelembung busa di perairan sungai Tambak Wedi Surabaya hingga Selat Madura. Gelembung busa yang menyerupai salju selain mengakibatkan kadar phospat yang tinggi dan Total Dissolved Solid (TDS) tinggi juga menimbulkan pencemaran partikel mikroplastik.

Penelitian Ecoton bersama Komunitas Tolak Plastik (KTP) Sekali Pakai dan Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Muhammadiyah Surabaya menemukan dalam 100 liter air ditemukan 20 partikel.

“Air sungai Tambak Wedi terkontaminasi mikroplastik jenis fiber. Dalam 100 liter air ditemukan 20 partikel,” kata peneliti KTP Sekali Pakai, Cici Eka Rahayu Jumat 19 Maret 2021 dalam siaran pers yang diterima Terakota.

Penelitian menggunakan mikroskop binokuler pembesaran 40-100 kali ditemukan partikel  jenis fiber sebesar 20 micrometer. Jenis mikroplastik fiber bersumber dari serpihan tekstil pakaian yang umumnya terbuat dari polyester atau plastik.

“Mikroplastik jenis fiber selalu mendominasi temuan partikel mikroplastik di perairan,” katanya. Lantaran bersumber dari limbah cairan rumah tangga atau limbah domestik dari pemukiman. Sementara dari rumah tangga tidak memiliki sistem pengolahan dan langsung dibuang ke sungai.

“Limbah sisa cucian atau laundry tanpa disaring langsung terbuang ke sungai,” kata peneliti Ecoton, Eka Chlara Budiarti. Alumni Jurusan Kimia Universitas Diponegoro Semarang mengkhawatirkan temuan mikroplastik di Sungai Tambak Wedi karena mikroplastik merupakan senyawa yang mengganggu hormon. Jika masuk kedalam tubuh manusia akan menimbulkan gangguan reproduksi dan gangguan sistem hormon.

Aktivis Mupalas, KTP dan Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) menguji kualitas air sungai Tambak Wedi Surabaya. (Foto : Ecoton).

“Mikroplastik terdapat senyawa  aditif seperti Phtalat, Bhispenil A, dan Alkylfenol yang bersifat pengganggu hormon,” katanya. Banyak temuan yang menunjukkan paparan mikroplastik dapat menyebabkan menurunnya kualitas sperma dan menyebabkan menopause dini.

Sumbernya, tidak terkendali sehingga pemerintah kota dan kabupaten harus mengeluarkan regulasi melarang dan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Meliputi sachet, tas kresek, sedotan, dan botol air minum sekali pakai. Sedangkan untuk masyarakat harus mulai menggurangi dan menolak pemakaian plastik sekali pakai.

WWF Internasional menemukan dalam sehari manusia mengonsumsi 0,7 gram mikroplastik. Jika diakumulasi 10 hari mencapai dua lembar plastik seukuran  kartu ATM seberat tujuh gram. Berasal dari air minum dalam kemasan, air minum, seafood dan makanan yang kita konsumsi setiap hari. Umumnya di bungkus plastik, styrofoam, dan melalui sedotan.

“Perlu segera mengurangi kandungan plastik dalam tubuh kita dengan cara mengurangi pemakaian plastik sekali pakai. Setop makan plastik,” kata Eka Chlara Budiarti.