Soundscape Kincia Aia Rani Jambak, Mengawinkan Masa Depan dan Masa Lalu pada Masa Kini

Musisi dan komposer Rani Jambak mengeksplorasi soundscape Kincia Aia kincir air teknologi tradisional masyarakat Minangkabau. (Foto: Rani Jambak).
Iklan terakota

Terakota.IDMusisi dan komposer Rani Jambak meluncurkan karya terbaru hasil eksplorasi musik soundscape kreatif.  Rani mengeksplorasi Kincia Aia (kincir air, bahasa Minangkabau) teknologi tradisional masyarakat Minangkabau. Karya ini persembahan dalam proyek Musicians in Residence 2021-2022 yang diselenggarakan British Council.

Rani terpilih sebagai satu-satunya seniman Indonesia di antara seniman dari berbagai negara. Ia mengangkat Kincia Aia untuk pemajuan kebudayaan. “Mengenali potensi, pelestarian, dan pengembangan potensi kebudayaan daerah,” kata Rani dalam pernyataan tertulis.

Dalam pertunjukan, Rani memberi judul karya Malenong (M)ASO yang bermakna memutar waktu dan asal. Ia ingin memutar atau menggulirkan teknologi masa lampau sehingga dapat difungsikan lagi pada masa depan. Selain itu, ASO atau asal dimaknai dengan asal muasal Kincia Aia yang digunakan sebagai pengkaryaan musik adalah produk kecerdasan masyarakat Minangkabau yang tercatat sejak 204 tahun lalu.

Dalam program ini, Rani membuat sebuah replika Kincia Aia lengkap dengan alu-alu penumbuk sejumlah 10 buah. Setiap alu-alu dipasang sensor untuk menangkap getaran. Melalui sistem pemrograman getaran diubah dengan piranti lunak MIDI pengolah suara untuk menghasilkan komposisi musik. Sumber bunyi musik diambil dari kumpulan suara soundscape.

Proses membuat perangkat Kincia Aia dan alu-alu dilakukannya akhir 2021 sampai bulan Maret 2022 melalui studi dan riset. Dilanjutkan secara fisik diproduksi Maret sampai Juni 2022.  Berlanjut proses pembuatan sensor serta coding pemrograman.

Musisi dan komposer Rani Jambak mengeksplorasi soundscape Kincia Aia kincir air teknologi tradisional masyarakat Minangkabau. (Foto: Rani Jambak).

Proses ini, katanya, menggunakan pendekatan multidisiplin ilmu. Rani dibantu suami, mertua, dan rekan seniman kriya M Fauzul Kiram untuk pengerjaaan alu-alu, Rama Anggara, mahasiswa pasca sarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang untuk pengerjaan coding.

Beberapa tahun terakhir, Rani menekuni pembuatan komposisi kreatif berbasis soundscape. Yakni mengambil rekaman audio dengan berburu suara di alam dan suara aktivitas kehidupan sosial masyarakat. Dengan teknologi digital ia merangkainya dalam karya komposisi musik.

Program Musicians in Residence merupakan aktivitas residensi komposer dan musisi, yang dipertemukan dengan mitra fasilitator hosting dari berbagai negara. Tahun ini, British Council bermitra dengan PRS Foundation, lembaga penyandang dana di Inggris untuk pengembangan musik, yang berdiri sejak 1953.

Dalam program Musicians in Residence 2021-2022 ini Rani Jambak mendapatkan mitra hosting Huddersfield Contemporary Music Festival (hcmf//) Inggris. hcmf// adalah festival musik baru dan eksperimental terbesar di Inggris. Berlangsung setiap November menghadirkan lebih dari 50 pertunjukan, instalasi, pameran, bincang-bincang, dan lokakarya.

hcmf// menyajikan karya artistik yang unik kepada khalayak luas, sambil memberikan peluang kreatif yang inovatif kepada komunitas lokal. hcmf// berdiri 1978, sejak 2006 memperluas ranah musik kontemporer ke berbagai genre (termasuk musik noise, sound art, musik elektronik). Kini hcmf// memiliki perwakilan di beberapa negara.

Teknologi Leluhur Minangkabau

Kincia Aia merupakan sebuah teknologi tradisional yang dimanfaatkan masyarakat Minangkabau Sumatera Barat sejak ratusan tahun.  Sampai sekarang, belum ditemukan catatan mengenai cerita asal-usul dan penciptaan Kincia Aia. Sebuah buku “Memoir of the Life and Public Services of Sir Thomas Stamford Raffles by his Widow” Vol. I,  karya John Murray 1830, pada halaman 356 mencatat Kincia Aia.

Ia mencatat perjalanan Sir Thomas Stamford Raffles saat berkunjung ke Minangkabau pada Kamis, 23 Juli 1818. Tertulis, “sanau Singkarak tampak tenang dan damai. Airnya dimanfaatkan untuk kepentingan penduduk.  Sekitar 50 yard (kurang lebih 45 meter) dari hulu sungai (Batang) Kuantan, kincir air yang kokoh digunakan untuk mengairi sawah di dekatnya.  Kincir-kincir air ini bahan utamanya dari bambu dan memang dibuat untuk mengairi sawah,”.

Kincir air ini, tulis  John Murray, umum digunakan di Minangkabu dan dianggap sebagai kemajuan dalam bercocok tanam, yang bahkan belum dicapai oleh Jawa, meskipun Jawa memiliki hubungan dengan Cina sejak lama.  “Mengingat bangsa Eropa maupun Cina belum pernah menginjakkan kaki di tanah Minangkabu, dan selama berabad-abad penduduk pribumi Minangkabau tidak pernah berintegrasi dengan orang-orang asing, kincir-kincir air ini dapat dianggap sebagai penemuan asli orang pribumi.  Seingat saya (Raffles), belum pernah melihat kincir air sejenis ini di Jawa,” tulis Jhon Murray.

Kincia Aia sebagai sistem irigasi di Minangkabau pernah diulas AL van Hasselt dalam buku Ethnographische Atlas van Midden Sumatra 1881. Kincia Aia banyak digunakan di Minangkabau bagian tengah dan timur, dari Luak Tanah Datar sampai Luak Limapuluh Kota.

Hasselt bercerita, Kincia Aia banyak ditemukan di wilayah tersebut karena karakteristik alamnya. Lahan persawahan di Minangkabau tengah dan timur berada di kawasan yang lebih tinggi dari aliran air. Karena itu, dibuatlah Kincia Aia untuk menaikkan air dari sungai dan anak sungai ke sawah.

Kincia Aia digunakan masyarakat untuk menaikkan air dari sungai ke surau dan mushola, untuk kebutuhan MCK, pengairan tabek (kolam ikan), dan memanfaatkan putaran Kincia Aia untuk pamangua karambia (pemarut kelapa) di usaha minyak goreng.

Masyarakat Minangkabau juga memanfaatkan putaran Kincia Aia untuk menggerakkan mekanisme alu-alu. Putaran poros diubah menjadi gerakan vertikal untuk menaikkan beberapa balok kayu berat secara bergantian. Gerakan ini dimanfaatkan untuk menumbuk padi dan beras, kopi, tepung, jengkol, dan lain-lain.

Kincia Aia Nyaris Punah

Kincia Aia nyaris tinggal cerita. Perangkat mekanis karya leluhur Minangkabau makin sulit dijumpai. Kini hanya tersisa beberapa buah saja di Koto Baru, di Padang Ambacang digunakan menumbuk beras jadi tepung, dan di Desa Silungkang Duo Kota Sawah Lunto untuk menumbuk kopi.

Kincia Aia ditinggalkan setelah hadir mesin modern. Seperti mesin penggiling padi, mesin pompa air, mesin penggiling kopi. Bentang alam berubah, debit sungai berkurang sehingga mengubah sistem irigasi pertanian,” tutur Rani Jambak.

Jika dibiarkan, katanya, maka pengetahuan, ilmu, dan keterampilan tentang Kincia Aia bakal punah. Tak lagi terwariskan ke generasi berikutnya. “Jika kita tidak melestarikannya, suatu saat kita akan benar-benar kehilangan jejak pengetahuan dan teknologi tradisional ini,” katanya.

Seniman asal Padang Panjang Sumatera Barat yang juga suami Rani Jambak, M. Hario Efenur menjelaskan ide mengangkat Kincia Aia dan karya komposisi Rani akan menjadi perangkai sejarah. “Kincia Aia adalah benda mati, tapi bisa ‘dihidupkan’ melalui empiris masyarakat. Ketika masyarakat melihat Kincia Aia, mereka melihat pertumbuhan dan perubahan yang terjadi dalam lingkungan alam dan sosial budayanya,” tuturnya.

Hario menjelaskan di daerah Lasi, Kabupaten Agam, di lereng gunung Merapi, tempat mereka berdua menetap, dulunya terdapat belasan Kincia Aia. Namun, saat ini telah punah tak tersisa. “Sekitar 20-30 tahun lalu, satu-persatu Kincia Aia ini tak lagi digunakan oleh masyarakat dan menghilang,” ucapnya.

Rani Jambak, katanya, menyampaikan pesan kepada dunia melalui eksplorasi komposisi musik menggunakan Kincia Aia ini. Melalui Kincia Aia untuk belajar sejarah dan menghargai leluhur masyarakat Minangkabau yang maju dan mengembangkan teknologi tradisional.

Mengawinkan Kincia Aia serta alu-alu dengan sensor getar, coding, dan teknologi musik digital MIDI ini, menjadi sebuah “olah objek pemajuan kebudayaan.” Mengawinkan masa depan (teknologi digital) dan masa lalu (teknologi tradisional) pada masa kini dalam sebuah komposisi soundscape kreatif. “Inilah benang merah tema besar yang selalu dibawa Rani,” katanya.

Rani menemukan perjalanan dan pengalaman spiritual. Keterkaitan leluhur, dan bagaimana ia berpikir masa depan. Kehidupan, katanya, adalah sebuah proses rotasi. Sehingga manusia berproses dan terkoneksi dengan leluhurnya. “Suatu saat mereka yang hidup pada saat ini juga akan jadi leluhur bagi masa depan. Inilah konsep future ancestor, sebuah tematik besar yang selalu Rani kampanyekan,” katanya.

Manjaga Kincia Aia

Melalui karya komposisi musiknya, Rani turut menyampaikan pesan atas perubahan lingkungan hidup. Debit air sungai di Sumatera Barat yang mengecil sehingga tak bisa menjalankan Kincia Aia, terjadi erosi sungai, dan sampah memenuhi sungai. Rani bekerjasama dengan Prigi Arisandi dan Amir Muttaqin, duo aktivis lingkungan dari Ecoton yang melakukan perjalanan Ekspedisi Sungai Nusantara.

Rani Jambak melakukan riset sungai bersama Prigi Arisandi dan Amir dari Ecoton di sungai Kabupaten Agam, Sumatera Barat. (Foto: Rani Jambak).

Keduanya, menjelajahi 65 sungai di Indonesia dengan bersepeda motor dari Surabaya. Tujuannya, meneliti kondisi dan kualitas sungai utama Indonesia. Selama menjelajahi sungai di Kabupaten Agam, Prigi Arisandi menemukan sungai tercemar sampah plastik dan mengandung mikroplastik.

Dalam peluncuran dan presentasi karya Rani Jambak dilangsungkan 22 Juli 2022 pukul 20.00  WIB. Bertempat di Rumah Gagas, Sawah Kudian, Ponggongan Ateh, Nagari Lasi, Kecamatan Canduang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Waktu penyelenggaraan kegiatan ini hampir bertepatan dengan 204 tahun tercatatnya teknologi tradisional ini dalam laporan Sir Thomas Stamford Raffles 23 Juli 1818.

Prigi juga terlibat sebagai narasumber untuk menampilkan video kampanye lingkungan kolaborasi seni dan aktivis lingkungan. Serta mempresentasikan temuannya tentang kondisi sungai di Kabupaten Agam. Selain itu, akan ditampilkan performance karya terbaru Rani Jambak lengkap dengan Kincia Aia dan alu-alu-nya. Serta diskusi yang menghadirkan narasumber dari Balai Pelestari Nilai Budaya, Sri Setiawati (antropolog), dan Hajizar (etnomusikolog).

Juga akan dirilis secara daring pada 25 Juli 2022  pukul 20.00 WIB melalui akun YouTube Rani Jambak.