Iklan terakota

Terakota.id–Sebuah kabar duka dari Lembaga Seniman dan Budayawan Muslim (Lesbumi) Nahdlatul Ulama. Ketua Umum Lesbumi NU, Kiai Haji Agus Sunyoto meninggal setelah menjalani perawatan sejak awal April di RSUD Malang dan RSAL Surabaya. Kabar duka berkelindan di dunia maya, juga disampaikan Kiai Haji Mustofa Bisri atau Gus Mus melalui akun Facebook.

“Innã liLlãhi wainnã ilaiHi rãji’uun…Pagi ini terima pesan WA dari @president_jancukers yang mengkhabarkan saudaraku KH. Agus Sunyoto wafat. Sejarawan penulis buku “Atlas Wali Songo” yang tekun memberi pencerahan melalui tulisan maupun ceramah –termasuk dalam meluruskan sejarah– itu adalah seorang alim yang tawaduk dan ikhlas. Aku yakin beliau husnul khãtimah. InsyãAlläh. AskanahuLlãhu fasiiha jannatiH. Al- Fãtihah,”  tulis Gus Mus di beranda FB.

Status Gus Mus ini dikomentari sebanyak 905 komentar dan dibagikan oleh 667 akun.

Innã liLlãhi wainnã ilaiHi rãji’uun…
Pagi ini terima pesan WA dari @president_jancukers yang mengkhabarkan saudaraku…

Dikirim oleh Ahmad Mustofa Bisri pada Senin, 26 April 2021

Kartunis sekaligus pengurus Lesbumi Aji Prasetyo juga mengaku kehilangan sosok yang mengajaknya bergabung dalam kepengurusan Lesbumi. Agus Sunyoto, katanya, merupakan sosok yang terbuka dan berbaur bahkan diminta menjadi imam salat komunitas Syiah. “Ketua Umum Lesbumi PBNU diundang di acara diskusi oleh sebuah komunitas Syiah. Dan di akhir acara beliau diminta memimpin shalat dan kawan-kawan Syiah menjadi makmummya. Foto ini bener-bener bikin adem…,” tulis Aji.

Aji diajak menjadi mengurus Lesbumi NU setelah bedah buku karikartur yang dibuatnya di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya, 2010. “Ngapunten, Kyai. Apa tidak salah Njenengan mengajak saya? Sedangkan saya bukan muslim yang taat. Jarang beribadah, masih mau minum kalo ada yang ngajak.” Kyai Agus bertanya balik, “tapi masih merasa muslim, nggak?” Butuh beberapa detik untuk aku menjawab, “insyaallah masih, Kyai.”

“Ya sudah, itu cukup.” “Berikutnya Kyai Agus menjabarkan alasan Lesbumi merekrutku. NU sedang menghadapi gerakan Islam radikal dan ideologi transnasional yang berusaha menyerang budaya bangsa. Dibutuhkan gerakan budaya untuk melawan serangan ini, salah satunya dengan gerakan seni.

Kyai Agus Sunyoto adalah salah satu sejarawan Indonesia yang cukup diperhitungkan. Bukunya yang best seller antara lain Suluk Syaikh Abdul Jalil (kisah Syeh Siti Jenar), Santri Ndeso vs Wahabi Kota, Atlas Wali Sanga dll. Meskipun sudah terkenal, punya pesantren dan memimpin sebuah lembaga besar, kita biasa mendapati beliau di luaran tampil sangat sederhana. Salah satunya kupajang di postingan ini, saat Kyai Agus bersama Nyai boncengan motor berdua belanja buku di Togamas sambil mampir di kedaiku. Penampilannya tidak menampakkan kalau beliau orang besar,” ujar Aji dalam laman FB.

Aji menjelaskan KH Agus Sunyoto meninggal pukul 7.45 WIB. Pekan lalu, ia ambruk dan dibawa ke RS. “Beliau berpesan tidak perlu disebarkan beritanya. Cukup para pengurus inti saja yang tahu. Cuma kecapekan saja. Begitu cara beliau agar kami para pengikutnya tidak kepikiran.

Sugeng tindak, Romo Kyai. Kami kehilangan. Berpulanglah dengan tenang, kami yang masih di sini akan tetap mengemban amanah,” tulis Aji.

Salah satu foto yang kupajang di sini adalah saat KH Agus Sunyoto Ketua Umum Lesbumi PBNU diundang di acara diskusi oleh…

Dikirim oleh Aji Prasetyo pada Senin, 26 April 2021

 

“Jaman dulu kita tidak memakai kata “almarhum” untuk menyebut orang yang sudah meninggal. Istilah itu baru populer beberapa puluh tahun terakhir. Orang dulu biasa memakai kata “jenat” atau “suwargi”. Artinya sama, yaitu jannah atau surga. Berarti orang yang sudah meninggal itu diyakini telah berada di surga. Begitulah masyarakat kita dahulu. Selalu membawa aura positif dalam kehidupannya.” – KH Agus Sunyoto dalam sebuah tausyiah

Selain itu, lini masa juga dipenuhi foto dan video mengenai KH Agus Sunyoto. Termasuk saat bersama jamaah Emha Ainun Najib alias Cak Nun. “Ini profesornya segala sesuatu mengenai leluhur-leluhur kita. Wis takono opo ae. Daftar kabinet menteri Majapahit. Zaman majapahit pasal dan hukumnya apa?,” tanya

KH Agus Sunyoto menjawab, “Kutaramanawa dharmasastra. Ada 272 pasal dan 19 bidang yang dibahas. Dulu zaman majapahit, jika ada seorang peempuan digoda lelaki di tengah jalan dan perempuan itu menangis. Maka dikumpulkan saksi, kalau benar tangannya dipotong. Itu contoh ketegasan hukum. Tidak seperti sekarang, perempuan diperkosa hukuman setengah tahun. Sekarang kan hukum warisan Belanda”.

Sebelum Majapahit, kata Agus Sunyoto, juga sudah ada hukum di masa Singasahri namanya kitab Purwadigama Dharmasastra. Kitab tersebut menyempurnakan hukum Zaman Kalingga pada 648 masehi.

“Kita tidak ada kosakata takut dan kalah. Kita bangsa pemberani. Kosakata itu dari Melayu. Ngalah dari Walisongo, bukan kalah. Ngalah menuju gusti Allah, bukan kalah,” katanya.