Umat Tridharma melaksanakan upacara keagamaan Sang Sien di klenteng Eng An Kiong Malang, Jawa Timur 29 Januari 2019. Terakota.id/ Aris Hidayat
Iklan terakota

Terakota.idPerayaan Imlek tak lepas dari kegiatan sembahyang Thian, yang ditujukan kepada Tuhan. Juga sembahyang kepada dewa dan persembahan kepada para leluhur bagi penganut Konghucu. Etnik Tionghoa percaya sembahyang menjadi salah satu cara mengungkapkan rasa terima kasih dan harapan kepada Tuhan, orang tua dan leluhur.

Tradisi agama Konghucu menjadi akar ritual sembahyang etnik Tionghoa. Setiap perjalanan kehidupan etnik . Merayakan Tahun Baru Imlek, sembahyang mereka jalankan 15 hari. Syaiful Anwar Bahry dalam laporan ilmiah berjudul Imlek, Tradisi dan Kepercayaan, menulis Tahun Baru Imlek bagi etnik Tionghoa diperingati sebagai perayaan menyambut datangnya musim baru. “Diharapkan memberikan kebaikan dalam kehidupan di masa depan,” tulis Syaiful.

Penduduk Tiongkok mata pencaharian utama penduduk dari sektor agraris. Imlek merayakan panen dan penanda musim tanam. Dipanjatkan doa dan harapan pertanian di musim mendatang hasilnya bagus dan memuaskan.  Terjadi sedikit pergeseran perayaan Imlek di Indonesia. Perayaan Implek tak lagi dilaksanakan sempurna 15 hari. Perkembangan zaman menjadi salah satu penyebab generasi muda berganti keyakinan tentang kepraktisan dan praktik mistis dalam ritual sembahyang Imlek.

Etnik Tionghoa di perantauan menganggap Tahun Baru Imlek sebagai ajang silaturahmi, penguat keakraban anggota keluarga. Sembahyang bersama dilaksanakan bersamaan makan bersama. Sebagai pelengkap turut ditampilkan atraksi barongsai dan Liang-liong. Penampilan kesenian Tionghoa ini ditujukan menghalau pengaruh jahat arwah yang akan mengganggu sembahyang bersama keluarga.

toleransi-dalam-sepiring-lontong-cap-go-meh
Umat Konghucu menunaikan ibadah 15 hari setelah tahun baru Imlek. (Terakota/Eko Widianto).

Penanggalan Imlek dimulai sejak masa pemerintahan Dinasti Huang-Ti Yu pada 2698 sampai 2598 Sebelum Masehi. Dinasti Huang-Ti Yu atau dikenal juga dengan Raja Kuning, seorang ahli astronomi atau perbintangan menganggap penanggalan Imlek yang berdasar perhitungan bulan mengelilingi bumi cocok dengan kehidupan masyarakat Tiongkok kala itu.

Sistem penanggalan Imlek menandai waktu musim panen dan tanam. Musim tanam biasa dilakukan tanggal 15 bulan 1 Imlek. Musim panen tanggal 15 bulan 10 Imlek. Imlek menjadi momen perayaan rasa syukur dan harapan panen selanjutnya bisa lebih baik.

Dalam dialek bahasa Hokkian, kata Imlek bermakna “penanggalan bulan”. Sedangkan dalam bahasa Mandarin Imlek disebut Chunjie artinya “perayaan musim semi”. Ditilik dari sejarahnya, hari Raya Imlek menjadi ajang perayaan datangnya musim semi, perayaan panen, hari raya keagamaan dan puncak ritual agama.

Perayaan Imlek dari Masa ke Masa

Etnik Tionghoa perantau di Indonesia merayakan tahun baru Imlek sejak masa pemerintah kolonialisme Belanda. Perbedaan musim di Tiongkok dan Indonesia mengubah tradisi perayaan Imlek. Mayoritas penganut agama Konghucu etnik Tionghoa merayakan Imlek dengan semarak.

Pada kepemimpinan Presiden Soekarno, etnik Tionghoa dibebasan berkegiatan keagamaan. Digelar acara pasar malam di daerah Pancoran. Berbagai perlengkapan perayaan Tahun baru dijual , mulai pernak-pernik hiasan rumah hingga makanan. Puncak perayaan Imlek, capgomeh, hari ke lima belas Imlek. Penduduk Jakarta Tionghoa ataupun bukan berkumpul di daerah Glodok, merayakan Imlek.

Pada masa kepemimpinan Soeharto, etnik Tionghoa banyak dibatasi peraturan-peraturan yang diskriminatif. Beredar anggapan orang Tionghoa beraliran komunis. Sentimen anti Tionghoa ini turut mempengaruhi kebebasan peribadatan agama. Kebijakan penghapusan agama Konghucu karena dianggap anggama beraliran sesat, melakukan penghormatan kepada leluhur.

Instruksi Presiden No 14/1967 tentang Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina melarang upacara agama, kepercayaan dan adat Tionghoa digelar terbuka di area publik. Kegiatan keagamaan diperbolehkan di ruang tertutup dan sesama kerabat Tionghoa.

Pemerintah mengeluarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (SE Mendagri) Nomor 477 tahun 1978. Surat Edaran melarang etnik Tionghoa beragama Konghucu mencatatkan data perkawinan mereka. Dampaknya banyak orang Tionghoa beralih agama sesuai dengan yang diakui Indonesia.

seni-bela-diri-dan-tradisi-tionghoa-meriahkan-perayaan-imlek
Seni barongsai turut memeriahkan perayaan Tahun Baru Imlek di pusat perbelanjaan. (Terakota/Mochamad Farabi Wardana).

“Perlakuan diskriminatif yang diterima orang Tionghoa terkait kebebasan menjalankan tradisi berlangsung kurang lebih 30 tahun. Umat Konghucu yang melawan pemerintah akan dihukum dan diasingkan, dianggap pemberontak, “ tulis Syaiful Anwar Bahry.

Masa reformasi membuka keran kebebasan kehidupan etnik Tionghoa di Indonesia. Lahirnya partai dan organisasi beranggoatan orang Tionghoa menyumbang perkembangan penerimaan agama Konghucu di Indonesia. Matakin (majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia) salah satunya. Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur) mengakui keberadaan etnik Tionghoa.

“Gus Dur mengungkapkan etnik Tionghoa adalah warga negara Indonesa, bagian tak terpisahkan dari keberadaan bangsa Indonesia, “ tulis Syaiful Anwar Bahry. Pengakuan tersebut diperkuat dengan dikeluarkannya keputusan Menteri Agama No 13 tahun 2001 tentang penetapan Imlek sebagai hari libur fluktuatif, libur bagi umat yang merayakan.

Matakin menetapkan perayaan Tahun Baru Imlek sebagai puncak ritual agana Konghucu. Bagi orang Tionghoa penganut agama lain dibebaskan ikut merayakan Imlek sebagai pelestarian tradisi. Sedangkan saat Presiden Megawati, Imlek semakin mendapat pengakuan dengan adanya keputusan presiden yang menetapkan mulai 2003 Imlek sebagai hari libur nasional.