
Reporter : Ahmad Iksan
Terakota.id–Sebuah rumah bergaya arsitektur indische terlihat kokoh, berdiri tegak melintasi masa. Rumah terletak di Jalan Anjasmara Nomor 25 Kota Malang ini berdiri sejak 1933. Merupakan bagian dari rumah hunian yang dibangun di kawasan Idjen Boulevard sekarang Jalan Ijen. Kawasan didesain arsitektur Belanda Herman Thomas Karsten.
Karsten mendesain Kota Malang sebagai kawasan dengan konsep lingkungan garden city. Dilengkapi dengan sejumlah taman di sudut permukiman. Desain rumah menggunakan pendekatan tradisional di Jawa, meski tetap mengikuti gaya arsitektur modern. Serta menyesuaikan iklim tropis sehingga desain bangunan rumah berdinding dan tiang tinggi yang memungkinkan angin masuk melalui celah atap.
Rumah yang dikenal dengan Anjasmara 25 ini dihuni selama tiga generasi. Pemilik rumah pasangan suami istri Paulus Irawan Prajitno dan Ratna Shanty Indrasari. Ratna mengaku mewarisi rumah itu secara turun temurun dari kakeknya Slamet. Seorang dokter hewan yang bekerja di Kotapraja Malang.
“Rumah ini dimiliki keluarga besar kakek saya (Slamet) sejak 1935,” kata Ratna. Slamet bisa memiliki rumah karena bekerja kepada pemerintah Kotapraja Malang. Slamet tinggal bersama istrinya Winarti beserta anak-anaknya di rumah tersebut.
“Membeli dengan cara mencicil,” ujarnya. Sampai saat in Ratna dan Paulus tetap mempertahankan keaslian arsitektur rumah yang diwarisi dari kakeknya. Meski telah ditinggali tiga generasi tak banyak kerusakan yang berarti. Sehingga Ratna tetap menjaga keaslian bangunan tersebut.
“Hanya ada bangunan tambahan di samping, dulu teras. Ditambah dua bilik kamar untuk kamar kos pada 1970. Sekarang menjadi gudang,” kata Paulus. Pada masa pendudukan Jepang, rumah dipinjam sebagai rumah tahanan bagi Belanda yang tak kembali ke Negara asal. Slamet dan keluarga mengungsi ke Jalan Ijen Nomor 37. Saat terjadi Agresi Militer Belanda mereka mengungsi ke Kepanjen.
Sekarang bangunan samping digunakan tempat usaha jasa pengiriman barang. Sampai saat ini keluarga Paulus dan Ratna tetap mempertahankan bangunan tanpa mengubah desain utama rumah tersebut. Rumah Anjasmoro merupakan bangunan kolonial yang tersisa dan bertahan sampai kini.
Selebihnya bangunan rumah berubah dengan desain dan arsitektur modern. Rumah Anjasmoro terinpirasi nama Gunung Anjasmara yang terletak di sisi barat Kota Malang. Rumah yang berada di sini dibangun untuk keperluan hunian. Terutama tempat persitirahatan orang Belanda yang bekerja di kawasan perkebunan di Malang, Pasuruan dan Surabaya. Sehingga Malang cocok digunakan melepas penat para pekerja Belanda.
Kota Malang dipilih sebagai tempat peristirahatan karena sejuk dan memiliki sarana penunjang. Berupa transportasi kereta api yang menghubungkan dengan kawasan Pasuruan dan Surabaya. Stasiun Kota Lama menjadi salah satu akses untuk penumpang naik dan turun di Kota Malang.

Pemandangan alam yang disuguhkan berupa hamparan jajaran Gunung Anjasmara, Kawi, Arjuna, Bromo, dan Semeru menjadi daya Tarik tersendiri. Selain itu juga menginspirasi Karsten menamai kawasan permukiman itu dengan nama Gunung. Permukiman ditata arapi dan bersih. Pada 1935 jumlah penduduk Kota Malang sekitar 94 ribu jiwa.
Perencanaan tata Kota di Kotapraja Malang diproyeksikan untuk 25 tahun ke depan. Sehingga desain dan tata kota dipertahankan sampai 1960. Pada masa Hindia Belanda, kawasan ini disebut Bergenbuurt atau kawasan jalan gunung-gunung. Merupakan permukiman elite yang dihuni etnis Belanda dan warga Eropa lainnya.
Bahkan, kawasan ini merupakan kota mandiri. Ditunjang dengan beragam fasilitas yang penunjang mulai Gereja Katedral Ijen untuk beribadah, sekolah, Pasar Oro Oro Dowo sebagai pusat perdagangan dan lapangan pacuan kuda sebagai tempat hiburan. Kini, kawasan lapangan pacuan kuda diperkirakan berada di sekitar bangunan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Malang.

Merawat Tradisi Menebar Inspirasi