Seribu Lilin untuk Solidaritas Tragedi Kanjuruhan Oleh: Trianom Suryandharu*

Ribuan Aremania berdoa bersama untuk mendiang korban tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Malang. (Terakota/ Eko Widianto).
Iklan terakota

Terakota.IDTragedi Kanjuruhan, menukil duka mendalam. Arema atau warga Malang, menggelar aksi solidaritas sosial. Bergantian. Apapun kelompoknya. Semalam, Refleksi dan Doa Bersama Lintas-Umat beragama, bagi korban Tragedi Kanjuruhan, digelar di tiga tempat. Bersamaan.

Aksi solidaritas dan doa bersama, diadakan di pelataran halaman gedung rektorat Universitas Merdeka Malang. Aksi serupa juga digelar oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Malang, di depan Balaikota Malang. Jaringan Gusdurian Malang, juga mengadakan aksi keprihatinan dan doa bersama, di pelataran halaman gereja Katolik Paroki Hati Kudus Yesus, Kayutangan, Malang, 5 Oktober 2022.

Ketiganya, tak ada yang sepi peminat. Sebaliknya, malah. Aksi solidaritas serupa, seperti bola salju. Aksi juga diadakan sebelum dan sesudahnya. Di berbagai tempat. Bahkan, di berbagai kota. Suporter sepakbola di berbagai kota, mengadakan kegiatan serupa. Aksi keprihatinan juga dilakukan pada pertandingan di liga-liga di luar negeri.

Malam seribu lilin, terus menggelinding. Cahayanya seperti ingin menerangi dan menggugah kesadaran jiwa nan bening. Pertama, terang cahaya lilin, berisikan doa. Doa bagi jiwa para korban tragedi, semoga mendapatkan terang dalam perjalanan menuju peristirahatan abadi di sisi-Nya. Peristirahatan terbaik. Sekaligus, penguatan dukungan bagi keluarga yang ditinggalkan.

Terang Seribu lilin, kedua, juga menjadi pengharapan. Betapapun getir dan sakitnya, keadilan dan kebenaran, mestilah berdiri tegak. Hukum menjadi panglima. Tak heran, tagar #usut-tuntas pun menggema.

Ketiga, Seribu Lilin itu seperti nyala cahaya yang menuntun, dunia sepakbola keluar dari kegelapan. Tata kelola yang lebih baik. Semangat fairplay menjadi laku utama. Sekaligus mengingatkan motif pengerukan untung-bisnis dari atas lapangan pertandingan, untuk tahu diri.

Katolik Paroki Hati Kudus Yesus, Kayutangan, Malang, 5 Oktober 2022. (Foto: Trianom Suryandharu).

Keempat, terang lilin itu ingin memanggil, jiwa yang hilang dalam ‘sepakbola’. Sudah absen cukup lama: kegembiraan, sukacita, dalam pertandingan. Lapangan dan stadion, meruar aroma saling bersungut penuh kebencian. Memikul beban ‘target menang’ di setiap pertandingan. Bermain sepakbola, tak lagi mempertontonkan pemain unjuk talenta dengan riang.

Maka, terang Seribu Lilin ini, seperti sinar pengharapan, hadirnya pencerahan.  Aksi solidaritas ini, menggemakan komitmen mengikis tuntas rivalitas antar-suporter.  Biarlah rivalitas hanya ada di atas lapangan, selama dua kali 45 menit pertandingan. Setelah itu, berhenti sudah rivalitas.

Tragedi tersebut, seolah menggedor dinding kesadaran. Betapa solidaritas kemanusiaan meminta tempat yang selayaknya. Jauh di atas rivalitas, apapun dasar rivalitas itu.  Jiwa manusia, jiwa kehidupan jauh lebih bermartabat dibanding rivalitas, berdasarkan apapun.

Tak ada ‘sepakbola’ (rivalitas apapun) seharga nyawa.

*Pegiat literasi dan dan bekerja di Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPMM) Universitas Ma Chung Malang.