Wisatawan mancanegara menikmati karya perupa Gorontalo. (Foto : dokumentasi Perupa Gorontalo).
Iklan terakota

 

Terakota.id–Gerak tubuh penari Ubud, Tebo Aumbara memukau pengunjung Galeri Seni Monkey Forrest, Ubud, Bali. Tubuhnya disapu kuas dengan cat warna-warni oleh puluhan tangan Perupa Gorontalo.  Berlumuran cat aneka warna, tubuh pria berambut gimbal ini meliak-liuk di depan halaman galeri yang sejuk dan teduh.

Penari yang kerap berkolaborasi dengan seniman lintas disiplin dari berbagai belahan dunia ini menyuguhkan penampilan selama 15 menit.  Dia juga berinteraksi dengan berbagi cat di tubuhnya pada salah seorang pengunjung.  Reportoar singkat berjudul “United” dia persembahkan untuk Perupa Gorontalo yang berpameran di Ubud.

“Saya bangga dengan Perupa Gorontalo.  Pentas ini menjembatani proses kreatif antar seniman Gorontalo-Ubud,” kata Tabo dalam siaran pers yang diterima Terakota.id. Dia juga pernah berkolaborasi dengan seniman Gorontalo, mengangkat isu Danau Limboto. Atraksi Tabo sekaligus membuka pameran Perupa Gorontalo di Galeri Seni Monkey Forrest.

Sebanyak  26 Perupa Gorontalo menggelar pameran selama sebulan di Galeri Seni Monkey Forrest, Ubud,  Bali. Pameran berlangsung mulai 25 Oktober- 25 November 2017. Sebanyak 100 karya dengan beragam aliran dan corak dipamerankan. Mulai gaya realis, figuratif, kontemporer hingga ke karikatur dan kaligrafi.

Karya para perupa yang dipamerkan meliputi lukisan,  grafis, fotografi dan hingga patung. Sebagian besar bertema Gorontalo. Galeri seni Monkey Forrest terletak di Desa Pakraman, Padang Tegal, Ubud, Bali. Sengaja dipilih sebagai lokasi pamerankarena terkenal sebagai salah satu tujuan utama wisata di Bali.

Penampilan
penari Ubud, Tebo Aumbara membuka pameran karya Perupa Gorontalo. (Foto : dokumentasi Perupa Gorontalo).

Setiap hari, sebanyak 3200 wisatawan mancanegara mengunjungi  kawasan konservasi yang menjadi habitat 678 ekor monyet.  Ubud juga dikenal sebagai jantung kesenian dan kebudayaan di Bali yang telah mendunia.

Pameran bertema “Lowali De Bali” arti harfiahnya “Jadi ke Bali.” Tema dipilih, karena keinginan besar Perupa Gorontalo untuk memperkenalkan karyanya kepada dunia luar.   Kurator pameran, I Wayan Seriyoga Parta mengatakan karya yang dipamerkan melalui kuratorial yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai nilai kualitas artistik dan estetika.

“Kualitas dan kreativitas perupa Gorontalo tak hanya level nasional namun sampai level internasional,” kata kurator yang juga pengajar jurusan kriya seni Universitas Negeri Gorontalo.  Dia juga mengamati seni rupa di Gorontalo mulai terbentuk dan menggeliat dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir.

Co kurator, Awaluddin Ahmad, menambahkan pameran juga bertujuan mempromosikan potensi wisata, adat dan kebudayaan  Gorontalo. Yakni melalui bentuk karya seni baik lukis, kriya maupun kaligrafi.

Perupa Gorontalo adalah kelompok seni rupa pertama di Gorontalo. Terbentuk pada 2013 silam dan bersifat inklusif.  Tidak terikat pada satu kecenderungan,  aliran dan medium seni rupa. Kelompok ini terbuka bagi siapapun yang menaruh perhatian dan memajukan  seni rupa di Gorontalo. Kelompok ini juga kerap menggelar berbagai  pelatihan dan edukasi seni rupa pada masyarakat.

Farlan Adrian, 22 tahun, salah seorang anggota perupa  Gorontalo mengaku banyak belajar dari  pameran ini. Turut menempa mental, jejaring dan pengalaman. “Ini satu langkah yang cukup progresif bagi kami, “ ujar  pria yang pernah meraih juara satu lomba lukis pada Pekan Seni Mahasiswa Nasional (Peksiminas) setahun lalu.

“Lowali De Bali”, merupakan pameran bersama  kelima yang diselenggarakan oleh Perupa Gorontalo. Adapun perupa yang turut memamerkan karyanya, yakni Akbar Abdullah, Anang Suryana Musa, Arya Budi, Astika Mulyasari, Fandhy  Rais, Farlan Adrian Hasan, Iwan Yusuf, Jemmy Malewa, Luthfi Hinelo, Mohamad Aziz Alkatiri, Mohamad Fauzi Malabar,  Mohammad Rivai Katili, Muh. Djufryhard, Ninox, Pipin Idris, Riden Baruadi, Ridwan Sahel, Rhyo N Kony,Suarmika,  Syam Terrajana, Suleman Dangkua, Syarif Munawar, Thalib R. Eka, Tri Andini Putri, Tri Nur Istiyani Nurdin, Yayat Gokilz.

Tinggalkan Komentar

Silakan tulis komentar anda
Silakan tulis nama anda di sini