
Terakota.ID—Ratu Keroncong, Waldjinah tiba di Museum Musik Indonesia (MMI) Jalan Nusakambangan Kota Malang disambut dengan alunan merdu lagu keroncong. Menggema memenuhi semua sudut ruangan yang dipenuhi piringan hitam, kaset, majalah, instrumen musik dan kostum musisi.
“Lho, iku suaraku (lho, itu suara saya),” kata Waldjinah disambut gelak tawa keluarga dan pengurus MMI yang menemaninya melawat ke Malang, Selasa 1 Maret 2022. Duduk di atas kursi roda, Waldjinah disuguhi aneka jenis koleksi piringan hitam dan kaset yang tersimpan di MMI.
“Ini saya umur 24 tahun,” katanya sembari menunjuk sebuah piringan hitam dengan sampul foto dirinya. Waldjinah mengaku selama berkarir sebagai penyanyi keroncong telah merekam sebanyak 1.760 lagu. Rekaman pertama pada 1959 di Lokananta, Solo dengan album Kembang Katjang pada 1959.
“Saat itu umur 12 tahun. SMP. Sebanyak 200-an lagu direkam dalam piringan hitam,” ujarnya. Lagu Walang Kekek menjadi lagu yang paling hits, diproduksi pada 1969. Rekaman dilangsungkan di sutido rekaman Elshinta, Jakarta. Lantas diedar di Singapura, kemudian di Indonesia.

“Tetap mencintai keroncong. Latihan keroncong lagi. Berhenti lima tahun, sejak sakit. Tahun depan akan diluncurkan bareng dengan batik,” katanya.
Sejak dua tahun terakhir, Waldjinah juga membuka galeri batik Wayang Kekek di Solo. Sebuah galeri untuk melestarikan batik yang berasal dari kain batik koleksinya. Sebanyak 500 pola batik, katanya, yang tidak ditemukan di tempat lain. Pola langka.“Saya sejak kecil juga membatik,” katanya.
Kain batik tersebut, merupakan koleksi pribadi Waldjinah yang dibeli dan dikenakan saat melakukan lawatan keluar negeri atau pentas bernyanyi keroncong. Menantu Waldjinah, Menil Ester menjelaskan jika kain batik tersebut merupakan koleksi langka.
“Saat tampil, Ibu selalu mengenakan kebaya dan kain batik dengan rambut disanggul. Penampilan Ibu mewakili budaya Indonesia,” katanya. Pola kain batik koleksi Waldjinah, katanya, kaya dengan motif. Ada motif akulturasi budaya Eropa, Thailand dan Jepang.
Galeri Batik digagas sejak 2016, usai dilangsungkan tribute 60 tahun Waldjinah berkarya. Saat itu, katanya, Presiden Joko Widodo mengapresiasi dan meminta agar tetap konsisten melestarikan budaya Nusantara. “Baru dua tahun kemudian bisa wujudkan galeri batik Wayang Kekek,” ujarnya.

Lantas, dari pola yang ada Ester hanya mampu mengerjakan tiga lembar kain batik setahun. Galeri batik penting, ujar Ester, berasal dari keluarga perajin batik. Bahkan kakaknya mengajarkan batik di Amerika Serikat. “Ada orang asing yang sempat menawar kain batik koleksi Ibu, tapi ditolak,” ujarnya.
Anggota DPR Komisi V Muhamamd Toha yang mendampingi Waldjinah menjelaskan jika koleksi album Waldjinah tidak lengkap. Lantaran, sebagian telah dimiliki orang lain. “Ada yang data, terus diminta. Ibu Waldjinah menyerahkannya,” katanya.
Untuk itu, ia meminta jika ada pihak yang masih menyimpan dan mengoleksi album berbentuk piringan hitam atau kaset supaya diserahkan secara sukarela. Agar bisa tersimpan dan menjadi warisan bagi generasi mendatang. “Atau diserahkan ke MMI agar lebih bermanfaat,” katanya.
Ketua MMI Hengki Herwanto menjelaskan koleksi MMI sebagian besar merupakan sumbangan masyarakat dan membeli di Lokananta dan perusahaan rekaman. Sedangkan busana kebaya Waldjinah yang digunakan tampil di Selandia Baru, diperoleh saat kunjunga pengurus MMI ke rumah Waldjinah di Solo.
“MMI mengoleksi 50 album milik Waldjinah,” katanya. Hengki menyerahkan buku musik keroncong yang berisi 100 album keroncong kepada Waldjinah.

Jalan, baca dan makan