Seni topeng Malangan (Aris Hidayat/Terakota)
Iklan terakota

Terakota.id – Tangan lentik bergerak gemulai mengibaskan sampur atau selendang tari. Didik Nini Towok menari dan menembang khas Banyumasan diiringi gending gamelan dan pengrawit. Tempik sorak penonton memecah keheningan di studio UBTV Universitas Brawijaya Malang, usai Didik menari.

“Kesenian terutama tarian di nusantara dipengaruhi agama. Seperti tarian di Bali dipengaruhi agama Hindu, tarian Jawa dipengaruhi kejawen, dan tarian Aceh dipengaruhi agama Islam,” kata Didik dalam rembug budaya di Universitas Brawijaya Malang, Kamis 29 Desember 2016.

Sehingga para penari harus mengikuti tata cara dan adab menari. Menurutnya Indonesia sangat kaya dengan kesenian dan tradisi. Sejumlah peneliti mengapresiasi kesenian di Indonesia. Dia mengaku sejak kecil menari berperan sebagai penari perempuan dan tak ada yang mempersoalkan.

Namun, saat ini justru dipersoalkan sehingga mempengaruhi waktu dia tampil di publik. “Membuat saya takut, Padahal tradisi menari perempuan juga ada di India,” katanya. Didik sempat belajar menari di India, tapi dia mengaku jika Indonesia memiliki ragam dan budaya.

Ketua Lembaga Seniman dan Budayawan Muslim Indonesia (Lesbumi) NU, Kiai Haji Agus Sunyoto menegaskan jika pesantren sebagai pusat pendidikan akulturasi budaya dan agama Islam. Dia mencontohkan sejumlah kitab yang diajarkan di pesantren menggunakan bahasa ibu seperti kitab tafsir al-Jalalain, kitab tafsir al-Qur’an terkenal.

Kitab yang disusun Jalaluddin al-Mahalli pada tahun 1459 ini diterbitkan dari Beirut, Lebanon ini diterjemahkan dengan tulisan arab berbahasa Jawa. Para kiai sepuh, katanya, mengajarkan dengan cara menembang. “Mengaji dengan tembang, seperti tembang Jawa,” katanya.

Bahkan, para kiai juga berdoa dengan bahasa Jawa. Sebagian doa berbahasa arab. Sehingga pesantren menjadi pusat pendidikan akulturasi budaya. “Jika bertemu Islam fundamentalis dianggap menghina Al-Quran,” kata Agus yang juga pengasuh pesantren Global.

Karena latar belakang pesantren, banyak santri yang bersikap toleran terhadap budaya setempat. Menurutnya, NU yang menggelorakan Islam Nusantara tersebut tepat karena mengangkat budaya nusantara.

“Islam Nusantara berbeda dengan Islam di Arab sana,” ujarnya. Padahal Islam bukan Arab dan Arab belum tentu Islam. Dia mencontohkan Negara Palestina, sekitar 40 persen penduduknya beragama Kristen. Menurutnya Indonesia dibangun didirikan dengan dasar agama. Termasuk kitab negara kertagama ditulis berdasar keyakinan agama.

Seniman dan budayawan dalam rembug budaya nusantara di UB Malang, Kamis 29 Desember 2016 (Muntaha Mansyur/Terakota)

Sementara Tri Utami belajar mengenal Indonesia dari kampung ke kampung dan alam semesta. Selama beberapa terakhir ini, dia aktif dalam jaringan kampung nusantara. Sebuah jejaring kampung se nusantara yang menyajikan kesenian tradisi, dan budaya setempat.

“Menemukan Indonesia itu sederhana. Temukan di wayang suket, dalam kesenian, dan budaya di sekitar kita,” kata Tri Utami. Dia menyebutkan kesenian dan budaya nusantara sarat dengan nilai-nilai kearifan lokal.

“Saya masuk ke kampung. Belajar di universitas alam semesta. Menemukan, membaca dan belajar dengan guru di kampung,” katanya. Dia menyebutkan kini Indonesia kehilangan gotong royong dan kebersamaan. Saat Iie kecil di Nganjuk, di depan setiap orang ada gentong berisi air. Air disediakan di depan rumah untuk minum warga yang melintas.

“Kalau dulu ada maling tertangkap tak dipukul. Dia ditanya rumahnya dan diantar kembali ke rumahnya,” ujarnya. Menurutnya, pada 40 tahun lalu adab dan budi pekerti diajarkan kepada anak-anak. Namun, sekarang mulai luntur. “Carilah Indonesia di brankas Nusantara,” lanjut Iie.

Sementara pakar komunikasi politik Suko Widodo mengaku delapan tahun lalu meneliti pendapat anak SMA tentang Indonesia. Sekitar 86 persen pesimis Indonesia tetap utuh. Penelitian ini dilakukan terhadap 2.200 responden.

“Anak muda harus punya mimpi. Saat perang dunia kedua Korea hancur, mengirim anak muda belajar luar negeri. Sekarang dia telah membangun kebudayaan,” ujarnya. Kita, katanya, tak punya spirit. Contohnya lagu dangdut selalu liriknya sedih. Seperti lagu berjudul gubuk derita, dan orang termiskin di dunia.

“Kita harus memiliki strategi membangun kebudayaan. Membangun Indonesia,” kata Suko. Dia berharap Indonesia melakukan “proklamasi ulang”.

5 KOMENTAR