Seteguk Sejarah Kolonial dari Kebun Kopi di Pekuburan Belanda

Ada ribuan makam di TPU Nasrani Sukun Malang dengan 200 di antaranya adalah makam kuno sejak masa kolonial (Zainul Arifin/Terakota.id)
Iklan terakota

Terakota.id Pekuburan Belanda dan perkebunan kopi. Perpaduan keduanya bakal mengembalikan ingatan sejarah. Cerita tentang manusia masa kolonialisme di Hindia Belanda lebih dari satu abad silam.

Kisah para meneer dan tuan tanah Belanda berbondong – bondong datang ke nusantara. Membuka lahan perkebunan kopi dengan membabat hutan. Menjadikan inlander sebagai buruh perkebunan dengan sistem tanam paksa pada periode liberal 1870 – 1930.

Mengeruk untung di tanah hindia dari kopi, salah satu komoditas perkebunan paling laku keras dijual di eropa pada masa kolonial. Dari masa jaya menikmati manisnya kopi sampai jatuh terpuruk terdampak malaise masa itu. Afdeeling Malang turut masuk dalam periode sejarah itu.

Hutan – hutan di selatan Malang dibuka, diubah jadi perkebunan kopi. Meneer dan mevrouw (tuan dan nyonya) Belanda dan eropa mencecap untung. Tidak sedikit pula yang datang bersama keluarganya membuka berbagai jenis usaha. Mendorong Malang tumbuh dan berkembang pesat.

Semula Kabupaten Malang masih bagian dari Karesidenan Pasuruan. Karena perkebunan kopi pula mendorong ditetapkannya gementee (kota praja) Malang. Sebuah kota besar multi etnis. Kuburan Belanda di Sukun Malang jadi saksi. Sebuah kompleks permakaman yang mulai dibangun pada 1920.

Meski semula ditetapkan sebagai kompleks permakaman orang – orang eropa di Malang. Baik itu bagi tentara Kerajaan Belanda, pengajar, anggota freemasoon sampai keluarga eropa. Tapi banyak pula orang – orang timur asing sampai prajurit Jepang korban perang dunia II turut dimakamkan di sini.

Kuburan Sukun atau sekarang bernama sebagai Kompleks Tempat Pemakaman Umum (TPU) Nasrani Sukun, Malang. Biasa pula disebut Kuburan ‘Londo’ Sukun. Tempat ini jadi bukti  sepenggal sejarah Hindia Belanda di Malang. Tentang kisah penjajahan, eksploitasi manusia dengan salah satu motifnya meraih kejayaan ekonomi melalui komoditas perkebunan.

Wisata Sejarah

Europese Begraafplaats Soekoen te Malang atau kuburan orang eropa di Malang. Begitu kali pertama pekuburan ini disebut. Dirancang dan dibangun pada periode 1919-1920 saat bouwplan III atau rencana perluasan Kota Praja Malang. Sekarang, areal permakaman seluas 12 hektar itu ini tidak hanya jadi tempat pekuburan maupun situs warisan sejarah.

Mulai dimanfaatkan jadi perkebunan kopi. Sudah lebih dari 5 ribu pohon kopi jenis robusta dan sebagian liberica ditanam di antara nisan, prasasti, patung malaikat dan pohon kemboja. Kuburan berusia lebih dari satu abad ini bakal memadukan sejarah kolonialisme dan kopi.

seteguk-sejarah-kolonial-dari-kebun-kopi-di-pekuburan-belanda
Pohon kopi jenis robusta ditanam di areal Kuburan Belanda di Sukun Malang. Kopi sangat erat dengan era kolonial Hindia Belanda (Zainul Arifin/Terakota.id)

Juru bicara Pokdarwis Kuburan Londo, Hariani mengatakan, di pekuburan ini ada ribuan makam dengan 200 di antaranya adalah makam kuno sejak masa kolonial. Tapi baru sebagian kecil yang bisa didokumentasikan. Banyak pula yang sudah sulit dilacak.

“Masih banyak yang sulit dilacak karena kondisinya. Sekarang ada tim meneliti lebih detil tentang orang – orang yang dimakamkan di sini,” kata Hariani.

Beberapa yang bisa diidentifikasi itu misalnya Rob van de ven Renardel de Lavallete, ketua klinik kesehatan Hindia Belanda. Letnan Georges Lodewijk Geuvels, perwira KNIL. Dolira A Chavid, dipercaya pendiri prostitusi Dolli Surabaya, Johhanes Emde seorang penginjil asal Jerman tokoh Gereja Kristen Jawi Wetan.

Kebun kopi jenis robusta yang ditanam di TPU Nasrani Sukun Malang diperkirakan akan masuk masa panen pada Juni 2020 (Zainul Arifin/Terakota.id)

Makam Belanda dan kebun kopi bakal jadi perpaduan wisata edukasi dikelola Pokdarwis Kuburan Londo. Menawarkan sejarah tentang kolonialisme dan kopi di Malang. Bahkan ada rencana menggunakan  salah satu ruangan di kompleks pemakaman sebagai museum. Berisi berbagai penjelasan tentang makam.

Setiap pengunjung akan dipandung berkeliling sembari diceritakan orang riwayat pekuburan sekaligus beserta orang – orang yang dimakamkan di sini. Memudahkan mereka yang berminat belajar sejarah. “Konsepnya edukasi sejarah. Untuk museum rencana Juni nanti diresmikan,” kata Hariani

Paket wisata Kuburan Londo Sukun dibanderol Rp 100 ribu untuk satu kelompok berjumlah maksimal 30 orang. Rombongan akan diberi dua bungkus kopi tulang sebagai buah tangan. Kopi tulang merupakan merek kopi hasil budidaya di areal permakaman ini. Pengolahan kopi pasca panen bekerjasama dengan usaha kopi milik seorang ahli waris makam.

Asal Mula Kopi Tulang

Kuburan Sukun Malang ada di bawah Unit Pelaksana Teknis (UPT) TPU Nasrani Sukun, Malang. Pilihan budidaya kopi di areal makam bukannya tanpa sebab. Selain balutan sejarah, tanaman kopi juga bisa mengikis kesan seram. Sebab tidak lagi didominasi tanaman kemboja atau pohon asam.

Ribuan kopi jenis robusta ditanam di dalam kompleks Kuburan Belanda di Sukun Malang. Pekuburan ini dikemas jadi wisata edukasi dan sejarah (Zainul Arifin/Terakota.id)

“Kami ingin mengubah citra suram, juga ada unsur sejarah,” kata Kepala UPT TPU Sukun Nasrani Sukun, Malang, Taqroni Akbar.

Budidaya kopi di kawasan makam yang juga berstatus cagar budaya Kota Malang ini dimulai sejak Maret, 2017. Semula sebanyak 700 bibit pohon kopi ditanam. Di tahun – tahun berikutnya bertahap ditanam 3 ribu bibit dan 2 ribu bibit. Bibit kopi dibeli secara swadaya, patungan antara pengelola bersama komunitas jasa penggali kubur.

Semua bermula dari gagasan sayang bila tanah makam yang subur dibiarkan begitu saja. Bibit kopi berasal dari Desa Peniwen, Kromengan, Kabupaten Malang, sebuah desa di lereng Gunung Kawi pun dibeli. Pohon – pohon kopi itu sudah pernah dipanen. Saat pertama tanam, baru menghasilkan 10 kilogram kopi petik merah.

Di tahun kedua produktivitasnya naik jadi 60 kilogram. Pada Juni 2020 ini diperkirakan pohon sudah berbunga dan masuk masa panen. Tingkat produktivitasnya ditaksir sudah mampu menghasilkan 5 kuintal sampai 1 ton kopi. Jenis robusta paling banyak ditanam, ada juga sedikit jenis liberica.

seteguk-sejarah-kolonial-dari-kebun-kopi-di-pekuburan-belanda
Kepala UPT TPU Nasrani Sukun Malang, Taqrani Akbar berdiri di depan pohon kopi yang tumbuh menjulang di areal permakaman (Zainul Arifin/Terakota)

“Kalau pohon sedang berbunga, aroma kuat kopi bisa tercium oleh peziarah,” kata Taqroni.

Pengelolaan buah kopi diserahkan ke Pokdarwis Kuburan Londo. Kelompok ini bekerjasama dengan salah satu keluarga ahli waris makam yang kebetulan punya bisnis kopi. Untuk roasting sampai pengemasan. Disiapkan dua kemasan yakni 150 gram dan 450 gram. Soal rasa, dijamin ada cita rasa tersendiri.

Merek kopi diberi nama kopi tulang. Secara filosofi bukan lantaran sekedar ditanam di atas tulang belulang manusia. Tapi juga pilihan nama itu menimbulkan sensasi. “Hasil kopi sudah pernah diujicoba di laboratorium, aman dikonsumsi,” ujar Taqroni.

Areal pemakaman sendiri termasuk ruang terbuka hijau. Pilihan menanam pohon tegakan produktif diharapkan berdampak secara ekologi dan ekonomi. Fungsi paru – paru kota akan lebih maksimal karena menghasilkan oksigen lebih banyak. Secara ekonomi, para penggali kubur juga mendapat penghasilan tambahan dari hasil panen ini.

 

Tinggalkan Komentar

Silakan tulis komentar anda
Silakan tulis nama anda di sini