Tarian persembahan sanggar Natya Budaya dalam Festival Kampung Cempluk. (Terakota Fathuroji).
Iklan terakota

Terakota.id–Sonjo Kampung atau melawat ke kampung menjadi gerakan bersama antar kampung untuk menggali dan melestarikan seni, budaya dan sejarah kampung. Sonjo Kampung melintasi batas administrasi di Malang meliputi Kabupaten Malang, Kota Malang dan Kota Batu. Lantaran secara historis dan kultural Malang Raya merupakan satu kesatuan entitas.

Para pegiat kampung telah menerbos sekat atau batas administrasi. Gerak seni dan budaya tradisi semakin tumbuh dan berkembang. Aktivitas ini digerakkan oleh masyarakat yang mencintai dan berusaha melestarikan seni dan tradisi yang ada.

“Sonjo kampung menjadi medium menjawab kebuntuan dukungan pemerintah,” kata sejarawan dan pegiat budaya M. Dwi Cahyono dalam diskusi di Omah Budaya Cempluk, bertajuk “Diskusi Budaya: Peluang & Permasalahan Aktivisme Seni Tradisi dan Budaya di Malang Raya.” Diskusi diselenggarakan dalam rangkaian Festival Kampung Cempluk, Dusun Sumber Rejo, Desa Kali Songo, Kabupaten Malang,  Kamis 27 September 2018.

Diskusi menghadirkan pegiat Omah Budaya Cempluk Priyo Sunanto, sejarawan M. Dwi Cahyono, Presidium Jaringan Gusdurian Jawa Timur Kristanto Budi Prabowo, pegiat sejarah dari Jelajah Jejak Malang Restu Respati, komunitas kampung Celaket Achmad Winarto, komunitas seni celoteh Bedjo Sandi, dan pegiat Sanggar Sasmito Jati Priyambodo. Serta dihadiri staf Kantor Staf Kepresidenan bidang komunikasi politik Yahya Tatang Badru Tamam.

Penemuan situs Nawonggo di Tajinan Kabupaten Malang menjadi penanda pelestarian situs bersejarah dilakukan oleh masyarakat. Sementara sampai sejauh ini justru tak ada respon dari pemerintah daerah maupun pemerintah desa. Warga kampung dibiarkan berjalan sendiri melestarikan situs bersejarah dan kearifan lokal berupa seni tradisi dan teknologi peninggalan leluhur.

“Temuan ekologis dan teknologis Nawonggo, tak direspon pemerintah. Justru masyarakat yang terlibat,” katanya.

Pegiat Jelajah Jejak Malang Restu Respati menceritakan minim perhatian pemerintah sehingga Kampung Ngawonggo tertunda masuk dalam bagian Trip Majapahit. Pahadal situs Ngawonggo memiliki sejarah dan menjadi penanda perkembangan teknologi pengairan di Nusantara. “Ngawonggo tak bisa masuk Trip Majapahit karena tak dapat perhatian pemerintah,” katanya.

Seniman Bedjo Sandi, turut melestarikan alat musik tradisi yang nyaris jarang dimainkan di ruang publik. Instrumen bernama rinding atau masyarakat Sunda menyebutnya karinding. Alat musik yang awalnya digunakan untuk mengusir hama berkembang menjadi salah satu instrumen musik berbahan baku bambu.

Sebuah alat musik asli Nusantara sejak ribuan tahun lalu, di setiap daerah memiliki ragam nama berbeda. Selama ini rinding tak diperhatikan oleh pemerintah sehingga semakin ditinggalkan. Apalagi teknologi pertanian berkembang dan tak menggunakan rinding.  Bedjo merupakan salah satu pegiat musik yang memproduksi dan memainkan kembali.

“Agar masyarakat tahu, kita masyarakat agraris memiliki banyak seni tradisi yang terkait dengan alam dan pertanian,” katanya.

Spirit Kemandirian

Priyambodo mengaku minim kehadiran pemerintah di tengah penghayat kepercayaan, sedangkan penghayat tak bisa dipisahkan dengan nilai tradisi dan budaya lokal. Sanggar, katanya, selama ini dibiayai dan dikelola masyarakat sendiri. Tanpa bantuan dari pemerintah.

“Sanggar merupakan tempat pelestarian dan pengembangan tradisi dan budaya lokal, uri-uri budaya,” kata Priyambodo. Sehingga pembakti atau pegiat seni budaya di Malang meniti jalur kemandirian dan bergotong-royong. Padahal, dalam Undang Undang Nomor 5 tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan pemerintah diamantkan untuk turut memajukan kebudayaan.

Diskusi Budaya: Peluang & Permasalahan Aktivisme Seni Tradisi dan Budaya di Malang Raya di Kampung Cempluk. (Foto dokumentasi Kampung Cempluk).

Jaringan kerja kebudayaan yang mereka rajut, melalui Sonjo Kampung sejatinya menyiratkan spirit kemandirian. Tanpa dukungan pemerintah aktivitas seni tradisi tetap jalan. Kemandirian pelaku seni tradisi dan budaya merupakan kekuatan.  Justru jika tergantung pemerintah akan melemahkan gerak seni tradisi dan budaya rakyat.

Umi Salamah dari Nusantara Culture Academy (NCA) lembaga penelitian sejarah, budaya, dan sosiologi-antropologi menilai nilai budaya Nusantara adalah gotong royong, guyup rukun, dan getok tular. Nilai luhur Nusantara digunakan untuk melawan komersialisasi dan individualisme. “Kemandirian bisa dikuatkan dengan menempatkan situs, seni tradisi dan budaya sebagai destinasi wisata budaya dan religi,” ujarnya.

Selama ini komunitas dan situs budaya tak mendapat perhatian pemerintah sementara daerah memiliki potensi berkembang. Wisata budaya dan religi menjadi sarana pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui edukasi ekososiokultural. “NCA siap mendampingi.”

Kristanto Budi Prabowo dari Presidium Gusdurian Jawa Timur menuturkan budaya, dan seni tradisi akan tetap hidup meski tanpa dukungan pemerintah. Aktivitas seni tradisi dan budaya rakyat merupakan ekspresi rakyat.

“Pandangan seniman kampung ketinggalan jaman dan tidak maju harus dihilangkan. Seharusnya pemerintah memberikan apresiasi terhadap seniman dan budayawan kampung,” katanya.  Lantaran di tangan seniman kampung seni tradisi warisan leluhur dijaga dan dilestarikan. Seni budaya tradisi asli Nusantara tak ada di tempat lain.

Yahya Tatang Badru Tamam menyampaikan tugasnya untuk menggali aspirasi dari masyarakat untuk menyusun program prioritas Presiden. Presiden, katanya, memiliki komitmen untuk membangun dari pinggiran. “Salah satu fasilitas Negara yakni mengakui masyarakat adat,” ujarnya.

Secara substansial pengakuan ditampakkan dengan penggunaan pakaian adat Nusantara di setiap acara kenegaraan di Istana Negara.  “Itu wujud langkah awal membangkitkan dan melestarikan tradisi, budaya, dan nilai luhur Nusantara,” katanya.

Ia mendukung jejaring antar seniman dan budayawan, katanya,  bakal saling menguatkan dalam laku kerja seni tradisi. Birokrasi yang membangun sesuatu ternyata tak tepat guna dan tak tepat sasaran.  Contohnya Rumah Kreatif yang dikelola Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) mandul.

Daniel Stephanus berharap tak berhenti sekadar wacana atau menjadi bahan riset. Namun, harus menjadi sesuatu yang nyata melalui kebijakan, pendampingan manajemen dan kelembagaan bagi komunitas seni-tradisi kampung. “Penting memasukkan pendidikan seni tradisi dan budaya nusantara dalam kurikulum pendidikan Nasional.”

2 KOMENTAR

Tinggalkan Komentar

Silakan tulis komentar anda
Silakan tulis nama anda di sini