Ilustrasi : Twitter/@yoyen
Iklan terakota

Terakota.id–Gerbang sisi selatan Kasteel Batavia perlahan lahan terbuka. Butuh empat orang algojo untuk menarik ganggangnya agar semakin terbuka lebar. Di luar gerbang berwarna pekat itu, orang-orang sudah bergerombol dengan wajah penuh tanya. Hal ini memang sudah diprediksi sebelumnya sehingga Gubernur meningkatkan status siaga satu selama enam jam, terhitung sejak gerbang sebelah selatan Kasteel dibuka. Mata yang lapar di depan gerbang semakin lama semakin tajam. Mata itu butuh jawaban atas raga yang bakal keluar dari gerbang selatan Kasteel. Dari kejauhan terlihat sesosok orang berjalan pelan, semakin lama semakin medekat. Seorang biarawati berbaju hitam legam dengan kalung rosario besar di lehernya keluar dari Kasteel. Ia berjalan pelan pelan. Wajah orang orang yang memenuhi tempat itu masih menyimpan tanya. Rupa-rupanya rasa lapar di pelupuk mata mereka belum terpuaskan.

Memang mereka tidak menunggu biarawati itu, melainkan seorang wanita yang berjalan dengan langkah mantap di belakang biarawati. Wanita berambut gelombang, tinggi semampai, dan bertubuh sintal itu jalan menggunakan gaun pesta berwarna putih penuh permata sembari diborgol tangannya. Di samping kanan dan kiri wanita itu ada dua algojo besar yang megawalnya. Tatapan garang menunjukkan bahwa algojo itu sama sekali tidak berpihak pada wanita berbibir chery di depanya. Baru tiga langkah  wanita itu melangkahkan kaki keluar dari gerbang Kasteel, suara riuh, ramai dan sorak sorai membahana ke puncak cakrawala. Dia lalu berhenti sejenak, tersenyum dan memanyunkan bibirnya seolah menandakan cium jauh pada orang-orang yang menyorakinya. Melihat hal itu, salah satu algojo menendangnya.

Kom op![1]” wanita itu tersungkur ke tanah. Ia rebah. Semua orang hening. Lima detik kemudian, ia bangkit perlahan sembari tersenyum. Senyuman khas, yang selalu ditampilkannya di atas kapal.

***

            Sesungguhnya wanita yang dikawal oleh seorang biarawati dan dua algojo itu bernama Marimar. Dilihat dari tubuh, logat, dan gelagatnya, jelas dia berasal dari Spanyol. Negeri yang penuh dengan segunung harapan untuk bebas. Kedatanganya kemari merupakan sebuah kebetulan yang tidak disengaja. Saat usianya baru menginjak tujuh belas tahun ia lari dari rumah karena dituduh melakukan hubungan gelap dengan Alfonso, pria beristri yang tersohor di Madrid. Hampir semua orang mengecamnya sebagai perusak rumah tangga orang, padahal tidak!

Marimar adalah gadis miskin yang sangat cerdas dan memiliki pemikiran kritis. Hal itu membuat pemilik perkebunan tempat ayahnya bekerja mewaspadai keberadaanya sehingga tuduhan demi tuduhan dilancarkan padanya. Tuduhan yang terakhir membuatnya harus berlari sejauh mungkin dari negerinya sehingga ia pun mendaftar sebagai awak kapal dalam pelayaran kapal The Batchelor Frigale. Tak lupa ia menyamar sebagai lelaki dan mengganti namanya sebagai Mario. Penyamarannya sebagai seorang lelaki sungguh luar biasa. Sayangnya di tengah perjalanan, kapal Spanyol itu dikepung oleh kapal The Duke, The Duchess dan The Marquis, trio kapal yang dikomandani Kapten Wooden Rogers.

Penakhlukkan armada Spanyol itu membuat para anak buah Wooden Rogers melucuti baju lawannya, sehingga mereka tahulah bahwa ada perempuan di situ. Saat itu seluruh kapal gempar. Khususnya di bagian bilik awak kapal yang terpisah dengan bilik sang kapten beserta para pembesar lainya.

Semua awak kapal yang bernasib seperti serigala kelaparan bak mendapat mangsa ketika meyakini Mario adalah Marimar dan dia perempuan. Tak perlu menunggu malam bagi serigala serigala liar itu untuk mengoyak tubuh Marimar. Eksekusi pun dilakukan secara serampangan.

Setiap hari, dia dijadikan bulan-bulanan para armada kapal Wooden Rogers. Dua puluh jam dalam sehari dihabiskan untuk melayani nafsu para awak kapal biadab itu. Jika dibiarkan ini bisa membuatnya gila, tapi ia adalah wanita yang tangguh dan berani. Ia tak mau membiarkan dirinya menjadi bulan-bulanan para awak kapal berotot besar.

Hingga suatu ketika, saat malam benar-benar menyelimuti kapal dengan suhu rendahnya dan para serdadu kapal itu tertidur pulas, Marimar melihat seekor kalajengking yang menjapit kepala ular itu lalu menyengatnya. Sebenarnya Marimar kelaparan, seharian ia telah digilir oleh para awak kapal dan hanya diberi makan tiga roti saja. Ia benar-benar lapar. Tubuhnya terkulai lemas di samping para awak kapal yang mendengkur pulas. Marimar melihat kembali kalajengking itu. Ia perhatikan benar proses kalajengking menakhlukkan ular. Dia tersenyum sendiri dan menganggukkan kepala. Dihampirinya kalajengking itu dan dimakannya mentah-mentah. Saat itu hanya ada dua pilihan bagi Marimar, mati kelaparan atau mengganjal perutnya dengan kalajengking dan ular yang patah kepalanya. Marimar masih belum ingin mati.

Keesokan harinya, selepas peristiwa malam jahanam itu, Marimar sengaja bangun pagi. Dia berbaring di atas geladak dengan pose putri duyung. Para awak kapal itu seolah tak percaya bahwa Marimar yang selama ini takut hingga meronta kesakitan, sekarang menjadi seberani itu. Segera saja mereka menyergap Marimar dan menyodorkan kejantananya. Marimar tersenyum, matanya menajam dan ingatannya sangat jernih untuk merekonstruksi peristiwa kalajengking yang mematahkan leher ular semalam. Dengan gerakan yang tidak pernah diduga sebelumnya dan tidak ada di kitab percintaan manapun, Marimar langsung menggapit lawan mainnya, menyengatnya  lalu berputar hebat. Dalam hitungan detik saja, si pria akan menjerit. Bukan menjerit keenakan, melainkan menjerit dengan penuh kesakitan.

Pria pertama yang dibuatnya menjerit adalah Van Dal, seorang tukang pukul dari Utrech yang berada di kapal itu. Setelah menjerit dengan teramat kencang, Van Dal mengeluarkan kembali kejantananya dan betapa kagetnya ia bahwa otot serta urat urat alat yang paling disayanginya itu telah patah, bahkan mati rasa.

Para awak kapal yang melihat seakan tak percaya hingga mereka maju satu per satu untuk mencoba membuktikan sendiri kedhasyatan Marimar. Marimar pun melayani dengan cepat. Setiap orang yang maju langsung digapit dengan selangkanganya yang basah. Satu persatu awak kapal pun tumbang. Hanya dalam waktu tiga jam, sudah ada tiga puluh lelaki perkasa yang mengerang kesakiatan sembari memegang alat vitalnya. Sengatan ratu kalajengking sungguh mematikan.

Kapten Wooden Rogers pun turun tangan. Ia mengamati peristiwa yang terjadi dan menyuruh salah satu petarung andalanya dari Afrika, Tomy Jonson untuk meladeni Marimar. Tubuh Tony sangat legam dan tinggi dempal. Ia lebih mirip goliat yang dihadapi oleh Daud dalam kisah orang Yahudi. Melihat lawannya yang lebih luar biasa itu, Marimar langsung berpose seperti seekor katak. Ia menekuk kedua kakinya. Tomy hanya tersenyum saja melihat wanita yang hendak dilawannya itu. Ia bersendawa keras, bau daging ayam mentah keluar dari mulutnya.

“Majulah kau, hai orang besar!” ucap Marimar.

Tomy pun melepas seluruh kain yang melekat di tubuhnya, dan ia maju ke arah Marimar. Keberanian dan naluri Marimar berlipat ganda, ia melompat ke arah perut Tomy dan menjadikan perutnya sebagai pijakan untuk lompat lebih tinggi lagi. Sampailah Marimar di kepala Tomy. Marimar lalu merangkul Tomy dengan erat. Bukan hanya dengan tangan, tapi juga dengan kakinya. Tomy jadi tak dapat melihat. Pria itu ingin melepas Marimar yang melilit di kepalanya tapi tak bisa. Lilitan Marimar semakin erat, mahkota Marimar pun menyentuh hidung dan mulut Tomy sehingga membuat Tomy sulit bernafas. Marimar mulai menyengat. Sekali lagi, dalam hitungan detik, Tomy pun rebah. Ia tak sanggup mencium aroma racun yang tiba tiba menyembur dari mahkota Marimar. Saat Tomy rebah, Marimar pun langsung berjalan menuju kaki Tomy. Dibukanya kedua kaki yang mirip basoka itu, sehingga terlihat jelas “basoka” alami milik Tomy.

Marimar lalu jongkok di atasnya dan meraba agar basoka itu masuk ke dalam tubuhnya. Hanya dengan satu putaran, basoka Tomy pun patah. Marimar kembali tersenyum, ia tersenyum dengan penuh kemenangan dan menatap ke arah kapten.

“Masih adakah awak kapal ini yang kuat Kapten?” tanyanya.

Kapten Wooden Rogers pun bertepuk tangan sembari berucap “Bravo!

Ia memanggil seorang ajudan dan membisikkan padanya agar mengambil jubah berbulu serigala seukuran tubuh Marimar. Kapten turun dari singgahsana kapal dan berjalan pelan menuju geladak sambil memberikan jubah pada Marimar.

“Kulantik kau sebagai salah satu petarung di kapal ini, apa kau ingin diberi julukan?” tanya kapten.

“Panggil aku Marimar, Ratu Kalajengking!” ujarnya.

Wooden Rogers tersenyum, entah bangga atau justru sebaliknya. Tak ada satupun yang mampu menebak kapten yang dikenal sebagai Pirates of Caribian ini. Berbagai strategi handal dan berbagai peperangan di lautan telah dia menangkan. Tentu saja ia punya siasat untuk melenyapkan Ratu Kalajengking ini.

***

Pelayaran Wooden Roogers sampailah di Batavia, almanak menunjukkan 22 Juni 1710. Di kota yang dijuluki sebagai surganya Hindia itu, Wooden Roogers membebaskan anak buahnya minum punch. Di sini harga punch hanya 8 sen per galon dan awak kapal pun berpesta pora setelah melakukan pelayaran panjang. Marimar juga ikut bersama mereka. Roogers mengamati gerak-gerik perempuan perkasa itu dari kejauhan.

Ketika semua sedang teler, Wooden Roogers mengirim surat pada Abraham van Riebeck, Gubernur Jendral di Batavia. Tak butuh waktu lama bagi kusir untuk mengantarkan surat itu. Kabar kedatangan Roogers sesungguhnya juga sudah tersiar hingga Batavia. Riebeck sudah menyiapkan segalanya dengan rapi dan kini tamu yang ditunggunya telah tiba.

Keesokan harinya, rombongan Wooden Roogers yang masih teler di pelabuhan, terpaksa dibangunkan pagi-pagi. Puluhan kereta kuda sudah siap untuk menjemput mereka, lengkap dengan kusirnya yang merupakan perajurit pilihan Gubernur. Satu per satu rombongan Wooden Roogers memasuki kereta kuda.

“Marimar, bisakah kau satu kereta denganku?” tanya Wooden Roogers ketika melihat Marimar hendak naik ke salah satu kereta kuda.

“Apakah kau membutuhkan perlindungan spesial kapten?” ujarnya.

Wooden Roogers hanya tersenyum dan Marimar pun menghampiri kereta kuda Wooden Roogers. Mereka duduk dalam satu kereta. Kusir yang mengendalikan kereta kuda mereka adalah seorang peranakan pribumi Belanda. Konon disebutkan bahwa anak anak peranakan sangat tampan dan cantik. Mereka adalah perpaduan khas Eropa-Asia. Harmoni yang tepat dan selaras. Saling mengisi kekurangan satu sama lain, saling melengkapi dalam satu tubuh. Sebuah keturunan terbaik  secara fisik di Hindia Belanda.

Mata lelaki itu tajam, rambutnya panjang sebahu berwarna hitam kecoklatan. Kumisnya tipis dan meruncing rapi. Ia mengenakan pakaian sutra berwarna emas dan renda-renda berwarna perak. Ada pedang panjang menjulang disarungkan di pinggangnya. Ia turun dari kereta kuda, mempersilahkan Wooden Roogers dan Marimar untuk naik ke atas. Kapten naik terlebih dahulu, diikuti Marimar. Sebelum Marimar naik, kusir kuda itu meniup asap cerutu tepat di wajah Marimar sehingga batuklah Ratu Kalajengking.

“Kurang ajar kau!” ujar Marimar.

Perfect![2]” lelaki itu merundukkan kepala lalu menarik tangan kanan Marimar dan mengecup punggung tangannya. Setelah itu, dia mengedipkan mata kirinya dan naik ke tempatnya. Tiga kali kuda dipecut dan kereta kuda itu pun melaju kencang menuju Kastel Batavia. Sekencang debaran dada Marimar.

***

                 Sesampainya di Kasteel Batavia, Kapten Wooden Roogers dan Marimar diajak masuk ke singgasanaa Abraham van Reebeck. Para rombongan lainya diarahkan ke ruangan istirahat, tempat makan, dan tempat arak. Mereka berpesta lagi. Sekarang hanya tinggal Wooden Roogers dan Marimar yang berjalan menuju ruangan Gubernur.

Betapa terkejutnya mereka melihat Kasteel Batavia yang tertata rapi dan indah. Ada gorden-gorden beludru, bendera, puluhan senjata mengkilap, lampu, perabot dari kayu dan pahatannya, perhiasan serta porselen halus dari China. Benda-benda tadi mereka lihat di sepanjang lorong menuju ruang Gubernur.

“Selamat datang saudaraku, Wooden Rogers!” ucap Gubernur yang sedari tadi berdiri di depan ruanganya. Sengaja ia ingin memberi penghormatan kepada sang Kapten. Wooden Rogers pun menjabat tangan Gubernur. Mereka berdua sangat akrab.

“Oh iya, siapa wanita cantik yang kau bawa ini?” tanya Gubernur.

“Namanya Marimar!” ucap Rogers.

“Cantik sekali dia…” ucap Gubernur sembari memegang dagu Marimar.

Marimar pun memalingkan wajah dan berkata, “Panggil aku Ratu Kalajengking saja!”

Tawa Gubernur membahana melihat kelakuan Marimar. Dia lalu menyuruh Wooden Rogers dan Marimar memasuki ruanganya. Mereka duduk di kursi empuk berwarna merah. Anggur, apel, semangka, dan segala buah-buahan segar tersaji di meja. Sejenak kemudian, ada pelayan yang membawakan minum untuk mereka bertiga. Gubernur Riebeck pun membukanya. Ia menuangkan botol minum itu pada gelas tamunya. Mereka bertiga lalu bersulang. Marimar juga ikut minum suguhan yang disajikan.

***

                 Marimar dan Wooden Roogers mabuk berat. Mereka terlalu asik menikmati arak Batavia yang nikmatnya tak pernah menjamah lidah mereka sebelumnya. Gubernur Riebeck tetap tenang, sebagai tuan rumah, dia hanya sedikit minum dan lebih banyak menuangkanya saja. Melihat Marimar mabuk berat, Riebeck lalu bertepuk tangan tiga kali

“Prok! Prok! Prok!”

Setelah bertepuk tangan, seorang lelaki tiba dikawal oleh beberapa pengawal. Lelaki itu hanya mengenakan sehelai handuk melilit bagian bawah tubuhnya. Ia bertelanjang dada sehingga bulu bulu yang menjalar dari bawah leher menuju pusar terlihat jelas oleh Marimar.

Pelan tapi pasti Marimar menamatkan wajah lelaki itu dan betapa terkejutnya dia bahwa lelaki tersebut adalah kusir tampan yang mengantarnya tadi menuju Kasteel. Seketika itu, darah Marimar mendidih. Wajahnya memerah dan gerah menyelimuti tubuhnya. Tanpa disuruh, dia pun melepaskan satu per satu pakaian di tubuhnya.

Lelaki itu berjalan mendekat ke arah Marimar. Wooden Roogers dibopong oleh Gubernur untuk menjauh. Beberapa pengawal masuk ke ruangan, mereka bersiap siaga menyaksikan aksi Ratu Kalajengking. Marimar menelungkupkan badanya ke tanah. Kedua telapak tanganya menempel tanah, kakinya kananya menjorok ke belakang dan kaki kirinya sedikit ditekuk. Dia seperti kalajengking yang siap memangsa.

“Kau sudah siap?” ujar lelaki yang dihadapi Marimar.

Lelaki itu pun lalu melepaskan penutup kainnya, sehingga tak ada sehelai pun kain melilit di tubuhnya.

Marimar loncat ke arah lelaki itu dan menguncinya dengan kedua kakinya. Namun lelaki itu tak menghindar, kali ini dia pasrah saja. Aneh bagi Marimar, selama ini ia melakukan kuncian mautnya dengan amat ganas. Namun tidak untuk kali ini. Dia melakukan dengan kelembutan, belaian, hingga kecupan. Apakah ini cinta? Marimar bertanya pada dirinya sendiri.

Melihat Marmimar yang agak ragu-ragu, lelaki itu merangkul Marimar. Didekatkan bibirnya ke arah telinga Marimar dan ia berkata, “Aku mencintaimu”

Mendengar perkataan itu, menggelinjanglah tubuh Marimar. Ia tak kuasa untuk segera melahap kejantanan sang lelaki idaman. Perlahan tapi pasti dilahaplah sudah dan saat kedua tubuh sudah menyatu, lelaki itu mengeluarkan asap dari dalam tubuhnya. Kegempalanya menyusut dan muncul bentol-bentol di sekujur tubuhnya. Mulutnya berbusa, kepalanya panas sehingga rambutnya rontok. Ia pun berubah menjadi pria tua yang ringkih. Marimar lalu membanting tubuh lelaki itu ke tanah.

“Hahahaha, rasakan itu Ratu Kalajengking!” ucap Gubernur Riebeck. Melihat hal itu, Kapten Wooden Roogers tersenyum. Sekali lagi rencananya berhasil, ia sesungguhnya telah menyusun siasat ini sejak turun dari kapal di pelabuhan Batavia melaalui surat yang ditulisnya pada Gubernur.

Tubuh Marimar lemas, seorang algojo mengikatnya dan kakinya diberi pemberat. Seorang lagi membawa cambuk siap untuk mencambuk Marimar. Gubernur lalu memanggil biara tua dan mengumumkan sebuah maklumat.

“Bawa wanita ini ke Galgeved![3]” ujarnya.

Marimar pun tak bisa apa-apa dia digelandang menuju Galgeved oleh para Algojo. Seluruh warga batavia tahu bahwa galgeved merupakan tempat hukuman bagi para penjahat kelas berat. Letaknya di belakang kasteel, tak jauh dari arah pintu gerbang, dan dekat dengan jalan raya. Hal ini membuat semua warga dapat melihat siapa yang dihukum oleh pihak pemerintah sekaligus ancaman bagi warga agar tidak melanggar hukum.

***

Gerbang sisi selatan Kasteel Batavia terbuka, Marimar melihat banyak warga berkerumun. Entah menyambutnya entah menghinanya. Suara mereka sangat riuh dan Marimar tak ingin dengar. Ia hanya mau mencondongkan pendengaranya pada bibir biarawati yang sejak tadi melantunkan doa Salam Maria, untuk mengampuninya sekaligus mengampuni Algojo yang tampak dari kejauhan, berdiri gagah membawa pedang besar, siap untuk memenggal.

Penulis merupakan anggota

Komunitas Pelangi Sastra Malang

 

[1] Ayo!

[2] sempurna

[3] Tempat hukuman

Tinggalkan Komentar

Silakan tulis komentar anda
Silakan tulis nama anda di sini