
Oleh : Muhammad Nashir
Beberapa bulan ini suasana riuh namun sepi, juga suara sepi yang bergemuruh melanda sebuah Lembaga tempat berkumpul, berapresiasi dan saling memberi informasi antar seniman yang bernama DKM (Dewan Kesenian Malang). Begitu banyak dan gaduhnya suara-suara sumbang itu meluncur deras “DKM telah mati”, “DKM sudah beralih fungsi”, “Kemana tuh pengurus DKM”, “DKM kok jadi seperti kuburan”, “Bubarkan saja DKM kalau nggak bisa jalan” dan masih banyak dan beragam lagi umpatan dan teriakan-teriakan tentang ketidak puasan terhadap kinerja lembaga DKM selama ini. Apakah kondisi yang di anggap sepi atau stagnan ini berjalan pada saat kepengurusan ini saja? Saya jawab tidak.
Mari kita mengingat apa yang sudah di lakukan oleh pengurus lembaga ini setidaknya kita telusuri dengan teliti hingga 12thn yang lalu. Adakah program-programnya sudah di realisasikan? Bahkan, jangan-jangan tidak ada program apapun, yang ada hanyalah kegiatan event semata yang semuanya berjalan dengan sangat temporer sekali dan sangat tidak terstruktur. Tidak ada program dan kontinuitas dari masing-masing divisi kesenian.
Selama ini perspektif umum yang bisa kita baca atau sering kita dengar hanyalah “Bagaimana meramaikan pelataran DKM agar tidak terlihat sepi”, tidak ada satupun dalam obrolan-obrolan yang menuju pada kinerja yang terProgram, yg menuju pada proses pelaksanaan Fungsi, Visi, Misi DKM.
Sehingga kegiatan yang sangat temporer dan yang penting bisa mengumpulkan orang di pelataran itu menjadi sesuatu yg wajar, bahkan sebagian menganggap itu sudah cukup baik, sehingga lama kelamaan yang terjadi adalah stagnasi yang tidak bisa kita hindari mungkin juga sangat tidak di sadari.
Masyarakat seniman harusnya mulai belajar dan mendiskusikan tentang program apa yang seharusnya di jalankan oleh Lembaga DKM berdasarkan Fungsi, Visi dan Misi nya karena keterlibatannya dalam proses membangun Kesenian dan Kebudayaan di Kota Malang, selanjutnya masyarakat seniman harusnya menuntut dirinya sendiri agar kian menjadi lebih dewasa dalam menyikapi kondisi dan persoalan yang ada.
Dan yang gak kalah penting adalah bahwa masyarakat seniman harusnya menuntut untuk lebih banyak melibatkan para pemikir kebudayaan yang ada di Kota Malang ini sebagai bagian penting dalam pembangunan Kesenian dan Kebudayaan, agar lebih jelas arah pergerakan Lembaga DKM, pada sisi yang lain masyarakat seniman seyogyanya juga mulai berpikir untuk mencari cara bagaimana
Masyarakat umum bisa lebih mudah untuk mengenali juga menyukai kesenian, mereka tidak boleh lagi hanya sekedar memikirkan dirinya sendiri dengan alasan berkarya, bukankah hasil dari karya para seniman harusnya di beli oleh masyarakat? Bagaimana mungkin masyarakat akan mengapresiasi dan membeli karya seni, jika mereka jauh dari pengenalan kesenian itu sendiri? Jauh dari mengenal apa dan siapa seniman itu sendiri?
Keterbukaan sikap dan pikiran dari semua pihak sangatlah penting untuk bisa mengembalikan lagi kekuatan dan kemampuan lembaga DKM. Mari kita melepas semua kejadian yang sudah terjadi ini dengan lapang dada, dan bersama-sama kita memikirkan kerangka baru aturan dan tata kelola Lembaga DKM yang lebih detail dan lebih bisa mengapresiasi fakta perkembangan Sosial Budaya yang sedang dan akan terjadi.

Merawat Tradisi Menebar Inspirasi