
Terakota.id—Hiruk pikuk tentang pentingnya sejarah dalam kehidupan yang seminggu terakhir mewarnai media sosial yang dipicu oleh draf Sosialisasi Penyederhanaan Kurikulum cukup menarik untuk diperhatikan. Saat kesadaran sejarah, rasa hayat sejarah tidak menjadi arus utama dalam kehidupan abad XXI, ternyata masih ada yang peduli dengan sejarah.
Mereka yang bangga dengan masa kini dan merasa optimis dengan masa depan seolah dapat meninggalkan masa lampau. Sejarah seolah dapat ditinggalkan dan ditanggalkan. Kesuksesan hari ini dan masa depan tidak terkait dan dipengaruhi oleh sejarah masa lalu.
Bahkan bagi mereka yang asyik dan bangga dengan yang kini dan disini, masa lalu dan masa depan tidak penting. Masa lalu dan masa depan tidak perlu diperhatikan. Kita konsentrasi saja pada apa yang kini kita alami dan hadapi. Biarlah masa lalu berlalu. Biarlah masa depan datang tanpa diundang.
Memang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang luar biasa mempercepat transformasi dan distribusi informasi, jasa dan manusia semakin cepat dan massif. Tiga T (telekomunikasi, transportasi dan tourism) membuat proses perubahan berjalan “tunggang langgang”. Manusia seolah tidak memiliki kesempatan untuk istirahat dan merenung terhadap hidup yang dijalani. Siapa diriku, dari mana asalku dan akan kemana arah hidupku tidak sempat melintas dalam kesadaran diri.
Banyak manusia yang kemudian beranggapan tanpa sejarah aku bisa hidup. Tanpa sejarah aku bisa makan. Tanpa sejarah aku bisa berhasil. Sekilas pendapat tersebut terlihat benar. Ada orang yang mengabaikan sejarah ternyata bisa jadi orang kaya.
Inilah yang membedakan kehidupan manusia dengan kehidupan mahkluk lain. Hidup manusia bukan sekedar untuk makan dan minum. Makan dan minum memang sangat diperlukan kalau kita ingin tetap hidup. Tetapi makan dan minum bukan tujuan hidup.
Manusia dengan akal budinya menjalani hidup tidak sekedar untuk hidup tetapi juga menghidupkan potensi yang ada dalam diri dan lingkungannya. Dan proses “menghidupkan” kehidupannya manusia memerlukan pijakan atau basis sekaligus orientasi masa depan. Basis nilai nilai kehidupan dapat digali dari peristiwa yang pernah terjadi dan atau dilalui karena realitas yang kini dialami dan dijalani adalah produk sejarah.
Eksistensi keindonesiaan yang kini ada dan kita alami bersama merupakan produk sejarah bangsa Indonesia yang terus berusaha merawat dan merajut keberagaman dalam tali persaudaraan kebangsaan dan kemanusiaan. Suatu konsep keindonesiaan yang kedua kakinya tidak hanya berdiri dalam realitas tetapi juga melangkah untuk melakukan “realisasi” cita cita luhur yang menjadi tanggungjawabnya.
Keindonesiaan bukan sekedar apa yang ada tetapi juga apa yang seharusnya mengada sesuai dengan harapan. Kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan hingga kesewenang wenangan di masa lampau dan sebagian masih terjadi di saat ini tidak boleh dibiarkan terjadi. Dalam pemahaman sejarah inilah manusia merasakan adanya tanggungjawab.
Kesadaran sejarah menyadarkan manusia akan masa kini yang dibentuk masa lalu bukan realitas yang statis dan sudah berhenti. Sejarah terus berproses. Realitas terus dan sedang bekerja menuju masa depan. Gambaran akan masa depan, cita cita ideal, utopia, akan menentukan cara pandang masa kini dan masa lalu.
Penjelasan tersebut pernah ditegaskan oleh Soedjatmoko dalam Seminar Sejarah tgl 14 Desember 1957 bahwa “Pandangan kita mengenai sejarah, mempunyai pengaruh yang tegas atas penghadapan bangsa Indonesia pada hari depannya dan dengan demikian, atas nasib bangsa dan negara kita”.
Eksistensi keindonesiaan tidak bisa dipisahkan dari sejarah. Memajukan peradaban Indonesia adalah bagian dari tanggung jawab sejarah. Jangan tinggalkan dan tanggalkan sejarah dari arus utama kebangsaan dan kenegaraan agar tidak kehilangan pijakan sekaligus orientasi masa depan.
Padahal di tahun 1930 dalam pledoinya, “Indonesia Menggugat” telah menegaskan cara untuk menyuburkan nasionalisme, yaitu; Pertama, kami menunjukkan pada rakyat, bahwa ia punya hari dulu, adalah hari dulu yang indah. Kedua, kami menambah keinsyafan rakyat, bahwa ia punya hari sekarang, adalah hari sekarang yang gelap. Ketiga, kami memperlihatkan kepada rakyat sinarnya hari kemudian yang berseri seri dan terang cuaca beserta cara caranya mendatangkan hari kemudian yang penuh dengan janji janji itu.
Memahami sejarah itu fundamental untuk menyadarkan akan tanggungjawab masa depan bangsa. Generasi muda tidak punya pilihan lain kecuali memahami sejarah Indonesia dan dunia kalau masih ingin disebut “generasi penerus bangsa”. Sebaliknya tanpa pemahaman dan rasa tanggungjawab sejarah bangsa dan kemanusiaan, generasi muda justru bisa menjadi generasi penggerus dan penjerumus bangsa.
Tidak ada orang yang bisa melarikan diri dari sejarah walaupun banyak orang yang tidak bisa belajar dari sejarah.

Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan Guru Besar Sejarah Politik Universitas Negeri Malang