Terakota.id—Krisis ekologis sudah mulai didengungkan para ilmuan satu dekade terakhir. Salah satu tulisan yang mengabarkan ekologi manusia tidak sedang baik-baik aja adalah tulisan dari David Wallace-Wells yang berjudul Bumi Yang Tak Dapat Dihuni. Tulisan ini terbit pada 2019 dan memaparkan kondisi ekologis yang semakin buruk akibat brutalnya revolusi industri. Ketika masalah tersebut belum teratasi sepenuhnya, muncul bencana kesehatan yaitu pandemi virus corona.
Pandemi mulai menyebar sejak Desember 2019 diprediksi dapat ditemukan virusnya paling cepat dua tahun setelah pandemi. Waktu yang kurang produktif selama masa pandemi tersebut menyebabkan ancaman krisis di depan mata. Krisis yang diakibatkan oleh pandemi tentu krisis kesehatan yang berakibat pada krisis pangan.
Krisis pangan tentu dapat semakin menurunkan kesehatan manusia. Menumbuhkan kesadaran untuk kemandirian pangan pada generasi muda sangat dibutuhkan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020-2030, Indonesia mengalami bonus demografi. Jumlah penduduk usia anak-anak dan usia muda lebih banyak. Potensi ini harus dimaksimalkan untuk mengatasi dua permasalahan kritis tadi. Jika tidak dimanfaatkan, maka bonus demografi hanya menjadi kaum rebahan yang sama sekali tidak produktif hingga merugikan masyarakat.
Generasi yang lahir pasca 2000 an merupakan generasi yang akrab dengan gawai. Ini adalah potensi sumber daya manusia Indonesia yang tidak dimiliki negara lain. Mayumi Fukuyama, peneliti Jepang pada 2016 menemukan temuan bahwa Jepang sedang menghadapi permasalahan kependudukan. Di negara tersebut, penduduk usia produktif mulai menurun dan tingkat nartalitas rendah.
Berkaca dari Jepang, Indonesia seharusnya mampu memanfaatkan bonus demografi yang dimilikinya. Potensi sumber daya manusia melalui bonus demografi ternyata juga disokong oleh keberadaan sumber daya alam Indonesia yang kaya raya, khususnya pada sektor pertanian. Menyatukan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia Indonesia harus segera dilakukan untuk mengatasi ancaman krisis pangan. Jembatan untuk menyatukan potensi kedua sumber daya tersebut adalah pertanian.
Pertanian 5.0
Ketika berbicara tentang pertanian, maka hal yang perlu ditanamkan pada generasi muda adalah pola pikir inovatif. Pemikiran bahwa petani erat dengan “pedesaan”, “kondisi tertinggal”, “dan segala hal yang kuno” harus dibuang jauh-jauh. Menyadarkan generasi muda bahwa pertanian adalah hal yang keren, menjanjikan, serta canggih dan berpotensi adalah strategi awal yang dapat diedukasi pada generasi muda Indonesia.
Narasi ini bukanlah fiktif belaka, kemajuan pertanian sudah dikembangkan di negara maju. Jepang, membuat pertanian 5.0. Pertanian 5.0 diinisasi berdasarkan rencana Shinzo Abe, Perdana Menteri Jepang untuk mewujudkan masyarakat 5.0. Pertanian 5.0 merupakan pertanian yang menggabungkan kecerdasan manusia dengan teknologi kecerdasan buatan. Di Eropa, penemuan tentang pertanian juga sudah mulai dikembangkan, dan tidak sedikit anak muda yang terlibat dalam pertanian.
Kebanggaan tentang menjadi petani juga ditanamkan pada anak-anak. Hal yang paling mudah ditemukan adalah banyaknya genre game tentang pertanian. Setiap kemajuan game, pasti ada satu dua genre yang mengedukasi anak untuk bangga menjadi petani. Salah satu game yang dapat ditemukan adalah Harvest Moon. Mengangkat tema Back to Nature, game ini hadir sudah lebih dari satu dekade lalu, sejak tahun 1996.
Game ini terus dikembangkan seiring dengan perkembangan Play Station. Selain di Play Station, game ini juga dapat dimainkan di komputer, tablet, android dan sudah diadaptasi pada berbagai jenis gawai. Game Harvets Moon menjelma serupa sastra anak yang tumbuh dan berkembang bersama perkembangan anak. Game tersebut menceritakan tentang seorang anak kota yang diminta ke desa untuk mengelola lahan milik kakeknya. Di desa, tokoh utama dalam game bertemu dengan penduduk desa dan berinteraksi dengan masyarakat di sana hingga diberi kebebasan untuk memilih pasangan yang dinikahinya.
Selain itu, game ini juga mengajak pemainnya untuk bertani, berkebun, dan menambang. Game membuat manusia memiliki asosiasi terhadap tokoh yang dimainkan. Kesamaan perasaan dan tujuan yang diasosiasikan oleh tokoh dalam game membuat pemain memiliki asosisasi terhadap topik permainan tersebut. Kemunculan android ternyata juga semakin memperbanyak genre game dalam bidang pertanian. Mulai dari Plant vs Zombie, Let’s Farm,Green Farm, dan masih banyak lagi jenisnya.
Kemunculan game bergenre pertanian ini bukan untuk hiburan semata melainkan untuk mengedukasi pada anak-anak bahwa pertanian itu penting. Seorang akademisi yaitu Aziz Dharma mengajak kawan-kawannya menulis buku bertajuk Ideologame. Pada buku tersebut dijelaskan bahwa ideologi ternyata dapat disampaikan melalui game. Kehadiran game bergenre pertanian menunjukkan bahwa negara-negara maju sudah mulai peduli untuk membentuk kesadaran serta rasa bangga pada generasi muda melalui kegiatan yang identik dengan bercocok tanam itu.
Petani Inovatif
Kesadaran bertani sejak dini dapat membuat generasi muda bangga pada profesi petani. Rasa bangga dan rasa senang menjadikan manusia semakin mudah untuk berinovasi. Pekerjaan yang dilakukan dengan bahagia pasti memuaskan dan inovatif hasilnya. Itulah sebabnya strategi untuk mewujudkan petani inovatif Indonesia adalah dengan memasukkan kurikulum pertanian sejak sekolah dasar. Pembelajaran di rumah selama pandemi harusnya dapat digunakan sebagai momentum yang tepat untuk membentuk kesadaran ini.
Guru di tempat yang memiliki akses internet lancar dapat memasukkan beragam konten untuk menanamkan kesadaran bahwa bertani itu keren. Guru yang berlokasi di tempat yang minim jaringan internet dapat melakukan program guru kunjung. Guru kunjung merupakan program untuk mengunjungi siswa dari rumah ke rumah. Program guru kunjung sangat tepat bagi siswa yang jarak rumahnya tidak jauh dengan sekolah, saling berdekatan, dan jauh dari keramaian kota. Ketika berkunjung, guru dapat melihat serta mengapresiasi secara langsung kondisi murid yang mulai gemar bercocok tanam.
Kesadaran tentang bertani harusnya dapat dimasukkan pada berbagai jenjang pendidikan. Pada jenjang SD, anak diajak untuk bermain. Namun, permainan yang dimainkan adalah permainan tentang pertanian. Bisa mengajak anak untuk menyelesaikan misi tertentu pada game pertanian, bisa juga untuk melakukan permainan tradisional yang berkaitan dengan pertanian seperti bermain tanam-tanaman. Cara ini merupakan cara yang seru sekaligus mengasyikkan dalam belajar. Mengajak anak bermain tentang segala hal yang berhubungan dengan pertanian tadi membuat anak memiliki kebanggaan serta hasrat untuk bertani.
Pada jenjang SMP yang dibentuk adalah karakter. Ketika anak sudah senang dengan bertani maka diperlukan karakter untuk untuk mandiri dalam hal pangan melalui pertanian. Anak mulai disadarkan bahwa dengan kegiatan becocok tanam, mereka dapat memenuhi kebutuhan pangannya, bahkan dapat bermanfaat bagi orang-orang disekitarnya. Penugasan untuk melakukan proses bercocok tanam sederhana dapat dilakukan pada jenjang ini. Membuat tanaman buah dalam pot (tabulampot), tanaman obat keluarga (toga), sudah harus diberikan oleh guru.
Jenjang berikutnya adalah jenjang SMA/SMK. Pada jenjang ini, anak diajak untuk mulai berpikir kritis dan inofatif. Mulai dari cara bercocok tanam hingga cara memanen. Cara pembibitan hingga pemupukan. Memilih buah hingga mengkombinasikannya, semua harus dimulai pada tahap ini. Anak juga dapat diajak untuk mengenal potensi dari kegiatan bercocok tanam.
Selain menghasilkan hasil pertanian yang bermanfaat bagi ketahanan pangan, bercocok tanam juga dapat dikombinasikan dengan sektor lain, contohnya wisata. Anak mulai diajak untuk mengenal wisata yang berkaitan dengan bertani. Menjadikan kebun pribadinya sebagai wahana wisata, wisata tanam, wisata petik, hingga wisata virtual pasti akan membuat anak semakin tertantang melakukan inovasi.
Energi anak SMA sangatlah dinamis, energi ini harus diolah semaksimal mungkin dengan cara memberi mereka tantangan. Menantang mereka untuk membuat wisata pertanian secara virtual atau market place pertanian bahkan menciptakan permainan sederhana yang berkaiatan dengan pertanian merupakan ragsangan-rangsangan inovatif yang sesuai dengan dunia mereka.
Jenjang terakhir adalah perguruan tinggi. Tridharma perguruan tinggi sudah harus merujuk pada pertanian. Misalnya melakukan penelitian pada bidang pertanian, edukasi pertanian, hingga melakukan pengabdian masyarakat di desa atau wilayah yang cocok untuk bertani. Memang semua jurusan dan fakultas tidak mencetak petani, tapi kesadaran ekologis dan ketahanan pangan mandiri harus dimiliki seorang remaja apapun itu profesinya.
Pada jenjang perguruan tinggi, pola pikir ilmiah juga harus dikembangkan. Berpikir ilmiah berarti berpikir analitis. Penelitian untuk mendukung hipotesis yang inovatif harus melalui proses pengujian dan validasi. Alangkah baiknya penelitian diarahkan pada model penelitian pengembangan. Mengolaborasikan teknologi hingga algoritma membuat mahasiswa menjadi lebih produktif dalam berkarya.
Pasca pandemi corona diumumkan di Indonesia pada Maret 2020, Kementrian Riset dan Teknologi membuat kebijakan untuk memperbolehkan akademisi di Indonesia melakukan penelitian yang berkaitan dengan solusi penyelesaian pandemi. Solusi dalam pertanian untuk menguatkan ketahanan pangan juga merupakan solusi ketika pandemi berlangsung.
Infiltrasi kurikulum pertanian pada jenjang SD-SMP-SMA-hingga perguruan tinggi memang tidak dapat dilihat hasilnya jika menunggu selesainya pertumbuhan anak. Jika strategi ini dilakukan secara konvensional maka butuh 15 tahun lebih untuk merasakan hasilnya, padahal era krisis pangan terjadi saat ini. Diperlukan kolaborasi dan elaborasi lintas jenjang untuk mewujudkanya.
Kolaborasi dan elaborasi membuat manusia memiliki kecerdasan kolektif yang kompleks. Semakin kolektif kesadarannya, maka semakin maksimal hasil yang didapatkan. Mewujdukan kolaborasi lintas jenjang bukan isapan jempol seiring dengan kebijakan Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka yang dicetuskan oleh Mentri Pendidikan. Kebijakan ini merupakan potensi untuk merealisasikan kurikulum berbasis pertanian demi mewujudkan petani Indonesia yang inovatif menghadapi era 5.0.
Penulis dan Pendidik. Karya yang sudah terbit diantaranya: Kumpulan Cerpen Alor-alor Merah dan Ruang Literasi Generasi Mantul.