Terakota.id – Tepat 19 tahun silam, 7 Juni 1999 digelar pemilihan umum (pemilu) pertama pasca tumbangnya rezim orde baru. Pemilu 1999 dilaksanakan di bulan ke-13 Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie berkuasa, setelah naik menggantikan Soeharto yang dilengserkan pada 21 Mei 1998.
Secara konstitusi, masa pemerintahan BJ Habibie sebenarnya berakhir pada 2003. Tapi gelombang besar reformasi menghendaki transisi demokrasi berjalan cepat. Dengan menggelar pemilu 1999 secara independen dan tak diintervensi oleh rezim orde baru. Apalagi selama Soeharto 32 tahun, pemilu hanya dipakainya untuk melanggengkan kekuasaan Orde Baru. Pernah ada 10 partai peserta pemilu 1977, tapi sesudah itu seluruhnya difusi ke dalam tiga partai saja yakni PDI, PPP dan Golkar.
Desakan reformasi itu pula membuat pemerintahan transisi BJ Habibie merumuskan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1999 tentang Partai Politik, UU Nomor 2 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum, dan UU Nomor 4 tahun 1999 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
“TNI dan Polri yang selama orde baru jadi alat Golkar, kali ini dibuat netral. Netralitas juga dikenakan pada pegawai negeri sipil dan birokrat yang selama ini jadi salah satu pilar Golkar,” tulis Ibnu Hamad dalam bukunya Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa.
Pemilu 1999 pun dianggap sebagai salah satu pesta demokrasi paling meriah. Dengan semakin terbukanya kebebasan berekspresi, masyarakat pun bisa mendirikan partai politik. Saat itu ada 141 partai yang didirikan dan terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM. Tapi kemudian hanya sebanyak 48 partai politik yang lolos memenuhi syarat sebagai peserta pemilu 1999.
Ke-48 partai politik itu adalah: Partai Indonesia Baru, PKNI, PNI Supeni, PADI, Partai KAMI, PUI, PKU, Masyumi Baru, PPP, PSII, PDI Perjuangan, PAY, PKM, PDKB, PAN, PRD, PSII 1905, PKD, PILAR, PARI, Masyumi, PBB, Partai Solidaritas Pekerja, Partai Keadilan, PNU, PNI Front Marhaenis, IPKI, Partai Republik, PID, PNI Massa Marhaen, Murba, PDI, Golkar, PP, PKB, PUDI, PBN, Partai MKGR, PDR, PCD, PKPI, Partai SPSI, PNBI, Partai Bhineka Tunggal Ika Indonesia, Partai SUNI, PND, PUMI, dan PPI.
Partisipasi Pemilih
Pemilu 1999 tercatat sebagai pemilu tertinggi partisipasi pemilihnya pasca tumbangnya orde baru. “Dinamika politik di masyarakat akar rumput meningkat, sebagai antitesa menurunnya campur tangan pememrintah,” tulis Ibnu Hamad.
Jumlah pemilih terdaftar pada pemilu 1999 sebanyak 118.158.778 pemilih. Dari jumlah itu, 92,74 persen pemilih menggunakan hak pilihnya alias 7,26 persen tak menggunakan hak pilihnya. Pemilu tahun itu tercatat sebagai pemilu tertinggi partisipasi pemilihnya di era reformasi.
Mengutip laporan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dalam Potret Partisipasi Organisasi Masyarakat Sipil dalam Pemantauan Pemilu 1999-2014, selama pemilu di era reformasi 1999 – 2014, partisipasi pada pemilu 1999 merupakan yang tertinggi. Pada pemilu 2004 partisipasi pemilih hanya 84,07 persen.
Saat pemilihan presiden 2004 putaran I, partisipasi pemilih 78,23 persen dan putaran II 76,63 persen yang menggunakan hak pilihnya. Pada pemilu 2009 partisipasi pemilih mencapai 70,96 persen dan pilpres 2009 hanya 72,56 persen yang menggunakan hak pilihnya. Sedangkan di pemilu 2014 tercatat 75,11 persen pemilih menggunakan hak pilihnya dan pilpres 2014 malah cuma 69,58 persen yang menggunakan hak pilihnya.
Secara umum pelaksanaan pemilu ini berjalan lancar. Kendala baru tampak saat proses penghitungan suara dan pembagian kursi. Pada tahap penghitungan suara, ada 27 partai politik yang menolak menandatangani berita acara perhitungan suara. Alasan partai itu adalah penyelenggaraan pemilu belum menjalankan asas jujur dan adil (jurdil).
Ke-27 partai politik yang menolak menandatangani hasil pemilu 1999 itu antara lain, Partai Keadilan, PNU, PBI, PDI, Masyumi, PNI Supeni, Krisna, Partai KAMI, PKD, PAY, Partai MKGR, PIB, Partai SUNI, PNBI, PUDI, PBN, PKM, PND, PADI, PRD, PPI, PID, Murba, SPSI, PUMI, PSP, PARI.
Pemenang Pemilu
Setelah serangkaian penelitian atas penolakan partai dan penyelenggaraan pemilu, Presiden BJ Habibie menyatakan hasil pemilu 1999 sah. Meski demikian bukan berarti selesai masalah. Saat pembagian kursi, sekelompok partai menginginkan mekanisme stembus accord. Menggabungkan suara mereka agar mendapat kursi di parlemen.
Satu pendapat lagi menginginkan pembagian kursi tanpa stembus accord. Silang pendapat itu pada akhirnya berujung keputusan pembagian kursi tanpa memperhitungkan stembus accoord. Dengan keputusan itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) membagi kursi hasil Pemilu 1999.
Dilansir dari laman kpu.go.id, hasil pembagian kursi itu menunjukkan, lima partai besar memborong 417 kursi DPR atau 90,26 persen dari 462 kursi yang diperebutkan. Golkar, partai yang selalu menang di setiap pemilu pada masa orde baru, kalah dalam pemilu ini.
PDI Perjuangan menjadi pemenang Pemilu 1999 dengan meraih 35.689.073 suara atau 33,74 persen dan berhak mendapat 153 kursi. Golkar memperoleh 23.741.758 suara atau 22,44 persen dan mendapat 120 kursi. PKB meraih 13.336.982 suara atau 12,61 persen dan berhak atas 51 kursi. PPP dengan 11.329.905 suara atau 10,71 persen mendapatkan 58 kursi. PAN meraih 7.528.956 suara atau 7,12 persen, mendapatkan 34 kursi.
Hasil pemilu 1999 yang menggunakan sistem perwakilan berimbang (proporsional) ini pula yang mengantar Amin Rais sebagai Ketua MPR dan Akbar Tanjung sebagai Ketua DPR periode 1999-2014. Pemilu ini pula yang kemudian membawa KH Abdurachman Wahid alias Gus Dur dan Megawati Soekarno Putri sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 1999 – 2004.
Merawat Tradisi Menebar Inspirasi
[…] para aktor. Video musik karya sutradara M. Amirul Muminin ini relevan diluncurkan saat berlangsung pesta demokrasi saat […]