Kondisi percetakan NIFEM Malang setelah agresi militer ke II Agustus 1947. (Foto : Tropenmuseum)
Iklan terakota

Oleh :  *Okky Pramudhita

From Guttenberg to Zuckerberg

Terakota.id-Siapa yang tak kenal Mark Zukerberg, seorang konglomerat muda yang memiliki kerajaan facebook, berkat temuannya saat kuliah di Harvard menempatkan dirinya pada jajaran 10 orang terkaya di dunia versi majalah forbes. Zuckerberg bukan orang pertama yang mengubah dunia melalui ide atau penemuannya, ada puluhan atau bahkan ratusan nama lain dan salah satunya adalah Johannes Gutenberg yaitu orang eropa pertama yang menciptakan mesin cetak, sebagai cikal bakal dunia percetakan dan media cetak kala itu.

Era guttenberg telah bergeser ke zuckerberg dimana surat kabar terlihat kuno dan digantikan oleh media sosial yang serba cepat dan dinamis, entah hanya kebetulan nama kedua orang ini sangat mirip ataukah memang sebuah pertanda peralihan peradaban cetak menuju digitial. Menurut Marshal Mcluhan (1962) dalam bukunya The Gutenberg Galaxy: The Making of Typographic Man, dirinya sudah meramalkan perubahan era komunikasi yang kini terjadi, meskipun pada saat itu McLuhan masih menyoroti perkembangan teknologi mekanik menjadi elektronik.

 

Kilas balik sejak era Guttenberg menuju Zuckerber tadi sebenarnya hanya mengajak untuk merefleksikan sejarah masa lalu yang kemudian menjadi akar dari perubahaan-perubahan yang kini terjadi, cepat atau lambat tokoh-tokoh di masa lalu akan digantikan oleh generasi baru yang terus berfikir tentang masa depan. Jika tidak ada penemuan Thomas Alva Edison, maka tak akan ada Guglielmo Marconi masa lalu tak hanya identik dengan kuno.

Perkembangan dari masa ke masa menunjukan bagaiman manusia terus berfikir dan berkarya, nilai historis di masa lalu sangat menarik untuk diungkap guna mengetahui asal mula sebuah penemuan baru di masa sekarang.

Kronologis percetakan di Malang

Hingga saat ini belum dipastikan, siapa yang pertama kali memulai percetakan di Malang pada era kolonial ataupun setelah kemerdekan, namun dari beberapa data temuan sementara kita dapat merumuskan kronologi usaha percetakan atau penerbitan. Pada tahun 1907 terdapat sebuah percetakan yang bernama snelpersdrukkerij didirikan oleh seorang tionghoa bernama kwee khay khee. Percetakan snelpersdrukkerij ini dikenal sebagai percetakan yang menerbitkan tjahaja timoer salah satu media cetak pada masa kolonial belanda (Hudiyanto, 2007).

Pada tahun 1918 muncul sebuah percetakan baru di Malang bernama paragon press yang saat itu dinilai sebagai percetakan paling modern dari alat dan teknologinya. Paragon press juga dimiliki oleh warga tionghoa bernama khwee sing thay, dugaan sementara percetakaan ini dulunya berada di daerah mergosono atau sekitaran kota lama.

Saat ini hanya satu percetakan yang tersisa di Malang sejak era kolonial, yaitu percetakan bernama Perfectas yang beralamatkan di jalan Wiro Margo. Percetakan ini pertama kali didirikan tahun 1920 yang pada waktu itu fokus produksinya pada majalah dan karya sastra. Hal menarik lainnya dari percetakan perfectas menerbitkan buku karangan Tjamboek Berdoeri dengan judul Indonesia Dalem Bara & Api pada tahun 1947 dengan tebasnelpersdrukkerij l 200 halaman dan dicetak pada kertas merang berbahasa melayu (Setiono, 2008).

Tjamboek berdoeri merupakan nama samaran seorang jurnalis tionghia kelahiran pasuruan dengan nama asli Kwee Thiam Tjing, dirinya menjadi saksi hidup bagaimana sejarah sosial dan politik masyarakat Malang, Jawa Timur pada masa kolonial atau revolusi. Kwee juga pernah merasakan hidup di penjara Kalisosok dan Cipinang selama 10 bulan pada tahun 1925 karena dianggap menghina pemerintah Hindia Belanda (Kusumastuti, 2015). Sebuah karya yang fenomenal dari tokoh yang militan pada pemerintah kolonial dicetak di Malang. Pada era kemerdekan perfectas tetap berdiri dengan menerbitkan komik-komik barat yang berbahasa indonesia

Selain percetakan-percetakan yang sudah eksis sejak tahun 1900an, kota Malang memiliki sejarah menarik lain di bidang percetakan. Pada tahun 1938 – 1954 Malang memiliki sekolah khusus percetakan bernama Sekolah Teknik Pertama Percetakan Grafisce School sekarang dikenal sebagai SMKN4 Grafika yang berada di jalan Tanimbar. Namun sebelumnya sekolah percetakan ini berada di jalan Frateran atau lebih dikenal sebagai jalan L.A. Suprapto, sekolah ini Didirikan Mrg. Aliers, O.Carm  dan diipimpin Fr. Cicilianus H.C.A Lommelaars yaitu petugas dari keuskupan gereja.

Setelah kemerdekaan sekolah ini berganti nama menjadi Sekolah Kerajinan Negeri (SKN) dan masih memiliki jurusan pada bidang produksi percetakan mencakup penguasaan berbagai jenis mesin dalam industri percetakan hingga saat ini. SKN terus berubah dan berkembang pada 1959 diganti menjadi Sekolah Menengah Teknik Grafika Malang (SMT Grafika) akhirnya menjadi Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 4 Malang (SMKN 4 Malang) di tahun 1996.

Berdirinya Sekolah khusus percetakan ini dapat menggambarkan pada masa itu industri percetakan di kota malang termasuk maju dan berkembang, asumsinya jika ada sebuah sekolah jurusan percetakan di kota malang maka banyak industri percetakan yang menjadi lapangan pekerjaan. Hal ini masih perlu dibuktikan dengan data dari dokumen sejarah, dikarenakan keterbatasan ini asumsi atau hipotesa ini masih belum dapat dipastikan.

Era kemerdekan juga menyiratkan, bahwa Malang masih dipertimbangkan sebagai kota yang memiliki percetakan-percetakan besar salah satunya Nederlandsch-Indische Metaalwaren Emballage Fabrieken (NIMEF) yangTerletak di Kendalpayak kabupaten Malang (Leirissa, 2004). Pada tahun 1945 NIMEF menjadi percetakan yang diperuntukan mencetak uang kertas, selain itu Moh. Hatta juga diduga pernah memesan beberapa dokumen negara di percetakan kota Malang.

 

Percetakan sangat erat kaitannya dengan surat kabar, pada era kolonial cukup sulit  untuk menemukan surat kabar yang terbit di kota Malang, hanya beberapa yang dapat ditemukan karena minimnya bukti sejarah. Tjahaya Timoer merupakan surat kabar yang diterbitkan oleh snelpersdrukkerij, terdapat beberapa media lain yang ditemukan namun tidak jelas percetakan mana yang menerbitkannya.

Pada tahun 1930 terdapat media cetak dengan nama Pergaoelan, dengan Doel Arnowo sebagai pemimpin redaksinya dan surat kabar ini memberikan informasi mengenai pergerakan nasional dan juga pergerakan tingkat lokal (Sjafari, 2015). Ada juga surat kabar dengan nama Al Ichtijaar yang terbit tahun 1937, yang dikelola oleh santri kota Malang yang memuat berita tentang Jambore Hizbul Wathan se-Jawa Timur (Sjafari, 2015). Surat kabar Pergaoelan dan Al Ichtijaar berkembang di tahun 1930an, tapi sebelum kedua surat kabar ini terdapat Tjahaya Timoer yang diperkirakan terbit 1907 dan De malanger yang terbit pada tahun 1929.

Menurut Hudiyanto (2007) dalam penelitiannya pada tahun 1951 terdapat 150 perusahaan percetakan di Jawa Timur dan 18 diantaranya ada di Malang, namun data yang mendukung untuk menemukan percetakan yang lainnya di kota malang belum ada. Percetakan yang tersisa hingga saat ini nyaris hanya Perfectas dari masa kolonial, dapat diasumsikan perisitwa tahun 1965 juga mempengaruhi hal ini karena usaha-usaha tionghoa ditutup pihak militer.

Napak tilas sejarah percetakan di Malang perlu lebih dalam digali secara lengkap untuk mengungkapkan bagaimana dulu bisnis percetakan berjalan. Dokumen sejarah menjadi satu hal yang krusial karena menjadi rujukan untuk penelitian yang lebih mendalam. Penelusuran sejarah ini sangat menarik, karena dari pendekatan historis dokumen-dokumen yang pernah ada di masa lalu dapat dirangkai menjadi sebuah kisah secara utuh.

*Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Komunikasi  Universitas Brawijaya Malang dan  Music Director PT Radio Malangkucecwara

Artikel ini telah dimuat di Kompasiana.com

 

Tinggalkan Komentar

Silakan tulis komentar anda
Silakan tulis nama anda di sini