
Terakota.id–Sekitar sepuluh penari berdiri dalam dua baris. Mereka memberikan salam hormat kepada Pangeran Chandrarupanto Patani Sri Tiworo, Muna, Sulawesi Tenggara, Tengku Pangeran Abdullah Ali Chandrarupa Wibowo dan Raja Tiworo, Omputo Sangia Sidamangura II La Ode Soleh Mangkauwany. Keduanya tengah duduk sebaris di sejumlah bangsawan lain dari berbagai daerah.
Usai memberi salam, mereka duduk bersimpuh. Dua orang menabuh rebana dan seorang lainnya menabung alat musik perkusi. Lantas, seorang lagi bersendandung menyanyikan pujian kepada Tuhan. Penari lainnya membungkuk dan melakukan gerak tubuh berirama. Tarian Zikir Hulu biasa dibawakan untuk menyambut tamu raja.
Sepintas mirip dengan tarian Saman dari Aceh. Para penari tak menggunakan pakaian khusus, mereka bercelana hitam dan berbaju putih. Mereka adalah mahasiswa asal Chandrarupanto Patani Sri Tiworo, Muna, Sulawesi Tenggara, yang tengah menempuh pendidikan di Malang. Tarian ini menjadi pembuka penganugerahan gelar kebangsawanan di Balai Desa Bakalan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Senin malam 27 Februari 2017.
“Biasanya mengenakan pakaian penari, warna-warni,” kata Pangeran Abdullah Ali Chandrarupa Wibowo. Tarian yang kental dengan tradisi Islami ini biasa menjadi tarian sakral dan pertunjukan tradisi. Tarian Zikir Hulu sengaja disajikan untuk menyambut para tamu undangan yang akan mendapat penghargaan gelar bangsawan.
Mereka terdiri dari pegiat seni, budaya, tokoh agama, pendidik dan pegiat sosial. Saat penganugerahan gelar bangsawan, para penerima gelar dipanggil satu persatu. Mereka menerima sertifikat gelar dari Pangeran Kepangeranan Chandrarupanto Patani Sri Tiworo, Tengku Pangeran Abdullah Ali Chandrarupa Wibowo dan Raja Tiworo, Omputo Sangia Sidamangura II La Ode Soleh Mangkauwany.
Selain itu juga dilakukan penganugerahan gelar antar bangsawan. Abdullah merupakan pimpinan Kerajaan Mempawah di Kalimantan Barat dan Kepangeranan Chandrarupanto Patani Sri Tiworo. Selain itu, dia adalah keturunan ketiga Kesultanan Pattani di Thailand Selatan.
Prosesi penganugerahan gelar bangsawan dilakukan secara sederhana dan swadaya. Abdullah mengaku memipin sendiri untuk menelusuri siapa saja yang berhak mendapat gelar bangsawan dari Kerajaannya. “Penghargaan gelar bangsawan ini untuk mengapresiasi dan memotivasi apa yang telah mereka lakukan,” kata Abdullah.
Dia mengaku terharu dengan pemulung dan tukang becak yang menyedekahkan penghasilannya. Sekitar 40 persen penghasilan disedekahkan. “Padahal kehidupannya pas-pasan,” katanya.
Stop Jual Beli Gelar Bangsawan

Upacara penganugerahan gelar dilakukan secara sederhana dan jauh dari pusat kota. Tujuannya untuk menangkal isu jual beli gelar bangsawan. Sekaligus mengenalkan budaya dan tradisi leluhur yang dijaga selama ini. Seperti pemberian gelar
kepada tukang becak dan pemulung yang selama ini jarang dilakukan.
Raja atau bangsawan, katanya, seharusnya tak eksklusif padahal raja seharusnya dekat dengan rakyat. Sengaja prosesi dilaukan di daerah pedesaan untuk mendekatkan diri dengan rakyat kebanyakan. “Fenomena banyak bermunculan raja palsu,” katanya.
Sementara selama ini di nusantara, kata Abdullah, sekitar 49 kerajaan yang masih eksis. Kerajaan tersebut memiliki tahta, istana dan kebudayaan tradisi. Seperti yang dilakukan di Kerajaannya, setiap tahun ada empat kali pertunjukan kesenian tradisi untuk mengucap syukur atas karunia dan kelimpahan hasil pertanian.
Abdullah menjelaskan gelar bangsawan lazim diberikan meliputi keturunan atau keluarga kerajaan, gelar yang diberikan kepada orang yang bekerja di istana, dan gelar kehormatan setelah diangkat menjadi keluarga.
Selama ini, katanya, bermunculan isu jual beli gelar. Bahkan dia sempat diminta seseorang untuk menobatkannya menjadi raja dengan iming-iming uang tertentu. Namun, dia menolak dan menggelar prosesi pemberian gelar secara sederhana.
Penganugerahan gelar nyaris batal dan tertunda beberapa jam lantaran. Abdullah menuding ada pihak yang sengaja melakukan sabotase untuk menggagalkan acara yang dilakukan secara swadaya tersebut. “Sebelumnya dia meminta saya mengukuhkan sebagai raja dengan membayar. Dia melakukan sabotase,” katanya.
Sejumlah warga Malang yang mendapat gelar tak menyangka aktivitasnya mendapat apresiasi. Rizki seorang pegiat sosial mengaku melakukan kegiatan sosial untuk masyarakat tanpa ada tendensi apapu. Termasuk gelar kebangsawanan. “Pangeran Abdullah sempat ikut kegiatan kami,” katanya.
Penganugerahan Gelar antar Bangsawan

Selain itu juga dilakukan penganugerahan gelar antar bangsawan. Abdullah merupakan pimpinan Kerajaan Mempawah di Kalimantan Barat dan Kepangeranan Chandrarupanto Patani Sri Tiworo. Selain itu, dia adalah keturuna ketiga Kesultanan Pattani di Thailand Selatan.
Hadir sebagai saksi sejumlah bangsawan antara lain Raja Laiwoi (Kendari) Irwan Tekaka Sao Sao, Pangeran Puro Pakualaman Yogyakarta KPH. Rhiendra Jais Wiroyudo, Sultan Buton, Raja Tondong Ambon Dalle, dan Pangeran Kesultanan Sintang Muda Mudi Abdi Nurhalim Mawardi.
Pertukaran gelar bangsawan dilakukan secara tertutup. Tempat dan waktu pertukaran gelar dirahasiakan. Raja Tiworo, Omputo Sangia Sidamangura II La Ode Soleh Mangkauwany menjelaskan jika pertukaran gelar dilakukan untuk menjalin persahatan antar kerajaan.
“Jangan ada sekat. Tukar menukar gelar untuk mempererat hubungan,” katanya. Kerajaan Timoro di Sulawesi Tenggara dengan Patani di Thailand Selatan pada masa lalu memiliki ikatan dan hubungan baik. Selain itu, juga memiliki akar budaya yang sama.
“Tarian tadi juga ada di Kerajaan Timoro. Namanya Tarian Penghormatan,” katanya.

Jalan, baca dan makan