Persahabatan Komunikasi dan Dialektika Didalamnya

Iklan terakota

Terakota.ID–Hampir setiap orang memiliki sahabat, atau dalam bahasa gaul disebut bestie (teman dekat atau sahabat), entah seorang saja atau beberapa orang sahabat yang dimilikinya, di sebagian perjalanan hidupnya, dari remaja hingga bersama-sama menginjak dewasa, atau di masa dewasa hingga di masa tuanya. Usia hubungan persahabatan bisa berlangsung lama hingga puluhan tahun, bisa pula hanya berlangsung 3-4 tahun lalu putus hubungan persahabatannya. Lazimnya pasangan  hubungan persahabatan, dari segi usia relatif sejajar, kalau toh terdapat selisih usia, tidak terlampau banyak; dari sisi jenis kelamin, kecenderungannya sama, sesama perempuan atau sesama laki-laki, meskipun terdapat pula hubungan persahabatan berbeda jenis kelamin.

Pola hubungan persahabatan bisa bersifat setara dalam arti kedua pihak sama menganggap dan memperlakukan pasangannya sebagai sahabat. Bisa pula terjadi di mana hubungan A dengan B merupakan hubungan persahabatan yang kurang setara di mana A menganggap B sebagai “sahabat dekat” sementara B memperlakukan A hanya sebagai “teman dekat”, bukan sebagai “sahabat”. Maka kita bisa sebut hubungan persahabatan yang “sempurna” jika kedua pihak menganggap dan memperlakukan pasangannya sebagai “sahabat”, dalam komunikasinya kedua pihak menyampaikan pesan komunikasi yang seimbang dari segi tingkat kepersonalannya. Sehingga dari segi “kebutuhan dalam bersahabat” antar dua orang  yang bersahabat bisa berbeda pula tingkat kebutuhannya. Latar belakang status hubungan antar dua orang bersahabat, polanya juga bisa bermacam-macam misalnya mereka berdua juga teman kerja, teman kuliah, mantan teman sekolah, teman bermain yang hobynya sama, atau bertetangga. Bisa pula terjadi seseorang bersahabat dengan seorang sepupunya sejak kecil hinmgga dewasa.

Komunikasi dan Hubungan Persahabatan

Secara teoritis, komunikasi bisa berpengaruh terhadap hubungan antarpribadi, termasuk hubungan persahabatan. Hubungan yang semula sebagai kawan bisa berubah menjadi sahabat, akibat komunikasi yang terjadi. Komunikasi dilakukan sedemikian rupa, untuk merawat persahabatan. Sebaliknya jika terjadi kesalahan berkomunikasi, hubungan persahabatan bisa terlukai, bisa berubah menjadi musuh, apakah kedua pihak saling memusuhi, atau satu pihak memusuhi pihak lainnya. Terkadang orang teledor,  sehingga terjadi salah kata, salah ucap, bisa menimbulkan luka perasaan partner komunikasinya,  tak mudah disembuhkan hingga pulih seperti kondisi semula. Hubungan antarpribadi yang dipupuk bertahun-tahun melalui komunikasi yang standard, hubungan bisa rusak dalam sekejap, persahabatan bisa berubah jadi permusuhan.

Merawat hubungan persahabatan tidak mudah dan oleh karenanya dibutuhkan keterampilan komunikasi. Ada orang yang terampil dalam merawat hubungan persahabatan. Ada pula orang yang ceroboh, kurang cermat dalam menjnaga hubungan persahabatan. Kecerobohan antara lain terjadi akibat terlalu menggeneralisir atau menyamakan orang per orang seolah cederung sama baik karakter kepribadian maupun standard norma-norma yang dianutnya. Perlu disadari bahwa lain orang bisa lain karakter kepribadiannya, beda sensitivitas perasaannya, yang mudah tersinggung; ada yang sebaliknya kebal perasaannya tak mudah tersinggung. Ada orang yang disiplin terhadap norma kesopanan, sehingga “kurang sopan” sedikit saja berpengarun negatif terhadap hubungan. Atas dasar itu seorang sahabat diharapkan bisa memahami karakteristik sahabatnya sehingga bisa memperkirakan komunikasinya aman bahkan berpengaruh positif terhadap hubungan.

Dialektika dalam Menjaga Persahabatan

Stephen Littlejohn dalam bukunya Theories of Human Communication (1999; 272) mengemukakan 4 macam prinsip dialektik dalam hubungan persahabatan, yang perlu diperhatikan dalam menjaga atau merawat hubungan persahabatan.

Pertama, prinsip dialektik antara memberi kebebasan sang sahabat untuk mandiri di satu sisi, di sisi lain juga memberikan padanya kebebasan untuk bergantung kepada kita. Orang dituntut memberi kebebasan pada sahabatnya untuk menjalani kehidupannya, tetapi orang perlu siap-siap jika sahabatnya memerlukan bantuan. Jika tidak cermat, jika teledor, bisa timbul masalah misalnya sang sahabat tak ingin diintervensi, ingin bebas, ingin mandiri menghadapi dan menyelesaikan masalahnya, tetapi kita terburu-buru masuk ke permasalahannya dengan maksud untuk membantunya, padahal sang sahabat tidak menghendakinya. Atau sebaliknya kita tidak cermat bahwa sebenarnya sang sahabat memerlukan bantuan tetapi kita tidak memahaminya sehingga kita terlambat bertindak untuk membantunya.

Kedua, prinsip dialektik antara kasih sayang dan instrumentalitas. Dalam hubungan persahabatan terdapat perasaan saling kasih-sayangi, sehingga merasa tidak tega melihat sahabatnya menderita. Terkadang muncul sikap mendua antara menyikapi sahabat sebagai “sahabat”, dan menyikapi sahabat sebagai “alat untuk mencapai tujuan”. Ini yang disebut sahabat sebagai partner berbagi “kasih sayang” dan sahabat sebagai orang yang “dimanfaatkan”. Di satu sisi manusia memiliki naluri untuk menyayangi, di sisi lain manusia sebagai mahluk rasional terkadang terlalu kalkulatif sehingga berpikirnya didasarkan pada asas “untung/rugi” yang akibatnya memanfaatkan sahabat sebagai alat untuk memperoleh keuntungan pribadi. Maka dalam sepasang sahabat, bisa berbeda antara satu dengan lainnya dalam kadar “menyayangi” atau kadar “memperalat” sahabatnya.

Ketiga, prinsip dialektik antara penilaian dan penerimaan. Manusia miliki kecenderungan untuk memberi penilaian kepada sesama. Orang cenderung menilai baik-buruknya orang lain. Kepada sahabat, orang juga miliki kecenderungan untuk menilai baik-buruknya apakah dalam perbuatan, dalam berpakaian, dan lainnya. Di sisi lain kepada sahabatnya  orang  juga  dituntut untuk menerima apa adanya kondisi dan pilihan sang saahabat. Positif atau negatif kondisi sang sahabat, kita dituntut untuk menerima apa adanya. Jika kurang paham dialektika ini orang mudah terpancing untuk menilai bahkan menghakimi sisi negatif sahabat, yang bisa merusak persahabatan.

Keempat, prinsip dialektik antara keekspresifan dan keprotektifan. Di satu sisi kepada sahabat, orang cenderung mengekspresikan pikiran dan perasaannya, apakah rasa senang atau rasa sedih. Itulah gunanya sahabat, untuk tempat curhat  (mencuraahkan isi perasaan) baik ketika kita sangat gembira atau kita sangat sedih. Di sisi lain kepada sahabat dituntut untuk melindungi perasaannya, jangan sampai perasaannya tersinggung atau terbebani, terbebani perasaannya akibat curhat kita. Oleh sebab itu terkadang orang merasa perlu menahan diri, tidak curhat ke sahabatnya dalam rangka menjaga perasaan sahabat, agar pikiran sahabat tidak turut terbebani masalah kita.