Prokes dan Vaksinasi untuk Menghalau Pagebluk Setahun Dihantui Pagebluk (Bagian-3 Habis)

Enam buah fasilitas mencuci tangan di Pasar Besar Malang terbengkalai. Tak banyak pengunjung dan pedagang pasar yang memanfaatkan fasilitas untuk mencegah penularan COVID-19. (Terakota/ Wulan Eka Handayani).
Iklan terakota

Terakota.id-Ratusan pekerja seni, aktivis pemuda dan mahasiswa memenuhi gedung Samanta Krida Universitas Brawijaya Malang pada Kamis, 17 Juni 2021. Mereka mengikuti vaksinasi yang diselenggarakan komunitas kepemudaan dan Dinas Kesehatan Kota Malang.

Antre, mereka mengikuti tahapan mulai pendataan, pemeriksaan riwayat penyakit dan tekanan darah. Tertib mereka duduk, tempat duduk diatur berjarak. Sembari para calon peserta vaksinasi menjalani vaksin oleh tenaga medis Dinas Kesehatan.

“Ada 700 dosis, vaksin astrazeneca. Mengutamakan mereka yang berpotensi bertemu dengan banyak orang,” kata koordinator vaksin yang juga Ketua Tim Satgas COVID Nahdlatul Ulama  Malang Raya, dokter Syifa Mustika.

Vaksinasi, katanya, merupakan salah satu langkah untuk mencegah penularan pagebluk COVID-19. Vaksin, bisa meningkatkan herd immunity atau kekebalan kelompok jika vaksinasi mencapai 70 persen dari populasi. Namun, protokol kesehatan (prokes) dinilai Syifa yang paling ampuh menangkal penyebaran COVID-19.

Sebanyak 700-an seniman, pemuda dan mahasiswa menjalani vaksinasi di gedung Samanta Krida Universitas Brawijaya pada Kamis, 17 Juni 2021. (Terakota/ Eko Widianto).

“Tak boleh lelah mengedukasi masyarakat untuk menerapkan prokes. Mengubah pola hidup, mengenakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak” katanya. Untuk itu, ia meminta Pemerintah Kota Malang untuk memperbanyak tempat mencuci tangan di ruang publik.

Jika tren meningkat, Syifa menganjurkan kepada untuk menghindari berkerumum, sedangkan ruangan yang menggunakan pendingin udara lebih baik membuka jendela untuk sirkulasi udara. “Itu langkah sederhana, jika konsisten membantu mencegah penularan,” katanya.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Malang Husnul Muarif menjelaskan jika 100 persen tenaga kesehatan (Nakes) dan petugas pelayanan publik telah 100 persen menjalani vaksinasi. Sedangkan lansia sekitar 50 persen. “Vaksinasi salah satu langkah mencegah penularan COVID-19. Paling efektif menerapkan protokol kesehatan,” katanya.

Data satgas COVID-19, Pemerintah Kota Malang menerima sekitar 296 ribu dosis vaksin. Sebanyak 20 ribu atau 68,9 persen vaksin telah diberikan kepada ketiga kelompok sasaran prioritas awal. Sebanyak 13.241 nakes telah mendapat vaksin lengkap, sedangkan 14.277 baru mendapat vaksin dosis pertama.

Sementara petugas pelayanan publik meliputi TNI, Polri, guru, pekerja transportasi, pekerja seni, pariwisata, dan pedagang sasaran sebanyak 73.564 jiwa. Sebanyak 35.036 telah mendapat vaksin lengkap sedangkan 104.679 baru mendapat vaksin pertama. Sementara kelompok lansia dari 47.490 sasaran penerima, sebanyak 11.762 telah mendapat vaksin lengkap, dan 22.545 mendapat vaksin pertama.

Kapolresta Malang Kota, AKBP Bhudi Hermanto berkomitmen untuk membantu untuk penaganan COVID-19 di Kota Malang. Terutama membantu pengamanan dan sosialisasi agar masyarakat tertib dalam menerapkan protokol kesehatan. “Penanggulangan harus cepat dan tepat.

“Bersinergi dengan TNI, dan Pemerintah. Komunikasi dengan Wali Kota Malang,” katanya. Formulasinya, katanya, harus tepat. Termasuk dengan menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro di tingkat RT dan RW.

Komandan Kodim 0818 Baladika Jaya, Letnan Kolonel Ferdian Primadhona menuturkan masyarakat harus tetap waspada, meski penularan tak meningkat signifikan. Salah satu upaya dengan memperketat protokol kesehatan. “Babinsa dan Babinkamtibmas membantu sosialisasi di Kecamatan dan Kelurahan,” katanya.

Yakni mengingatkan masyarakat agar mematuhi prokes. Mulai di tingkat RT, Puskesmas yang berkoordinasi dengan forum komunikasi pimpinan kecamatan. Semua anggota, katanya, diturunkan. Jumlah bervariatif sesuai kebutuhan. “Setiap anggota Koramil diturunkan  secara maksimal,” katanya.

Awal Disiplin Prokes, Kini Mulai Longgar

Bagaimana penerapan protokol kesehatan di ruang publik dan kepatuhan masyarakat Kota Malang? Jurnalis Terakota memantau Pasar Besar Malang, pasar besar tradisional terbesar di Kota Malang. Para pedagang menjajakan dagangan di lapak dagangannya. Sementara pembeli hilir mudik memilih sayuran, kue dan bahan pokok yang memenuhi lapak di pasar. Sebagian mengenakan masker, namun juga tak sedikit tanpa bermasker.

Salah satu pedangang kue tradisional, sebut saja Nirmala 24 tahun, yang tak mengenakan masker. Ia menata dan menawarkan jajanan tradisional kepada para pengunjung pasar besar. Awalnya, katanya, pedangang menerapkan prokes, terutama ketika petugas Dinas Kesehatan, Kepolisian dan TNI sering berkeliling pasar mengimbau para pedagang. Terutama saat Kota Malang kategori zona merah dan hitam kasus COVID-19.

Namun kini mereka tak mengindahkan imbauan, pedagang semakin melonggarkan protokol kesehatan. “Pernah diadakan tes sekali di Pasar Besar Kota Malang. Tak ada pedagang yang positif COVID. Dari hasil inilah pedagang banyak tak mengenakan masker,” ujarnya.

Para pedagang Pasar Besar Malang abai, mereka tak menerapkan protokol kesehatan. (Terakota/ Wulan Eka Handayani).

Nirmala mengaku awalnya rutin mengenakan masker, namun akhirnya turut menanggalkan masker mengikuti pedagang lainnya. Selama di pasar, ia merasa aman sebab antara pembeli dan pedagang terpisah dengan meja dagangan. Berjarak sekitar 1,5 meter. Ia mengaku mengikuti lingkungan pasar tentang penerapan prokes. “Pokoknya selama ada operasi Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) kita maskeran,” ujar Nirmala.

Nirmala menceritakan meskipun Satpol PP kerap melakukan operasi penerapan prokes, lapaknya yang berada di dalam pasar tak pernah disambangi. Alhasil kebanyakan pedagang nakal, tak menerapkan prokes. “Pedagang takut Satpol PP, tapi di sini seolah hanya sekedar formalitas. Tidak ada sanksi,” kata Nirmala.

Penerapan protokol kesehatan diatur dalam Peraturan Wali Kota Malang Nomor 30 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019. Pada bagian ke sembilan menyebutkan pedoman kegiatan pasar tradisional.

Beberapa poin diantaranya mengecek suhu badan, penggunaan masker, pembatasan jarak fisik pedagang, dan menyediakan fasilitas cuci tangan. Pemerintah Kota Malang menyediakan enam fasilitas cuci tangan. Berupa wastafel yang dibangun semi permanen. Tampungan air, ember diletakkan dalam bilik.  Di sisi luar tertera pedoman tertulis mengenai petunjuk cara mencuci tangan dan tips pencegahan penularan COVID-19.

Terlihat hilir mudik pengunjung, namun nyaris tak ada yang menggunakan fasilitas cuci tangan. Fasilitas cuci tangan jarang digunakan, kata Nirmala, lantaran air tampungan sering kosong. Termasuk sabun cuci tangan, kerap menggunakan sabun cuci piring dioplos dengan air. “Para pedagang justru mengunakan untuk cuci tangan sehabis makan,” ujarnya.

Nirmala mengaku tak membawa handsanitizer. Ia juga tak melakukan tes kesehatan secara berkala. Meski pedagang menjadi salah satu yang diprioritaskan untuk vaksinasi, namun hingga kini ia belum mendapatkan vaksinasi.

Berbeda dengan Nirmala, salah seorang pedagang bahan pokok, Sri 50 tahun cenderung tetap mengenakan masker saat berjualan. Bahkan, ia sering menggunakan fasilitas cuci tangan di pasar saat hendak berjualan, selepas membereskan dagangan, sebelum makan, dan sebelum meninggalkan pasar.

“Dulu awal pandemi, pengelola pasar membagikan masker dan sosialisasi menggunakan masker. Sekarang sudah enggak. Alhamdulillah yang di pasar sehat,” ujar Sri. Sebagai tulang punggung keluarga, ia sadar pentingnya menjaga kesehatan dan kebersihan diri. Ia berjualan sejak pukul 06.00 WIB sampai 14.00 WIB.

“Sejak corona sepi banget. Biasanya pelanggan dari depot atau restoran membeli sembako seminggu sekali. Kini sudah tidak membeli,” katanya. Lantaran banyak warung makan dan depot yang juga sepi pembeli. Sehingga mereka mengurangi belanja bahan pokok.

Meski pandemi, Sri tetap beraktivitas dan berdagang. Pembeli bahan pokok menyusut, sehingga berpengaruh terhadap pendapatannya. “Pendapatan turun drastis. Pagebuluk Corona, pagebluk juga keuangannya,” ujar Sri sambil terbahak.

Survei Penerapan Prokes Warga Kota Malang

Untuk memotret kepatuhan warga Kota Malang dalam menerapkan prokes, Terakota.id melakukan survei secara daring. Total sebanyak 40 warga Kota Malang yang mengisi formulir daring. Penduduk Kota Malang meliputi penduduk maupun pendatang yang tinggal di Kota Malang. Survei ini tak mewakili populasi penduduk Kota Malang sebanyak 870 ribu jiwa. Namun setidaknya memberikan gambaran kecenderungan warga Malang dalam menerapkan prokes.

Responden terdiri atas usia 16 hingga 53 tahun, sebanyak 19 laki-laki dan 21 perempuan. Tersebar di lima kecamatan di Kota Malang, responden terbanyak tinggal di Kecamatan Lowokwaru, disusul Klojen, Sukun, Blimbing dan Kedungkandang.

Sebelas di antaranya masih berprofesi sebagai mahasiswa dan pelajar. Selebihnya bervariasi meliputi karyawan swasta, wiraswasta, PNS, pengurus rumah tangga, pekerja sosial, pendidik, jurnalis, freelancer, dan seniman.

Sejumlah 75 persen atau 30 dari 41 orang menyatakan mengikuti perkembangan kasus COVID-19 di Kota Malang. Terbesar sumber informasi melalui media sosial sebesar 57 persen. Sedangkan 17,5 persen lainnya mendapat informasi melalui pemerintah, 12,5 persen mengakses media daring. Kelompok terakhir 12,5 persen mendapat informasi melalui persebaran antar teman dan keluarga.

Mengenai informasi layanan pengecekan seperti rapid test, swab test hanya 47,5 persen responden yang mengetahui. Sebanyak 97,5 persen responden mengaku memahami protokol kesehatan mencegah penularan COVID-19. Namun, hanya 75 persen yang menerapkan sepenuhnya, sedangkan 22,5 persen menyatakan kadang-kadang dan 1 persen tidak menerapkan sama sekali.

Sebanyak 90 persen responden mengenakan masker saat keluar rumah, 7,5 persen kadang-kadang, sisanya 1 persen tidak mengenakan masker. Sedangkan kegiatan cuci tangan diterapkan 80 persen responden, sementara 20 persen mengaku terkadang mencuci tangan. Sebagai alternatif cuci tangan, 75 persen responden membawa dan menggunakan handsanitizer.

Sekitar 50 persen responden cenderung menghindari kerumunan. Sebanyak 47,5 persen kadang-kadangkala dan 1 persen yang menyatakan tidak menghindari kerumunan. Sejumlah 55 persen responden menyatakan membatasi kunjungan ke acara sosial, sekolah, kerja, dan ibadah selama pandemi. Sedangkan 40 persen kadang-kadang dan 2 persen tak membatasi diri menghadiri acara sosial.

Selama pandemi, pada 2020 sebanyak 52,5 persen responden melakukan perjalanan luar kota sebanyak 1-5 kali. Sedangkan 30 persen tetap berada di Kota Malang. Sementara pada 2021 hingga Juni, 60 persen responden melakukan perjalanan luar kota sebanyak 1-5 kali. Sejumlah 22,5 persen lainnya tetap berada di Kota Malang. Meski begitu, 7,5 persen responden menyatakan melakukan perjalanan luar kota antara 10-15 kali.

Secara keseluruhan, 95 responden menerapkan menjaga jarak fisik ketika bertemu orang lain. Sebanyak 60 persen menjaga jarak sejauh 1-2 meter, serta 35 persen menerapkan jaga jarak sekitar 0,5 meter.

Pengecekan berkala baik rapid test, swab test diterapkan 17,5 persen responden. Sedangkan 75 persen menyatakan belum pernah mengakses uji usap atau rapid test.

Sebanyak 55 persen responden mengetahui kebijakan pemerintah Kota Malang mengenai penerapan protokol kesehatan selama pandemik. Mereka memiliki berbagai sudut pandang atas aturan tersebut.  “Sudah baik, namun upaya physical distancing terkadang masih susah diterapkan,” tulis Hanum.

Responden lain bernama Jesi menuliskan, “Tidak ditegakkan kedisiplinan, masih banyak yg tidak pakai masker di pasar, di jalan2. Tempat cuci tangan yg kumuh,” tulis Jesi.

Keluhan serupa datang dari Anna. Ia menuliskan kurangnya pengawasan penerapan protokol kesehatan di ruang publik. “Di mall, lapangan, tempat wisata tidak ada yang mengawasi kerumunan. Apalagi tempat berenang umum masih buka yang menjadikan area rawan penularan covid 19 karena saat renang tidak mungkin memakai masker,” tulis Anna.

Sebanyak 75 persen respoden mengaku mengetahui informasi layanan kesehatan rujukan COVID-19. Informasi tersebut mereka ketahui melalui media sosial 42,5 persen, sedangkan media massa, informasi mulut ke mulut dan informasi resmi pemerintah, masing-masing berjumlah 17,5 persen.

Namun, sebanyak 72,5 persen responden mengaku tak mengetahui informasi layanan rumah sakit rujukan COVID-19, kapasitas kamar, prosedur rujukan, dan sistem pembayaran. “Sama sekali nggak pernah ke RS. Jadi mana saya tau kondisi fasilitas rumah sakit,” tulis Sardo.

Responden lain bernama Anna menilai pelayanan rumah sakit rujukan Covid-19 baik. Jika menjadi suspek atau terkonfirmasi positif COVID-19, katanya, semua layanan gratis. “Menurut saya yang kurang adalah tracing dan sosialisasi pencegahan COVID-19 di masyarakat. Sangat kurang sehingga banyak orang abai,” tulis Anna.

Sejumlah 62,5 persen responden menilai pelayanan kesehatan biasa saja, sedangkan 35 persen  menilai baik. Sedangkan terkait fasilitas rumah sakit, responden menilai biasa saja 57,5 persen dan 40 persen lainnya menilai baik.

Tim Liputan

Eko Widianto (Editor), Zainul Arifin (Reporter), Wulan Eka Handayani (Reporter)