
Terakota.ID—Kabupaten Trenggalek harus berjuang mempertahakan ekosistemnya, khususnya kawasan hulu yang dimiliki sekarang ini. Hal ini dikarenakan Kabupaten Trenggalek merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang sedang terancam oleh alih fungsi kawasan akibat pemberian konsesi tambang emas yang luasnya sebesar 12.813,41 hektar mencakup 9 kecamatan dari 14 kecamatan yang ada yakni Suruh, Watulimo, Kampak, Dongko, Munjungan, Gandusari, Pule, Tugu dan Karangan.
Selain tengah berjuang melawan ancaman pertambangan emas, pada Oktober 2022 ini merupakan bulan penuh duka bagi masyarakat Bumi Minak Sopal karena tengah diuji dengan kehadiran bencana, yakni banjir dan tanah longsor pada banyak titik di beberapa kecamatan.
Paling tidak WALHI Jawa Timur selama berada di lapangan mencatat, sejak 1 oktober hingga 20 oktober 2022, terdapat 14 kecamatan atau seluruh wilayah Trenggalek mengalami kejadian bencana seperti tanah longsor, banjir maupun tanah gerak. Artinya keseluruhan wilayah telah mengalami bencana yang membuat keselamatan banyak mahluk terancam.
Jika mengutip dalam Perda Nomor 15 Tahun 2012 Pasal 49 ayat (1),(2),(3) dan (4) tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Trenggalek menyebutkan bahwa keseluruhan kecamatan yang berada di Trenggalek merupakan kawasan rawan bencana, baik itu tanah longsor, banjir dan gelombang pasang. Setidaknya selama 20 hari di lapangan, kami mencatat ada 98 titik kejadian tanah longsor, 24 titik kejadian banjir dan 7 titik tanah gerak yang terjadi.
Tata Iklim Berubah Risiko Bencana Meningkat
Setelah diguyur hujan dengan durasi yang cukup lama pada 18 Oktober 2022, hampir 29 desa yang terletak di 5 kecamatan yakni Kecamatan Trenggalek, Karangan, Gandusari, Pogalan dan Durenan mayoritas wilayahnya terendam banjir dan setidaknya ada sekitar 50 titik di 21 desa mengalami tanah longsor. Tentu, melihat curah hujan yang terjadi dalam kurang waktu 3 tahun terakhir menunjukan adanya anomali cuaca seperti tidak tentunya cuaca dan keadaan di mana tiba-tiba curah hujan meningkat tajam.
Sementara itu, melihat laporan BMKG Jawa Timur menuliskan bahwa Trenggalek selama bulan Oktober tahun 2022 ini akan mengalami peningkatan curah hujan, kurang lebih berada pada rentang 200mm-500mm. Maka peningkatan curah hujan yang tiba-tiba merupakan salah satu bentuk dari anomali cuaca sebagai dampak dari perubahan iklim.
Trenggalek tengah mengalami peningkatan risiko bencana, jika melihat pada pendekatan bahaya hidrometeorologi, secara singkat dapat dijelaskan sebagai tingkat kerentanan dan kerawanan bencana yang mungkin terjadi karena faktor iklim serta perubahan kawasan permukaan terutama resapan dan tangkapan air, seperti curah hujan tinggi, tetapi vegetasi hilang dan jalur sungai mengalami penyempitan, maka besar kemungkinan akan terjadi banjir dan tanah longsor.
Maka penyebab dari peningkatan bahaya hingga terjadi bencana yakni; Pertama, rusaknya ekosistem di Trenggalek meningkatkan potensi bencana. Kedua, perubahan iklim telah mendorong peningkatan risiko bencana dengan semakin meningkatnya bahaya hidrometeorologi. Hal ini dapat dilihat dari Global Forest Watch yang menyebutkan dalam rentang 2013 hingga 2021, sekitar 92% wilayah hutan alam Trenggalek telah kehilangan tutupan pohon.
Salah satu contoh konkrit dari peningkatan potensi bahaya hidrometeorologi adalah keberadaan banjir dan tanah longsor. Banjir di Trenggalek terjadi karena air mengalir dengan deras dari wilayah atas (hulu) ke bawah (hilir) tanpa adanya ruang tangkapan dan resapan yang memadai, seperti keberadaan kawasan hutan atau vegetasi kawasan hulu, di mana banyak yang ditanami pinus.
Sementara jenis tanaman tersebut tidak cocok untuk kawasan tinggi terutama difungsikan sebagai penangkap dan penyimpan air, maka yang terjadi adalah air mengalir begitu saja tanpa ada yang menahan. Curah hujan yang tinggi serta durasinya yang lama mengakibatkan air semakin bertambah, lalu aliran yang menampung tersebut tidak mampu menampung sehingga meluap dan menerjang apapun yang dilalui, lalu mengikuti jalur yang lebih rendah lagi.
Selain itu, banjir juga membawa material lumpur yang menyebabkan sedimentasi, tentu hal ini menandakan bahwa ada yang salah di kawasan hulu atau hutan. Karena pada dasarnya hutan memiliki fungsi sebagai area resapan dan tangkapan air, serta sebagai penahan erosi tanah akibat hujan. Jika wilayah hutan sudah beralih fungsi atau pohon-pohon yang bersifat menyerap air berkurang sampai diganti dengan jenis lain yang kurang memiliki fungsi tersebut, maka erosi tanah akibat kikisan air hujan akan terjadi yang kemudian mengakibatkan banjir dan tanah longsor.
Tambang Emas Menjadi Bencana Selanjutnya
Selain permasalahan rusaknya wilayah hulu di Trenggalek yang kemudian berpotensi mengundang bencana seperti banjir dan tanah longsor. Wilayah ini juga tengah menghadapi ancaman pertambangan emas yang akan dijalankan oleh PT.Sumber Mineral Nusantara yang ternyata wilayah tumpang tindih dengan beberapa kawasan penting seperti sekitar 6.951 hektar berada pada kawasan hutan produksi, 2.779 hektar di kawasan hutan lindung, lalu kurang lebih sekitar 804 hektar berada di permukiman, 660 hektar di pekerbunan, tegalan dan ladang rakyat.
Selain itu ada sekitar 1.032 hektar merupakan kawasan lindung karst, sementara 209 hektar merupakan zona merah rawan longsor. Di antara kecamatan yang diterjang banjir dan tanah longsor kemarin yakni Kecamatan Munjungan, Watulimo, Kampak, Pule dan Tugu, selain kawasan rawan bencana, lalu merupakan kawasan hulu juga masuk ke konsesi tambang emas PT. SMN.
Tentu operasi pertambangan PT. SMN yang akan menggunakan metode penambangan terbuka (Open pit mining), di mana secara umum proses penambangan terbuka ini memiliki beberapa tahap atau proses, yaitu land clearing, pembukaan tanah tertutup (top soil), penggalian batuan penutup (waste rock), mendapatkan bijih (ore), serta pengangkutan dan proses pengolahan. Dapat dipastikan mereka membutuhkan ruang yang luas untuk menjalankan proses tersebut, jadi tidak mungkin ada ruang tersisa jika tambang beroperasi di Trengggalek. Wilayah rawan bencana yang masuk konsesi seperti yang disebutkan di atas, kondisinya sekarang sedang tidak begitu baik karena mengalami penurunan fungsi, lalu jika dijadikan tapak pertambangan maka kondisi kawasan hulu akan diperparah dan kehilangan daya tahan.
Karena itu, keberadaan PT. SMN akan mengancam vegetasi atau tutupan lahan di area yang akan ditambang. Maka dengan luas konsesi mencapai 12.813,41 berdasarkan izin konsesi IUP OP yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur akan mendatangkan bencana yang lebih besar ke Bumi Menak Sopal, karena akan merusak daya tahan kawasan hulu. Jika kondisi kawasan hutan hari ini sudah tidak mampu lagi menampung curah hujan yang kemudian mengakibatkan banjir, bagaimana jika pertambangan ini beroperasi? Maka tidak hanya Kabupaten Trenggalek yang akan menjadi korban, tetapi kota/kabupaten yang berbatasan juga akan terkena dampak akibat pertambangan emas PT. SMN.
*Manajer Pembelaan Hukum dan Kebijakan Publik WALHI Jawa Timur

Merawat Tradisi Menebar Inspirasi