
Terakota.id – Banyak para pakar, peneliti, maupun akademisi menjelaskan manfaat puasa dari sudut pandang ilmu pengetahuan. Semisal dari sudut pandang kesehatan. Bahwa, ketika seseorang berpuasa sejatinya tubuh manusia sedang melakukan proses detosifikasi atau pembuangan racun-racun dalam tubuh. Selain itu, sel-sel dalam organ tubuh melakukan proses regenerasi (pembaharaun sel) dengan baik. Kemudian, Dengan berpuasa dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh dimana fungsi dari sel-sel getah bening akan membaik 10 kali lipat
Selain itu, manfaat puasa dari tinjauan psikologi misalnya seperti yang dijelaskan Fuad Nashori, bahwa setidaknya ada tujuah manfaat puasa dalam tinjauan psikologi, yakni: ketahanan fisik, nilai dan pengalaman keagamaan, nilai sosial, kontrol diri, kreativitas, agresivitas, dan perilaku seks.
Penelitian-penelitian tersebut dirasa penting, untuk memapankan pengetahuan dan keimanan kita untuk memaknai manfaat puasa yang selama ini kita dapatkan hanya dari perspektif agama.
Lalu, adakah hubungan puasa dengan peningkatan kualitas komunikasi kita? Mari kita bahas.
Komunikasi Transendental
Dalam artian yang sederhana, komunikasi transendental adalah komunikasi antara makhluk dengan Sang Kholik, komunikasi hamba dengan Tuhannya. Komunikasi transendental adalah komunuikasi yang melibatkan manusia dengan Tuhannya, begitu seperti yang dikatakan pakar komunikasi, Deddy Mulyana (1999).
Lantas, apa hubungannya dengan bulan puasa Ramadan? Seperti yang kita tahu, di bulan puasa ibadah seorang hamba mempunyai tempat atau kedudukan yang istimewa, yakni dengan berlipatnya pahala. Maka, tidaklah heran jika di bulan Ramadan intensitas ibadah menjadi meningkat.
Salat subuh, yang biasanya tidak berjamaah (kalau tidak mau menyebut subuh kesiangan), di bulan Ramadan setelah sahur, kita berbondong-bondong pergi ke mesjid. Setelah “merayakan” berbuka puasa, kemudian menunaikan salat Isya berjamaah, dilanjutkan dengan salat taraweh di mesjid. Membaca al-Qur’an yang terkadang membacanya seminggu sekali di malam Jumat (itu pun kalau tidak lupa), di bulan Ramadan dalam sehari bisa berkali-kali dan aktivitas-aktivitas ibadah yang lainnya.
Disadari atau tidak, intensitas ibadah kita menjadi bertambah di bulan puasa. Hal ini tentunya menjadi momen untuk kita lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Kita jadi lebih mempunyai waktu untuk “berkomunikasi” dengan Tuhan, yang di luar bulan puasa mungkin kita tidak pernah meluangkan waktu dengan alasan kesibukan atau yang lain.
Dan, itu adalah kenikmatan yang tiada bandingannya. Karena pada hakikatnya, puasa adalah bentuk hubungan atau relasi antara Tuhan dengan pribadi seseorang. Dalam hadis qudsi Allah berfirman “Puasa adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya”.
Komunikasi Intrapersonal
Komunikasi intrapersonal seperti dikatakan Effendi (1993) adalah komunikasi yang berlangsung dalam diri seseorang. Dalam hal ini meliputi berbicara kepada diri sendiri dan aktivitas mengamati dan memberi makna, baik itu intelektual dan emosional kepada lingkungan.
Memikirkan sebuah masalah atau proses mengambil keputusan adalah bentuk dari komunikasi intrapersonal. Namun lucunya manusia, ketika ia mempunyai masalah, maka ia akan mencari solusi dengan cara bertemu dan berkomunikasi kepada orang lain yang dianggap mampu memberi solusi. Entah itu teman sejawat, tetangga, atau yang lainnya. Tidaklah salah dengan hal tersebut. Namun, kadang manusia lupa bahwa ada “seseorang” yang seharusnya ia ajak juga untuk berkomunikasi, yaitu dirinya sendiri. Dan, ini sangat vital dalam menentukan arah langkah seseorang.
Komunikasi intrapersonal mempunyai posisi yang menentukan dalam kulitas berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Kenapa? Karena salah satu kesuksesan berkomunikasi dengan orang lain, didahului oleh komunikasi dengan diri yang baik. Bisa jadi, persoalan komunikasi kita yang jelek, karena komunikasi dengan diri pun, masih jauh dikatakan efektif.
Bulan puasa ramadan, adalah momen yang sangat pas, untuk memaknai kembali peran “diri” dalam aktivitas komunikasi. Banyak waktu-waktu di bulan puasa untuk lebih memahami diri, introspeksi diri, tentang capaian kehidupan, apa yang sudah diperbuat, apa rencana ke depan, dan yang lainnya.
Intinya bahwa, bulan puasa memberikan kita tempat dan waktu luang yang panjang untuk lebih bisa memahami diri, yang mungkin terlupakan selama ini.
Komunikasi Interpersonal
Setelah membahas komunikasi intrapersonal, bulan puasa juga mempunyai suasana tersendiri dalam pengembangan kualitas komunikasi interpersonal. Deddy Mulyana menyatakan komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal.
Coba kita telisik lebih dalam, ketika kita puasa, adakah diri ini bisa lebih melihat manusia sebagai manusia? Disadari atau tidak, kita bisa lebih ramah ketika berpuasa, lebih bisa menjaga amarah, lebih bisa mengendalikan diri, lebih mudah bersedakah daripada hari biasanya, lebih murah senyum, dan yang lainnya.
“Jangan marah, ‘kan lagi puasa”, “Jangan bohong, ‘kan lagi puasa”, “Untung lagi puasa, kalau tidak…” adalah kalimat-kalimat yang sering kita dengar sedari kecil. Lalu apa hubunganya dengan komunikasi? Hakikat puasa sejatinya tidak hanya menahan makan, minum, dan berhubungan badan (batiniah/fisik), tetapi juga menahan atau mengontrol batiniah (nafsu).
Sejatinya dalam berhubungan atau berkomunikasi dengan orang lain, kita harus bisa menahan nafsu. Dan, puasa mengajari itu. Puasa adalah sebuah proses pendidikan untuk bisa menahan amarah, untuk lebih bisa memahami posisi dan situasi orang lain, untuk lebih bisa menghargai orang lain.
Puasa adalah momentum bagi kita untuk memperbaiki aktivitas komunikasi, baik itu komunikasi transendental, komunikasi intra dan interpersonal. Karena bagaimanapun komunikasi mempunyai tempat yang vital dan strategis dalam kehidupan manusia. Jadikan puasa sebagai sekolah untuk kita belajar kembali makna komunikasi dalam kehidupan. Selamat berpuasa………
*Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Peradaban
**Setiap artikel menjadi tanggungjawab penulis. Pembaca Terakota.id bisa mengirim tulisan reportase, artikel, foto atau video tentang seni, budaya, sejarah dan perjalanan melalui surel : redaksi@terakota.id. Subjek : Terasiana_Nama_Judul. Tulisan yang menarik akan diterbitkan di kanal terasiana.

Merawat Tradisi Menebar Inspirasi