Semangat Cinta Tanah Air dan Merawat Keberagaman

semangat-cinta-tanah-air-dan-merawat-keberagaman
Arbanat String Ensemble dan Soegeng Rawoeh menyanyikan lagu nasional dan lagu daerah untuk menanamkan semangat nasionalisme. (Terakota/Eko Widianto).
Iklan terakota

Terakota.id–Lebih dari 100 pelajar Sekolah Dasar Negeri (SDN) Polowijen III Kota Malang duduk bersimpuh di depan halaman sekolah. Mereka duduk berjajar, khusuk mereka mendengarkan denting dawai gitar akustik, petikan sapek, suara merdu seruling dan gesekan biola. Di depan mereka tampil lima personil musisi yang tergabung dalam Arbanat String Ensemble dan Soegeng Rawoeh.

Isa Ansori memetik sapek, Supriyono meniup seruling, Sugeng Hariadi memukul kahon, Lu Image menggesek biola sedangkan Sugiarto alias Ugik memerik dawai gitar sembari menyanyikan lagu Indonesia Pusaka. “Indonesia tanah air beta, pusaka abadi nan jaya………,” sembari ditirukan seluruh siswa SDN Polowijen III.

“Selamat pagi. Arbanat String Ensemble dan Soegeng Rawoeh akan bernyanyi bersama. Kita menyanyi Indonesia subur, semua hafal kan?,” Tanya Ugik. “Belum…..,” sahut para pelajar.

“Lho, Bapak Ibu guru belum diajari? Ayo kita bernyanyi bersama, silahkan lihat liriknya,” kata Ugik. Setiap siswa memegang selembar kertas berisi lirik lagu yang bakal dinyanyikan.

“Anak-anak hebat,” tutur Ugik memuji para siswa. Sesi lagu nasional dilanjutkan dengan menyanyikan dengan padamu negeri. Para siswa tampak riang, mereka bernyanyi bersama sembari melambaikan tangan. Para pelajar semakin riang gembira, saat menyanyikan lagu arti persahabatan. Mereka berdiri dan berjingkrak bersama-sama.

“Mau kita datang lagi? Syaratnya satu.  Hormati orang tua dan guru. Pelajari lagu daerah,” kata Ugik.

Cinta Damai

Usai menyanyikan lagu nasional, sesi berikutnya mereka menyanyikan lagu daerah. Di antaranya lagu janger-janger dari Bali, sajojo dan yamko rambe yamko dari Papua, dan bunga jeumpa dari Aceh. Saat bernyanyi Sugiarto alias Ugik mengenakan ikat kepala tradisi Papua dan kain tenun dari Flores. “Pakaian ini simbol harapan, cinta damai,” katanya.

Selain itu, para pemusik juga lintas etnis ada yang berasal dari Jawa, Sunda dan keturunan Thionghoa. Instrumen, pakaian dan lagu perpaduan dari beragam daerah di Nusantara untuk mengingatkan rakyat Indonesia indah atas keberagaman. Sehingga harus tetap menjunjung toleransi dan merawat keberagaman.

Arbanat rutin menggelar Road Show Simfoni Tjinta Tanah Air saban Agustus dan Oktober. Kini sudah memasuki tahun ke 19. (Terakota/Eko Widianto).

Arbanat rutin menggelar Road Show Simfoni Tjinta Tanah Air saban tahun. Terutama pada Agustus memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia dan Oktober memperingati hari sumpah pemuda. Kini sudah memasuki tahun ke 19. Road show diutamakan di sejumlah sekolah dasar untuk menggunggah semangat nasionalisme.

“Ada dua lagu dari Papua yang kita nyanyikan yakni yamko rambe yamko dan sajojo. Sengaja, agar Indonesia tetap bersatu dan damai,” katanya. Ia berpesan agar dihentikan rasialisme, semua harus saling menghormati. Arbanat memiliki misi untuk merawat keberagaman dengan mengakrabkan lagu daerah kepada siswa jenjang pendidikan dasar. Agar sejak dini, mereka saling mengenal tradisi dan lagu daerah.

Tetap menjaga toleransi dan keberagaman. Misi mengajarkan lagu daerah kepada siswa sekolah dasar dilakukan sejak 2000. Aksi ini karena kegelisahan Ugik terhadap siswa yang tak banyak mengenal lagu daerah dan lagu nasional. Sehingga Ugik mengemas dengan berbagai cara dengan sasaran siswa sekolah dasar.

Kegelisahan Ugik disambut oleh personil Arbanat, ia mengajak siapa saja yang bersedia melakukan aktivitas sosial, non profit. Awalnya 12 personil Arbanat memainkan alat musik gesek, mereka kerab memainkan musik klasik. Mereka bermain secara orkestra.

“Dasarnya musik klasik. Jika pentas kolosal reportoar klasik sudah umum. Ini malah tak umum. Bagaimana caranya? Tampil dengan lagu daerah,” katanya.

Arbanat dan Seogeng Rawoeh menyanyikan janger-janger dari Bali, sajojo dan yamko rambe yamko dari Papua, dan bunga jeumpa dari Aceh. (Terakota/Eko Widianto).

Dulu, katanya, guru kreatif sering mengajak siswa bernyanyi agar semangat belajar. Sampai kapan Arbanat bakal rutin menggelar Road Show Simfoni Tjinta Tanah Air? “Sekuat tenaga. Sampai kapanpun,” kata Ugik.

Ugik mengisahkan pernah menawarkan road show ke sebuah sekolah dasar di Malang memperingati hari kemerdekaan. Namun, kepala sekolah tak merespons. “Jawabannya, maaf kita tak punya program semacam itu,” kata Ugik menirukan sang kepala sekolah.

Lantas seorang guru mengetahui, jika kepala sekolah ada jadwal di luar. Saat itu, ia meminta Arbanat tampil di sekolah. Tak disangka saat Arbanat masih tampil di depan siswa, kepala sekolah datang. “Ia menangis. Tak menyangka konsep acaranya disambut para siswa,” ujarnya.

Dari Kampung ke Kampung

Usai road show, katanya, kadang ada sekolah yang menindaklanjuti dengan mengajari para siswa lagu daerah. Selain itu, ia berpesan agar sekolah rutin memutar lagu daerah agar siswa semakin akrab dengan lagu daerah, termasuk bahasa dan seni budayanya.

Ugik menambahkan memperingati sumpah pemuda Oktober mendatang Arbanat bakal tampil dari kampung ke kampung. Ia bakal bekerjasama dengan karangtaruna. Juga bakal diselingi dengan bincang masalah kedaerahan.

semangat-cinta-tanah-air-dan-merawat-keberagaman
Ugik mengenakan ikat kepala tradisi Papua dan kain tenun dari Flores. Musisi juga lintas etnis ada yang berasal dari Jawa, Sunda dan keturunan Thionghoa. (Terakota/Eko Widianto).

Ugik juga menyanyikan sebuah lagu yang baru diciptakan tahun ini, berjudul rindu negeri tercinta. Lagu ini hasil karyanya yang diciptakan Mei lalu, saat melakukan kunjungan di Australia. Saat itu, ia diundang untuk diskusi dengan seniman Australia mengenai aktivitas bermusik di Malang. Kunjungan selama 10 hari, ternyata hari ke empat ia sudah merindukan Indonesia.

“Seenak-enaknya di negeri orang. Lebih enak di negeri sendiri,” katanya. Lagu tersebut diciptakan selama empat hari. Ia mengaku merekam, melihat dan merasakan Indonesia tetap menjadi negeri yang dicintainya.

Salah seorang guru SDN Polowijen III, Saadah menuturkan selama ini sudah berusaha mengenalkan lagu daerah. Lagu daerah disampaikan disesuaikan dengan tema pelajaran. Selain itu, saban Jumat pagi diputar lagu daerah. “Sebagian memang tak hafal lirik tapi mereka kenal dan pernah mendengarkan,” katanya.

Ia berharap seluruh siswa lebih mencintai lagu daerah sendiri, dan menanamkan nilai cinta tanah air. Selain itu menanamkan karakter kepada para siswa. Saadah mengakui ada keterbatasan, lantaran guru tak bisa bermuusik. Sehingga modetode pengajaran monoton.

“Dengan iringan musik lebih bergairah. Kehadiran Arbanat cukup membantu mengenalkan lagu nasional dan daerah,” ujar Saadah.