Perpres Strategi Kebudayaan Terbit, Ditunggu Implementasinya

I Made Bandem dan Nungki Kusumastuti menyerahkan dokumen strategi kebudayaan kepada Presiden Joko Widodo dalam Kongres Kebudayaan. (Foto : Sekretariat Kepresidenan).
Iklan terakota

Terakota.ID– Koalisi Seni mengapresiasi Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2022 tentang Strategi Kebudayaan yang diterbitkan pada 14 September 2022. Perpres secara resmi mengesahkan dokumen Strategi Kebudayaan yang diserahkan kepada Presiden Joko Widodo sejak penutupan Kongres Kebudayaan Indonesia pengujung 2018.

“Butuh waktu lebih dari empat tahun bagi Presiden untuk mengesahkan Strategi Kebudayaan,” kata Manajer Advokasi Koalisi Seni Hafez Gumay dalam pernyataan tertulis yang diterima Terakota.ID.

Setelah diterbitkan Strategi Kebudayaan, katanya, pemerintah telah merampungkan penyusunan tiga dari empat dokumen pedoman Pemajuan Kebudayaan, yakni Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) Kabupaten/Kota, PPKD Provinsi, serta Strategi Kebudayaan. “Pekerjaan rumah pemerintah selanjutnya adalah menyusun Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan (RIPK) berdasarkan Strategi Kebudayaan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 10 Undang-undang Pemajuan Kebudayaan,” kata Ketua Koalisi Seni Kusen Alipah Hadi.

Pemerintah, katanya, harus memastikan visi pemajuan kebudayaan yang telah dirumuskan dalam Strategi Kebudayaan mampu diterjemahkan dengan baik. Agar, RIPK dapat diimplementasikan menjadi program nyata. “Perpres Strategi Kebudayaan vital karena menjadi pedoman bagi pemerintah pusat dan daerah, serta setiap orang dalam melaksanakan pemajuan kebudayaan,” katanya.

Aturan ini juga memuat tujuh masalah pokok pemajuan kebudayaan yang perlu dijawab sebagai isu strategis. Lima pasal di dalamnya secara umum mengatur peran dokumen Strategi Kebudayaan serta mekanisme peninjauan kembali. Sedangkan cetak biru Indonesia dalam menjalankan pemajuan kebudayaan dijabarkan lebih komprehensif dalam tujuh lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Perpres.

Dalam visi pemajuan kebudayaan Indonesia untuk 20 tahun ke depan, katanya, adalah mewujudkan Indonesia bahagia berlandaskan keanekaragaman budaya yang mencerdaskan, mendamaikan, dan menyejahterakan.  Visi pemajuan kebudayaan Indonesia dalam Perpres diturunkan dalam tujuh isu strategis yang merupakan resolusi Kongres Kebudayaan Indonesia 2018.

Ketujuh isu membahas pengerasan identitas primordial, meredupnya khazanah tradisi dalam gelombang modernitas, perkembangan teknologi informatika yang tidak dipimpin kepentingan nasional, pertukaran budaya yang timpang dalam tatanan global, pembangunan yang merusak lingkungan hidup dan berpengaruh negatif terhadap kebudayaan lokal, tata kelola dan struktur kelembagaan bidang kebudayaan yang belum optimal, dan desain kebijakan budaya yang belum menempatkan masyarakat sebagai ujung tombak Pemajuan Kebudayaan.

Hafez mengatakan, setelah Strategi Kebudayaan disahkan, Pemerintah mesti bergegas menyiapkan RIPK. Dokumen itu nantinya akan memuat penerjemahan aspirasi masyarakat yang terkandung dalam Strategi Kebudayaan menjadi rencana program kerja Pemerintah. Proses penyusunan RIPK sebenarnya telah dimulai sejak 2019 oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. “Sayangnya, proses penyusunannya tidak berlanjut karena tertahan oleh Strategi Kebudayaan yang tidak kunjung disahkan sejak 2018,” ujarnya.

Mengingat waktu pengesahan Strategi Kebudayaan yang relatif lama, RIPK harus segera dirampungkan, tanpa mengurangi kualitas proses penyusunannya. Hal itu penting untuk mengejar proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025 – 2045. Mengapa? Sebagaimana tercantum dalam Pasal 10 UU Pemajuan Kebudayaan, RIPK merupakan dasar penyusunan dari rencana pembangunan jangka panjang serta menengah.

Presiden Joko Widodo saat berpidato dalam Kongres Kebudayaan 2018 di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 9 Desember 2018. (Foto : Sekretariat Presiden).

“Para pegiat kebudayaan tentu tidak ingin aspirasi mereka yang tertuang dalam Strategi Kebudayaan gagal menjadi bagian dari RPJPN 2025 – 2045 hanya karena pemerintah lagi-lagi terlampau lamban dalam menyusun kebijakan,” kata Hafez.

Untuk itu, Koalisi Seni berharap pemerintah dapat belajar dari keterlambatan pengesahan Strategi Kebudayaan dan memperbaiki kinerja pembuatan kebijakan kebudayaan agar lebih inklusif, transparan, akuntabel, dan tepat waktu. Koalisi Seni juga mengajak pegiat seni budaya untuk terus mengawal proses penyusunan RIPK serta RPJP. Harapannya, cita-cita menjadikan kebudayaan sebagai haluan pembangunan nasional sebagaimana termaktub dalam UU Pemajuan Kebudayaan, dapat terwujud.

Secara terpisah, Deputi II Kepala Staf Kepresidenan, Abetnego Tarigan, Kantor Staf Presiden (KSP) menjelaskan Perpres bertujuan mendorong pemerintah daerah untuk mengembangkan potensi kebudayaannya sendiri. Serta membangun sinergi kebudayaan antar warga masyarakat.

“Identitas kebudayaan di Indonesia sangatlah beragam, namun sayangnya kebudayaan belum dianggap sebagai aset pembangunan di banyak daerah,” katanya dalam siaran tertulis.

Banyak sekali potensi kekayaan kebudayaan lokal, katanya, yang masih terpendam dan ini perlu didorong pemajuannya. Perpres menjadi manifestasi cita-cita dan komitmen Presiden Joko Widodo untuk menjadikan kebudayaan sebagai haluan pembangunan nasional.

“Pembangunan nasional itu juga harus ada upaya perlindungan dan pemajuan terhadap kebudayaan tradisional di ruang publik,” tutur Abetnego.

Peraturan turunan ini menjadi dokumen pedoman bagi arah pemajuan kebudayaan nasional sebagaimana diamanatkan UU No 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Termasuk dalam beleid ini adalah pedoman penyelesaian permasalahan yang dihadapi oleh setiap daerah dalam upaya pemajuan kebudayaan.

“Salah satu tantangan dalam melindungi dan memajukan kebudayaan adalah modernisasi yang berbanding lurus dengan penggerusan tradisi dan budaya lokal,” ujarnya. Ideologi asing, ujarnya, dijadikan alat untuk mengikis kearifan lokal yang ada di masyarakat. Sehingga penguatan jati diri bangsa lewat kebudayaan sangat diharapkan untuk menghilangkan politik identitas yang memecah belah.