Replika benteng Belanda 1767 yang didirikan di Klojen Lor dalam Festival Malang Kembali IV Pada Mei 2011. (Foto : dokumen panitia Malang Kembali).
Iklan terakota

Reporter : Aisha*

Terakota.id—Awal Belanda menguasai Malang dengan mendirikan sebuah benteng sejak 1767. Sama dengan daerah lain, Belanda masuk melalui sebuah kongsi dagang Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).  “Sekarang benteng itu ada di daerah Klojen Lor. Sekarang Rumah sakit Saiful Anwar Jalan Jaksa Agung Suprapto,” kata pengajar arsitektur Universitas Petra Surabaya, Handinoto dalam talk show Cikal Bakal Kota Malang yang diselenggarakan Terakota, 5 Juli 2020.

Kebiasaan VOC, katanya, untuk menguasai suatu daerah dengan mendirikan benteng terlebih dahulu. Letak benteng di Klojen Lor, lokasinya memang strategis. Strategi karena dari balik benteng VOC bisa mengawasi lalu lintas orang yang keluar masuk Malang dengan mudah. “Sebelum menguasai suatu daerah, VOC pasti melihat situasi terlebih dahulu,” ujarnya.

VOC memperlihatkan situasi sebuah daerah, untuk memastikan apakah daerah yang akan diduduki berhubungan erat dengan ekonomi. Apakah menguntungkan atau tidak secara ekonomi. Setelah beberapa lama mengamati daerah di Malang, kemudian mereka mulai keluar dari benteng.

Mereka keluar benteng, setelah kedudukannya kuat di Malang. Kemudian di sekitar belakang benteng di Klojen berdiri perumahan Belanda. “Awalnya Belanda masuk Malang dengan mendirikan benteng, kemudian berkembang menjadi permukiman Belanda,” katanya.

Berbeda dengan daerah lain terutama di pantai utara Jawa, Belanda masuk melalui pantai dan biasanya mendirikan benteng di dekat muara. Sedangkan Malang yang merupakan kawasan pedalaman mendapat perlakuan berbeda dengan pesisir utara.  Kebiasaan Belanda, katanya, yang lebih akrab dengan air atau sungai. Benteng di Malang juga berdiri di dekat sungai Brantas.

“Pijakan awalnya menguasai daerah di tepi sungai Brantas,” katanya.  Setelah kegiatan perdagangan berkembang, VOC  mulai merambah daerah lain. Termasuk membuka perkebunan di sejumlah kawasan di Malang.

Malang merupakan daerah strategis, dikelilingi pegunungan meliputi gunung Kawi, gunung Semeru, gunung Arjuno, Penanggungan dan Welirang. Malang juga dialiri tiga sungai antara lain Brantas, Amprong, dan Bango. Sehingga  kawasan Malang dikenal subur, dan layak untuk pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

Belanda kemudian mendirikan kawasan perkebunan. Terutama beragam tanaman keras yang umur produksi lebih dari 20 tahun. Kopi, coklat, teh dan tebu menjadi andalan pertanian di Malang. Jadi, bukan tanpa alasan Belanda itu masuk ke Malang melainkan karena ia melihat interland nya begitu subur.

Handinoto menuangkan hasil penelitiannya dalam buku berjudul Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Malang. Sebetulnya, kata Handinoto, buku tentang perkembangan Kota Malang ditulis 25 tahun silam. Ia berharapan para akademikus lain bisa melanjutkan penelitiannya.

Selain itu, agar semua pihak bisa lebih detail mengenal Kota Malang.  Ia memulai dengan mencari data dan yang dokumen. Tidak mudah untuk mencari foto kota Malang masa lalu, Handinoto harus berburu ke beberapa orang. Termasuk beberapa fotografer lawas. Terutama fotografer yang khusus mengabadikan momentum di Kota Malang.

“Jadi, dulu suatu perjuangan karena data-data sangat minim. Sekarang banyak data terbuka yang tersedia, berbeda pada saat saya menulis dulu,” kata Handinoto.

Sehingga terpaksa, ia memulai tulisan dari datangnya Belanda menguasai Malang. Data era Belanda masuk ke Malang, relatif sulit tapi masih ada. “Terus terang data sangat sulit sekali didapat,’ ujarnya.

Handinoto mengaku sebelumnya sering mengunjungi Kota Malang. Berjalan-jalan berkeliling kota dan mengaku kagum dengan penataan kota. Malang, kata Handinoto, demikian indah pada waktu itu. Sehingga ia memiliki gagasan untuk menelitinya.

“Saya bertanya pada banyak orang. Kebanyakan datanya tidak lengkap atau terputus-putus,” ujar Handinoto.

*Reporter magang, tengah menempuh pendidikan di Universitas Muhammadiyah Malang