Situs Sekaran, Mungkinkah Jejak Tersisa Kadatwan Nagari Kabalan?

Nagari Kabalan adalah kerajaan bawahan (vasal) Majapahit) di wilayah Malang sekarang -- selain nagari Tumapel.

Foto situs sekaran diambil dari udara. (Foto : dokumen pribadi).
Iklan terakota

Oleh : M. Dwi Cahyono*

“Sekaran” nama dusun dan sekaligus situs mu
“Kusumawardhani” nama ratu nagari Kabalan
“Sekar” dan “kusuma” sama arti, yakni : bunga.
Apakah Sekaran memori kolektif samar-samar
atas Kusumawardhani, sang “bhattara i Kabalan”?
Apakah situs Kabalan kadatwan nagari Kabalan?
Sabar menanti jawabnya, ekskavasi belum usai.

Lantai Bubuk Bata Petanda Status Sosial Pemiliknya

Terakota.id-Beragam bahan untuk membuat lantai. Ada lantai tanah lempung dicampur kotoran hewan. Ada lantai berlapis semen. Ada lantai marmer, keramik hingga batu granit. Ternyata, pada masa lalu bubuk bata yang diperkeras juga pernah digunakan untuk pelapis lantai. Temuan di Situs Sekaran menunjukkan bukti tentang itu. Salah satu struktur yang didapatkan berupa tatanan bata-bata merah yang sangat mungkin merupakan sisi depan dari suatu bangunan rumah tinggal — semacam teras rumah di masa sekarang.

Menggunakan bubuk bata tebal (sekitar 8-10 centimeter) yang diperkeras sebagai pelapis atas, yakni menjadi semacam “lantai” Sayang sekali tidak diperoleh gambaran seberapa luaskah lapisan yang demikian digunakan. Apakah hingga lantai bagian dalam rumah tinggal? Tidak diperoleh kepastian, karena struktur bata di belakangnya dalam kondisi tidak utuh.

Dengan adanya latntai bubuk bata pada temuan itu, cukuplah alasan untuk menafsirkan bahwa pemilik bangunan itu boleh jadi bukan warga kelas sosial rendah. Paling tidak dari kelas sosial menengah ke atas, yakni kaum bangsawan (ksatria). Hipotesis ini menjadi lebih kuat jika benar bahwa struktur gapura yang berada di depannya, yang bila utuh berbentuk padhuraksa yang telah runtuh. Dengan bahan pembanding arsitektur tradisional di Bali, rumah tinggal bergapura jenus padhuraksa adalah rumah tinggal jenis puri kepunyaan orang berkasta Ksatria atau jenis griya milik orang berkasta Brahmana.

Hipotesis bahwa hasil ekskavasi di Situs Sekaran merupakan complex building (bukan single building) dari warga kelas sosial mengengah ke atas terdukung oleh temuan penyerta yang berupa mata uang asing (koin Cina dari Dinasti Song Utara — bertuliskan “Huang Jong Tong Bao”, bahkan ada masing-masing sebuah yang bersal dari Dinasti Ming dan Han), keramik asing (asal Cina, kebanyakan dari Dinasti Song), aksesoris emas yang berupa anting-anting (kundala), gagang dan bingkai bulat cermin (darpana) berbahan perunggu, talam dan perangkat kinangan, gerabah berwarna keputihan dengan nenghias garis-garis tebal warna merah.

Indikator Permukiman Bangsawan pada Situs Sekaran

Terbayang bahwa permukiman di Situs Sekaran adalah rumah tinggal kelas menengah ke atas, yang merupakan bagian dari permukiman perkotaan kuno (ancient city). Hal ini secara toponimis terbayangkan pada adanya unsur toponimis “puro” dari nama Desa “Sekarpuro” padamana Dusun Sekaran, yakni tempat keberadaan Situs Sekaran berada di sisi barat rencana Jalan Tol Malang-Pandaan (Mapan).

Kata “puro” dalam bahasa Jawa Baru disebut “pura” dalam bahasa Jawa Tengahan dan Jawa Kuna, yakni kata serapan dari kata berbahasa Sanskreta, yang secara harafiah berarti: benteng, istana, kota, apartemen wanita, keraton, tempat tinggal raja, atau ibukota kerajaan (Zoetmulder, 1995:802). Sudah barang tentu penggunaan unsur toponimi “puro (arkhais “pura”) itu bukan tanpa pertimbangan, atau menyimpan informasi di balik sebutannya.

Yang patut dicermati adalah bahwa di sub-area timur Malang paling tidak terdapat empat tempat bertetangga yang berunsur toponimi “puro”, yaitu : +1) Desa Sekarpuro di sebelah utara, (2) Kelurahan Madyopuro di bagian tengah — dalam peta tahun 1930-an dinamai “Ngadipuro Tengah (kata “madyo” bersinonim arti dengan kata “tengah”), (3) Kelurahan Lesanpuro di sebelah selatan, dan (4) Dusun Ngadipuro di sebelah timur- utara, yang terdiri aras Ngadipuro Lor dan Ngadipuro Tengah.

Mestinya, dahulu terdapat satu tempat di sebelah barat yang memiliki nama “…… + puro”, yang bisa jadi berlokasi di areal Perumahan Sawojajar sekarang. Jika benar demikian, tergambar adanya formula “4 + 1”, yakni formula kosmik, yang terdiri atas empat penjuru mata angin ditambah titik sentrum.

Proses ekskavasi memasuki hari kedelapan ditemukan pondasi paduraksa dan altar. Sehingga diperkirakan situs Sekaran merupakan bangunan suci. (Terakota/Eko Widianto).

Kawasan dengan unsur toponimi “puro” itu konon adalah kawasan kota kuno, yang paling tidak embrionya telah ada semenjak paruh pertama abad X hingga paro kedua abad XV dalam masa Hindu-Buddha (era kerajaan Mataram hingga Majapahit), dan bahkan berlanjut hingga abad XVI dan XVII di era Gribik Senior dan Gribik Yunior pada Masa Pertumbuhan dan Perkembangan Islam.

Ada kemungkinan, konon Sekarpuro.dan Ngadipuro adalah sebuah desa saja, yang kemudian dimekarkan menjadi dua. Hal ini diindikatori oleh : (a) makam Madyopuro dan Sekarpuro adalah suatu bentang tanah yang dubagi menjadi dua, (b) terdapat dua Ngadipuro, yaitu Ngadipuro.Lor dalam wiilayah Desa Sekarpuro dan Ngadipuro Tengah yang kemudian berubah sebutan menjadi “Madyopuro”.

Ada kemungkinan nama kuno dari kedua desa tersebut adalah “Pamintihan”, yang namanya disebut dalam prasasti tembaga (tamraprasasti) bertarikh 1473 Masehi, yang memuat berita tentang penetapan thani (desa) Pamintihan sebagai desa berstatus perdikan (sima, swatantra), yang dianugerahkan kepada seorang pejabat daerah berpangkat “aryya”, yakni Aryya Surrung.

Sang hyang kalumpang berbentuk persegi empat dengan permukaan atas dilengkapi lubang bulat berbentuk silindris. (Foto : dokumen pribadi).

Upacara “manusuk sima” ada kemungkinan berlangsung di tempat yang kini menjadi areal makam Madyopuro-Sekarpuro, tepatnya disekitar pohon beringin besar dan tua. Perihal itu diindikatori oleh adanya sang hyang kalumpang berbentuk persegi empat dengan permukaan atas dilengkapi lubang bulat berbentuk silindris (batu sima, kini telah hilang) ditancapkan. Pada kalumpang ini pula aktifitas membanting telor (mbanting hantlu) dan memotong leher ayam, (manetek guluning hayam) dilaksanakan dalam prosesi ritus manusuk sima.

Jarak antara tempat penyelenggaraan ritus manusuk sima (lokasi : areal makan Madyopuro) dengan Situs Sekaran kurang dari satu kilo meter bila ditarik garis lurus. Oleh karena itu, bisa dipahami bila pada abad XV Masehi permukiman kuno di Sekaran tesebut masuk dalam wilayah desa sima Pamintihan. Terkait dengan unsur nama “sekar (berarti : bunga)” dari nana “Sekaran ataupun Sekarpuro” mengingatkan kita kepada unsur nama “kusuma (yang juga berarti : bunga)” dari nama “Dyah “Kysumawarddhani”, yakni penguasa nagari Kabalan – disebut juga “Bhre Kabalan”, yakni putri mahkota raja Hayam Wuruk.

Naggari Kabalan adalah kerajaan bawahan (vasal) Majapahit) di wiilayah Malang sekarang — selain nagari Tumapel. Adanya persamaan arti antara kata “sekar” dan “kusuma” tersrbut menggelutik kita untuk berhipitesis bahwa sebutan “sekaran” adalah memori kolektif (collective memory) yang kini samar- samar atas adanya seorang tokoh perempuan di masa lalu, ysitu Kusumawarddhani, sang penguasa nagari Kabalan. Pada abad XIV Masehi wilayah ibukota nagari Kabalan kemungkinan berada di ianan-kiri aliran Kali Amprong, baik di wilayah Dusun Sekaran Desa Sekarpuro maupun Dusun Kebalon di Kelurahan Kedungkandang.

Kemungkinan Situs Sekaran Kadatwan Nagari Kabalan

Jika benar demikian, tak tertutup kemungkinan lokasi ibukota kerajaan (kadatwan, kedaton, keraton) nagari Kabalan berada di seberang barat aliran Kali Amprong, yang kini masuk wilayah Dusun Sekaran. Apakah mungkin situs Sekaran itu adalah kadatwan nagari Kabalan? Perlu penelitian lebih lanjut, karena ekskavasi di Situs Sekaran baru pada tahap permulaan. Namun demikian, jika menilik karakter arsitektural yang ditemukan di Situs Sekaran, yang nemperlihatkan hunian kaum bangsawan, kemungkinan yang demikian cukup beralasan. Atas dasar arti penting dari sudut historis dan karakter arsitejturalnya itu, maka ekskavasi di situs Sekaran mesti dilanjutkan.

Terlebih hingga sejauh ini di Malangraya belum ditemukan situs yang berupa complex building yang mengarah kepada reruntuhan istana kerajaan. Padahal Malangraya petnah menjadi ibukota dari sejumlah kerajaan, ysitu kerajaan Kanjuruhan, Mataram era Mpu Sindok, Singhasari, vasal Majapahit di Kabalan dan Tumapel, serta kerajaan Sengguruh (abad VIII sd paro pertama abad XVI Masehi). Jika bukti sejarah ini musnah, maka tanggal sebuah mata rantai Sejarah Malang dan sekaligus Sejarah Nusantara Lama

Peta zaman Hindia Belanda yang menunjukkan kawasan Kebalon. (Foto : dokumen pribadi).

Semoga lintas pihak, yakni Pemerintah Pusat dan Daerah (Provinsi dan Kabupaten), dinas terkat (BPCB Jawa Timur, Balar Yogyakarta dan juga Universitas Negeri Malang yang memiliki Jurusan Sejarah), komunitas-komunitas peduli sejarah dan budaya maupun badan usaha milik pemerintah ataupun swasta (via CSR-nya) tergerak hati untuk segera bersama-sama menanganii situs Sekaran, dengan model penanganan “Publik Arkeologi (Archaeological Public), sayuk saekoproyo..Bersama kita bisa. Papa kabhuktihi (semoga membuahkan kebuktian). Nuwwun.

#SaveSitusSekaran

Sangkaling, 26 Maret 2019
Griya Ajar CITRALEKHA


*Arkeolog dan dosen sejarah Universitas Negeri Malang

Pembaca Terakota.id bisa mengirim tulisan reportase, artikel, foto atau video tentang seni, budaya, sejarah dan perjalanan ke email : redaksi@terakota.id. Tulisan yang menarik akan diterbitkan di kanal terasiana.

1 KOMENTAR