Ilustrasi : https://www.dreamstime.com
Iklan terakota

Terakota.id–Hampir setahun yang lalu, sebuah konferensi ilmu komunikasi berskala internasional bertajuk 2nd Jogjakarta Communication Conference (JCC) yang mulanya direncanakan dilakukan dengan tatap muka di sebuah hotel di Yogyakarta harus berubah menjadi daring. Agenda konferensi yang dihelat pada 8 dan 19 Maret 2020 ini bisa jadi merupakan konferensi akademik pertama di Indonesia yang terdampak pandemi Covid-19, serempak menjadi konferensi akademik pertama yang dilakukan dengan daring dalam situasi kecemasan terhadap penyebaran virus Covid-19.

Bersama para panitia yang berasal dari Universitas Ahmad Dahlan dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, kami harus belajar dengan cepat untuk mengelola sebuah konferensi akademik yang dilakukan secara daring. Kami beruntung karena pernah menyelenggarakan seminar secara daring melalui aplikasi Zoom sebelum pandemi datang. Namun tetap ada yang berbeda yaitu suasana mencekam yang disebabkan pandemi yang tiba-tiba datang.

Dua minggu sebelum konferensi, panitia bertemu untuk memutuskan tentang kelanjutan JCC.  Pilihan pertama adalah tetap menjalankan konferensi dengan tatap muka. Pilihan yang akhirnya gugur dengan cepat karena pembicara dari luar negeri yang telah menyatakan tidak bisa datang ke Indonesia karena negaranya sudah lock down. Istilah lock down yang sebelumnya hanya kami kenal dari berita media, akhirnya benar-benar teraktualisasi dalam pengalaman hidup kami. Globalisasi yang dimudahkan dengan kemudahan transportasi udara yang memudahkan mobilitas ternyata bertekuk lutut dengan Covid-19.

Pilihan kedua adalah menggelar konferensi dengan mencampur (blended) antara daring dan tatap muka. Pembicara dari luar negeri jelas sudah tidak bisa datang, sementara para pemakalah dalam negeri masih dimungkinkan untuk datang. Pilihan yang kami tawarkan kepada pemakalah. Sebagian besar pemakalah memberikan respon dengan menyatakan bahwa mereka sudah tidak berani keluar kota dengan menggunakan transportasi publik. Hanya segelintir pemakalah yang bersedia datang, namun mereka mundur teratur dalam beberapa hari kemudian ketika pandemi semakin menebar ketakutan.

Pilihan ketiga tentu saja adalah semua agenda konferensi, baik sesi utama maupun sesi pararel dilangsungkan dengan daring. Pilihan yang akhirnya kami ambil. Konsekuensinya, kami harus membatalkan ruang besar berkapasitas 200 orang di hotel, diganti dengan ruang kecil berkapasitas 20 orang. Ruangan yang dibutuhkan oleh panitia untuk menggelar konferensi secara daring. Puluhan kamar hotel yang sudah kami pesan pun harus dibatalkan. Untungnya hotel kooperatif dengan kondisi yang kami hadapi.

Merchandise konferensi yang sudah kami pesan akhinya kami bungkus rapi dan paketkan ke para pemakalah. Sebagai tambahan, kami menambahkan satu item pada bingkisan yang kami kirim, berupa satu botol hand sanitizer.

Pada hari H konferensi, panitia berkumpul di salah satu ruang yang telah kami pesan. Protokol kesehatan dilakukan dengan disiplin, dimana semua mengenakan masker, menjaga jarak, dan bahkan pintu ruangan kami buka dengan lebar.

Semua materi dari pembicara utama disampaikan secara sinkronus melalui aplikasi Zoom. Tentu saja belum semua peserta yang mengikuti program sesi utama telah akrab dengan aplikasi konferensi video. Noise yang berasal suara dari peserta yang muncul akibat belum melalukan mute masih terjadi. Semua memaklumi karena kami semua masih beradaptasi dengan perubahan yang tiba-tiba terjadi.

Tibalah pada sesi pararel. Dengan pertimbangan masih beradaptasi  dengan konferensi via video di masa awal pandemi, panitia sejak sekira dua minggu sebelum pelaksanaan telah meminta kepada peserta untuk mengirim video rekaman presentasi. Setelah semua video tertayangkan, dilanjutkan dengan diskusi yang dipandu oleh moderator yang berada satu ruang dengan panitia.

Adaptasi  dan Kolaborasi

Setahun setelah 2nd JCC, kembali kami akan menggelar volume ketiga dari JCC. Pembicara utama JCC tahun 2021 berasal dari empat benua. Sebuah kemajuan dari tahun sebelumnya yang hanya berasal dari satu benua. Kolaborasi antarkampus dan organisasi menjadi faktor penting dalam pengembangan lingkup konferensi akademik.

Di tahun 2020, kami telah menjadi konferensi akademik pertama yang terdampak pandemi. Situasi yang menyebabkan harus segera beradaptasi dengan kondisi yang ada.  Adaptasi terhadap teknologi menjadi bagian yang terpenting. Pemanfaatan aplikasi konferensi video dengan segera terkuasai. Adaptasi dalam pengelolaan kegiatan dengan protokol kesehatan menjadi bagian penting lain yang menjadi pelajaran berharga di masa pandemi.

Dalam kondisi awal pandemi, kita semua dihadapkan pada situasi ketidakpastian. Pernyataan para pejabat negara dan para pendengung yang menjadi pendukungnya di media sosial yang terkesan meremehkan Covid-19 harus dibayar mahal. Pemberitaan di media massa tentang bahaya Covid-19, dirangkai dengan keriuhan di media sosial dari para pendengung, menyebabkan suasana yang serba tidak pasti. Pandemi Covid-19 menjadi pageblug yang memukul semua aspek kehidupan.

Di tengah situasi ketidakpastian, adaptasi menjadi keharusan. Pembelajaran di sekolah dan kampus harus beradaptasi dengan menjadi daring. Konferensi akademik di perguruan tinggi pun setali tiga uang, dengan harus dilaksanakan secara daring. Tidak terbiasa menggunakan teknologi pembelajaran jarak jauh, para guru dan dosen dihadapkan pada pilihan tunggal, yaitu keharusan menguasai teknologi untuk pembelajaran jarak jauh.

Tidak beradaptasi dengan situasi di masa pandemi akan membawa dampak negatif, bahkan malapetaka. Memakai masker dengan benar, mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer, dan menjaga jarak dari kerumunan adalah adaptasi yang bisa menyelamatkan kita dari malapetaka pageblug Covid-19.