Terakota.id—Ratusan mahasiswa berkerumun di sepanjang trotoar jalan kampus Universitas Brawijaya Malang. Tepat di depan Rektorat hingga perpustakaan, dipenuhi mahasiswa. Mereka tengah menunggu suguhan Kirab Pataka Budaya dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya (FIB UB), Kamis 27 September 2018.
Barongsai tampil di depan, berjalan dan bergerak lincah. Riuh tepuk tangan, menyambut kehadiran seni tradisi etnis Thionghoa. Tak ketinggalan, para mahasiswa memanfaatkan gawai untuk mengabadikan momen kirab. Barongsai dari Klenteng Eng An Kiong.
Para pejabat FIB UB menumpang dua buah pedati disusul beragam adat dan tradisi Nusantara hingga budaya mancanegara. Salah satunya tari Yosakoi, diakhiri dengan seni jaran kepang dari kelompok Putra Manunggal.
Kirab Pataka Budaya diikuti pengajar dan perwakilan mahasiswa segala jurusan di FIB UB. Acara ini merupakan pembuka dari rangkaian acara Dies Natalis ke Sembilan FIB Universitas Brawijaya. Digelar mulai 27 September sampai 7 Oktober 2018. Menyuguhkan beragam acara menarik, mulai pameran seni, sastra, bazar buku, diskusi, orasi budaya oleh Radhar Panca Dahana, dan pertunjukan ludruk dari Kendo Kenceng.
Kirab mengusung warna budaya beragam, mulai budaya lokal hingga global sesuai jurusan di FIB yang beraneka macam. Antara lain sastra Jepang, sastra Inggris, dan sastra Cina. “Kami ingin menunjukkan satu warna budaya yang beragam. Tidak hanya lokal tapi juga global,” kata Ketua Pelaksana, dies natalis ke sembilan FIB Universitas Brawijaya, Yusri Fajar kepada Terakota.id.
Yusri berarap selain melestarikan dan peduli budaya lokal, juga agar mahasiswa menaruh perhatian dan perkembangan budaya global. Sementara halaman FIB, dipenuhi aneka buku. Sebuah bazar buku melibatkan penerbit dari berbagai Kota termasuk penerbit asal Malang. Bazar buku mengusung tema “Brawijaya Nyangking Buku.” Nyangking berasal dari bahasa Jawa artinya membawa.
“Bazar buku untuk membangun tradisi literasi, membaca, menggali ilmu pengetahuan. Dunia aksara sangat dekat dengan FIB,” ujar Yusri Fajar.
Selain itu, juga bakal digelar Insentif Proses Kreatif. Kegiatan mengapresiasi seniman tradisi di Malang Raya. Khususnya bagi seniman yang berkontribusi bagi masyarakat. Juga akan dinobatkan dua tokoh sastra dan budaya Anugrah Sabda Budaya Brawijaya. Pertama yang berasal dari seni tradisi dan sastrawan.
“Anugerah ini bagian dari kepedulian, penghargaan bagi sastrawan dan pegiat seni tradisi atas kontribusi mereka selama ini,” ucap Yusri Fajar.
Kampus, katanya, pernah dapat dilepaskan dari masyarakat. Ia berharap dunia kampus dengan lingkungan sekitar seyogyanya menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi dan mendukung. Tembok-tembok tinggi yang mengelilingi gedung megah universitas bukanlah batas interaksi antara kampus dengan masyarakat.
Sehingga begitu, tidak ada lagi atribusi semacam, “berada di menara gading”, “resi yang berada di atas awan”, “turun gunung” dan sebagainya. Yusri Fajar berupaya membangun sinergi, kolaborasi para akademisi dengan seniman, budayawan, dan komunitas di luar kampus. Ia berharap, ke depan, kegiatan kampus, penelitian dan juga pengabdian bisa dilakukan bersama-sama.
Akan ada pertunjukan ludruk dari kelompok Kendo Kenceng. Ludruk merupakan kesenian tradisi asal Jawa Timur. Tujuannya memberikan ruang kepada seniman untuk menampilkan karya, dan saling mengenal dengan civitas akademika.
Asisten Redaktur. Pegiat literasi dan coffee addict