
Terakota.ID—Sebuah studi Oxford University mengungkapkan transisi sistem energi dekarbonisasi 2050 diperkirakan menyelamatkan dana sampai US$ 12 triliun. Dibanding penggunaan bahan bakar fosil. Dalam penelitian menunjukkan skenario win-win-win yang mengonfirmasi transisi cepat ke energi terbarukan menghasilkan biaya sistem energi lebih rendah dibanding bahan bakar fosil.
Penelitian tersebut diterbitkan di jurnal Joule 13 September 2022. Transisi sistem energi, menyediakan lebih banyak energi untuk ekonomi global dan memperluas akses energi ke lebih banyak orang di seluruh dunia. Studi skenario “Fast Transition” menunjukkan, kemungkinan masa depan yang realistis untuk sistem energi bebas fosil 2050.
Dengan menyediakan layanan energi 55 persen lebih banyak secara global daripada sekarang. Yakni dengan penggunaan energi surya, angin, baterai, kendaraan listrik, dan bahan bakar ramah lingkungan seperti hidrogen hijau (terbuat dari listrik terbarukan).
Penulis utama Rupert Way, peneliti post-doktoral di Smith School of Enterprise and the Environment menyatakan studi masa lalu yang memprediksi biaya tinggi untuk transisi telah menghalangi perusahaan berinvestasi, dan membuat pemerintah gugup menetapkan kebijakan mempercepat transisi energi dan mengurangi ketergantungan pada fosil. Tetapi biaya energi bersih telah turun tajam selama dekade terakhir, jauh lebih cepat dari yang diperkirakan dalam pemodelan sebelumnya.
“Penelitian terbaru kami menunjukkan, peningkatan teknologi hijau akan terus menurunkan biaya, dan semakin cepat melakukannya, semakin hemat,” katanya. Mempercepat transisi ke energi terbarukan merupakan pilihan terbaik untuk planet, juga untuk biaya energi.
Para peneliti menganalisis ribuan skenario biaya transisi yang dihasilkan oleh model energi utama. Skenario menggunakan data 45 tahun biaya energi surya, 37 tahun biaya energi angin, dan 25 tahun untuk penyimpanan baterai. Temuannya, biaya riil energi surya turun dua kali lebih cepat dari proyeksi paling ambisius dalam model-model ini.
Studi juga mengungkapkan, selama 20 tahun terakhir model-model sebelumnya sangat melebih-lebihkan biaya teknologi energi bersih di masa depan. “Ada kesalahpahaman yang meluas bahwa beralih ke energi bersih dan hijau akan menyakitkan, mahal dan penuh pengorbanan bagi kita semua. Tapi itu salah,” kata Profesor Doyne Farmer, yang memimpin tim penelitian di Institute for New Economic Thinking di Oxford Martin School.
Biaya energi terbarukan turun selama beberapa decade, katanya, sudah lebih murah daripada bahan bakar fosil dalam banyak situasi. Dalam penelitian tersebut menunjukkan, energi baru terbarukan menjadi lebih murah dibanding bahan bakar fosil. Dalam hampir semua penerapannya pada tahun mendatang.
“Jika mempercepat transisi, energi baru terbarukan secara cepat akan menjadi lebih murah. Mengganti bahan bakar fosil sepenuhnya dengan energi bersih pada 2050 akan menghemat triliunan dollar Amerika,” katanya.
Sementara itu, biaya nuklir telah meningkat secara konsisten selama lima dekade terakhir. Sehingga sangat tidak mungkin untuk bersaing secara biaya dengan jatuhnya biaya energi baru terbarukan dan penyimpanan.
Profesor Farmer menambahkan jika dunia sedang menghadapi krisis inflasi simultan, krisis keamanan nasional, dan krisis iklim. Semua disebabkan ketergantungan terhadap bahan bakar berbiaya tinggi, tidak aman, menghasilkan polusi, dengan harga fluktuatif.
“Studi ini menunjukkan, kebijakan ambisius untuk secara dramatis bertransisi secepat mungkin. Bukan cuma sangat dibutuhkan demi alasan iklim, tetapi juga karena menghemat triliunan dolar secara global dalam biaya energy,” katanya. Sehingga memberi kita energi yang lebih bersih, murah, aman untuk masa depan.
Sejak invasi Rusia ke Ukraina, biaya energi fosil telah meroket. Sehingga, menyebabkan inflasi di seluruh dunia. Studi, yang dilakukan sebelum krisis saat ini, menghitung fluktuasi menggunakan data harga bahan bakar fosil selama lebih dari satu abad.
Krisis energi saat ini menggarisbawahi temuan penelitian dan menunjukkan risiko terus bergantung pada bahan bakar fosil yang mahal dan tidak aman. Penelitian menegaskan, respons terhadap krisis harus mencakup percepatan transisi ke energi bersih berbiaya rendah sesegera mungkin. Lantaran akan bermanfaat baik bagi ekonomi maupun planet ini.
Penelitian ini merupakan kolaborasi Institute for New Economic Thinking di Oxford Martin School, Oxford Martin Programme di the Post-Carbon Transition and Smith School of Enterprise & Environment di University of Oxford, dan SoDa Labs di Monash University.

Jalan, baca dan makan