Saridin membuktikan bahwa di setiap air pasti ada ikan. Pentas Kethoprak Sri Kencono Saridin Andum Waris, November 2017. (Foto : Sukarjo Waluyo).
Iklan terakota

Terakota.id–Masyarakat Pati dan sekitarnya mengenal sosok Saridin sebagai seorang yang nyeleneh dan suka berbuat seenaknya sendiri. Namun, ia juga dikenal sebagai seorang yang sakti dan seringkali menerobos logika umum untuk mengungkapkan kebenaran dan keadilan. Tokoh Saridin pada akhirnya nanti dikenal juga sebagai Syekh Jangkung, sebutan bagi sosok yang pernah dikenal sebagai penjahat dan suka menabrak aturan dan hukum yang berlaku saat itu.

Sebagaimana yang dikisahkan dalam pementasan Kethoprak Sri Kencono, tanggal 14 November 2017 di Ngrejeng, Gabus, Kabupaten Grobogan, Saridin ditampilkan memiliki tabiat yang berbeda dengan orang kebanyakan, tingkahnya konyol dan memiliki keputusan yang seringkali aneh.

Pementasan kethoprak dengan tokoh utama Saridin berkisah seorang pemuda desa lugu dan bersahaja yang bernama Saridin yang bersamaan dengan era Walisongo. Di daerah Pati, tersebutlah seorang sosok yang cukup melegenda dalam cerita tutur dan selanjutnya banyak dipentaskan dalam kesenian kethoprak Pati (pesisiran). Seorang tokoh yang lugu dan cenderung konyol sehingga seringkali tak menyadari lagi akan kesaktian dirinya.

Saridin mendapatkan hukuman dari Syekh Malaya untuk bertapa di atas Laut Jawa. Pentas Kethoprak Sri Kencono Saridin Andum Waris, November 2017. (Foto : Sukarjo Waluyo).

Ia pernah membunuh Branjung yang tak lain adalah kakak ipar Saridin, seorang yang cukup kaya di desanya (Desa Miyono). Namun, Branjung adalah seorang yang memiliki sifat kurang baik. Tak lama kemudian, terjadilah geger di desa Saridin tentang kematian seorang pencuri durian yang tak lain adalah Branjung. Ia membela diri dengan santai bahwa ia tidak membunuh kakaknya yang semalam mencuri durian, melainkan membunuh seorang harimau. Yang dibunuhnya adalah seekor harimau meski kakaknyalah yang semalam menyamar menjadi seekor harimau untuk mencuri durian.

Saat di penjara, dengan kesaktiannya yang seringkali tak disadarinya, Saridin bisa keluar dari tahanan dan pulang ke rumahnya. Satu keanehan karena tahanan sudah dijaga ketat oleh para penjaga dan beberapa pintu juga sudah dalam keadaan terkunci. Para petugas menjadi sangat heran karena Saridin sendiri tampak tidak menyalahi aturan dan hukum yang ada di tahanan. Hal ini membuat sang adipati menjadi marah besar. Ia pun kemudian meyuruh penjaga untuk menghukum Saridin dengan hukuman gantung hingga mati.

Dengan kesaktiannya yang tak disadarinya, Saridin bisa keluar dari hukuman gantung. Satu keanehan karena yang tergantung pada tali justru sang kepala desa. Para petugas dan sang adipati pun menjadi sangat heran. Hal ini membuat sang adipati kembali marah besar. Ia pun kemudian meyuruh penjaga untuk menghukum Saridin dengan hukuman paksa dimasukkan dalam peti yang  tertutup rapat.

Dengan kesaktiannya yang tak disadarinya, lagi-lagi Saridin bisa keluar dari hukumannya. Satu keanehan lagi karena yang berada dalam peti malahan sang kepala desa. Para petugas dan sang adipati pun menjadi sangat heran. Hal ini membuat sang adipati marah besar. Lagi-lagi martabatnya sebagai penguasa serasa dihinakan oleh Saridin. Ia pun kemudian meyuruh penjaga dan rakyatnya untuk mengerubut Saridin. Saridin pun pada akhirnya dikisahkan bisa lolos dan melarikan diri ke arah Kudus.

Saridin diusir oleh Sunan Kudus dari Panti Kudus. Pentas Kethoprak Sri Kencono Saridin Andum Waris, November 2017. (Foto : Sukarjo Waluyo).

Sesampai di Kudus, Saridin dikisahkan sempat berguru di Panti Kudus yang diajar oleh seorang guru sangat berwibawa di daerah pesisir, Sunan Kudus. Saat Sunan Kudus menyuruh Saridin bersyahadat, para santri memandangnya dengan pandangan yang meremehkan. Saridin justru lari dan memanjat sebuah pohon kelapa dan tanpa merasa ragu sedikit pun meluncur dengan menaiki sebuah dahannya dan bisa selamat sampai ke tanah tanpa terluka sedikit pun.

Sunan Kudus pun akhirnya menjelaskan kepada para santri bahwa Saridin tidak saja mengucapkan kalimat syahadat, tetapi seluruh dirinya sudah bersyahadat dengan menyerahkan seluruh keselamatan pada yang Dzat yang Mahakuasa. Jika syahadat hanya sekadar diucapkan, anak kecil juga banyak yang bisa mengucapkan.

Selama beberapa waktu di Panti Kudus, Saridin masih saja dilecehkan oleh para santri yang lain. Saat diberi tugas untuk mengisi bak air wudlu, Saridin tidak dipinjami ember. Saridin akhirnya mengisi bak air wudlu dengan menggunakan keranjang hingga bak air wudlu terisi penuh. Pada saat yang lain, saat berdebat dengan sesama santri, Saridin mengatakan bahwa setiap air pasti ada ikannya.

Hal ini saat ditanya oleh seorang murid yang heran karena Saridin membawa banyak ikan ketika menguras comberan dari sisa tempat air wudlu. Hal ini juga sama terjadi saat santri mencoba memecahkan sebuah kendi tempat air minum. Hal aneh tersebut sampai pada telinga Sunan Kudus dan meminta seorang santrinya untuk memecah sebuah kelapa yang juga ternyata ada ikannya. Sunan Kudus marah dan meminta Saridin untuk tidak menginjakkan kakinya di Panti Kudus lagi.

Saridin diusir oleh Sunan Kudus dari Panti Kudus. Pentas Kethoprak Sri Kencono Saridin Andum Waris, November 2017. (Foto : Sukarjo Waluyo).

Bukan Saridin jika tidak bertingkah aneh dan berulah kembali. Bukannya pergi dari Panti Kudus, Saridin justru berubah menjadi kecil dan tinggal pada sebuah kakus (WC) yang kemudian menghebohkan seisi Panti Kudus. Alasan Saridin, tidak berdiri di atas tanah, melainkan berdiri di atas tinja dan memainkan bunga kantil pada bagian pribadi Nyai Sunan.

Untuk menjaga kewibawaan Panti Kudus, Sunan Kudus manganggap Saridin sudah berbuat salah dan pantas dihukum. Sang Sunan pun memerintahkan para santri untuk mengusir Saridin dari Panti Kudus dan meminta para santri untuk memastikan Saridin sudah pergi meninggalkan pesantrennya.

Saridin diusir oleh Sunan Kudus dari Panti Kudus. Pentas Kethoprak Sri Kencono Saridin Andum Waris, November 2017. (Foto : Sukarjo Waluyo).

Bukan Saridin jika tidak bertingkah aneh dan konyol kembali. Ketika dalam pelariannya dari Panti Kudus, ia minum legen sampai habis pada seorang penjual legen keliling. Ketika sudah selesai minum, ia pergi begitu saja dan tak sudi membayar dengan alasan dia ditawari minum saat haus dan tak memiliki uang.  Saat terjadi cekcok, ia memasukkan sampah pada wadah minuman sang penjual legen.

Dengan perasaan sedih dan sakit hati, sang penjual legen pulang ke rumah dan diterima dengan kemarahan sang istri yang meminta cerai karena masalah kesulitan ekonomi. Alangkah terkejutnya  keluarga tersebut, suami dan istri penjual legen justru menemukan sampah yang sudah berubah menjadi emas. Perceraian keluarga tersebut pu  urung terjadi.

Saridin meminta dua buah kelapa pada penjual legen. Pentas Kethoprak Sri Kencono Saridin Andum Waris, November 2017. (Foto Sukarjo Waluyo).

Sementara itu, dalam perjalanan pergi terusir dan menjadi buronan, Saridin merasa sedih, bingung, dan sangat menyesali perbuatannya. Ia telah berbuat pamer dan jumawa yang membuat Sunan Kudus marah besar. Di tengah kebingungannya, Saridin bertemu suara tanpa wujud yang disebutnya sebagai guru sejati Syekh Malaya yang tak lain adalah Sunan Kalijaga. Saridin diperintahkan oleh suara tersebut untuk bertapa dalam rangka menebus kesalahannya di tengah Laut Jawa dengan bekal dua buah kelapa sebagai pelampung. Saridin sendiri juga dikisahkan sebagai orang yang tak bisa berenang di atas air.

Ia tidak diperbolehkan makan jika tak ada makanan yang datang dan tak boleh minum jika tak ada air yang turun. Pada akhirnya nanti, Saridin sampailah pada sebuah daerah asing yang bernama Palembang. Selanjutnya kisah tokoh Saridin dalam kethoprak Pati sampailah pada lakon kethoprak baru nantinya dengan lakon Geger Palembang. Pada akhirnya, Saridin nantinya dikenal juga dengan sebutan Syekh Jangkung yang tinggal hingga wafat di Desa Landoh, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati.

Makam Syekh Jangkung sekarang ini lebih dikenal sebagai objek wisata religi yang banyak dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai daerah, teritama pada malam Jumat Kliwon dan Jumat Legi. Syekh Jangkung dikenal juga sebagai murid dari Sunan Kalijaga. Upacara khol bisa dilaksanakan setiap tahunnya pada bulan Rajab tanggal 14-15 dalam rangka penggantian kelambu makam.