Perwakilan BPH Sastra Dewan Kesenian Malang, Abdul Mukhid menyerahkan buku antalogi puisi kepada Ketua DKM Bobby Nugroho. (Terakota/ Wulan Eka).
Iklan terakota

Terakota.idBadan Pengurus Harian (BPH) Dewan Kesenian Malang (DKM) meluncurkan buku antologi Sajak Dwiwangga Dunia Tak Lagi Dingin. Buku perdana karya BPH DKM berlangsung di gedung DKM Rabu, 30 Desember 2020. Buku antologi puisi ini ditulis dalam dwi bahasa, Indonesia dan Inggris. Memuat 36 karya penyair melalui proses kurasi.

Mengangkat tema universal, relasi alam dan manusia, pencarian identitas diri, cinta, lanskap kota, dan dinamika sosial. Para penulis datang dari berbagai latar belakang mulai penyair, mahasiswa, penggerak komunitas literasi, pelajar, guru, pekerja media, musisi, seniman, cerpenis, ibu rumah tangga, psikiater, dan pelukis. Penulis beraneka warna inilah yang menginspirasi tim untuk mengangkat potret kampung warna warni menjadi sampul buku.

“Karya dikumpulkan sejak Februari 2020, sempat terkendala pandemi,” Kata perwakilan BPH Sastra DKM, Abdul Mukhid.  Judul buku Sajak Dwiwangga Dunia Tak Lagi Dingin, katanya, diambil dari gabungan dua judul puisi di dalam buku. Kedua judul dinilai mewakili kondisi Kota Malang. Menggambarkan fenomena Malang kini yang tak sedingin dulu.

Abdul Mukhid  mengakui proses penerbitan buku agak terburu-buru hingga hasilnya belum maksimal. Sastrawan di Malang, katanya, memiliki potensi yang belum tergali. “Lewat BPH Sastra, saya ingin merangkul sastrawan Malang untuk menghidupkan iklim sastra di Malang,” ujar Mukhid.

Diterbitkan buku ini, katanya, merupakan salah satu upaya menjawab permasalahan seni sastra di Kota Malang. Para penyair menghadapi masalah untuk berkarya secara independen atau komunitas. BPH Sastra DKM berupaya mengajak penyair Kota Malang berkolaborasi menulis buku untuk khalayak, bukan hanya untuk internal.

Guru besar Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang, Profesor Djoko Saryono menilai peluncuran buku ini menjadi perkembangan positif produktivitas DKM. Kedepan, katanya, perlu diperhatikan pengemasan dan penggarapan buku selanjutnya. “Terutama pemilihan font, dan layout,” ujar Djoko.

Djoko menilai zaman berubah, kenikmatan berpuisi mengalami penurunan. Puisi sebagai puncak kefasihan berbahasa tak lagi memunculkan metafora dan imajinasi.

“Kita berada di zaman prosa yang kremesek, krosak-krosak, krasak- kresek nggak karuan. Masyarakat kehilangan nilai puitisnya,“ kata Djoko menambahkan. Djoko Saryanto berharap fenomena ini menjadi intropeksi bagi para penulis sastra.

Satrawan sekaligus kurator buku, Tengsoe Tjahjono dan Yusri Fajar menyatakan kualitas penulis dalam buku ini cukup beragam. Menurut Yusri terkadang satu puisi dengan puisi lainnya jauh sekali jarak kualitasnya. “Tak banyak penulis yang mampu menulis puisi berbahasa kias, ekspresif, dan mengeksplor tema,” ujar Yusri Fajar.

Sedangkan Tengsoe berharap Malang melahirkan penyair-penyair handal dan kreatif dalam mengembangkan penulisan karya sastra puisi. “Tantangan bagi Malang Raya untuk menempatkan sastra sebagai entitas penting dalam pembangunan manusia dan masyarakat,” ujar Tengsoe.

Perwakilan penulis buku, Yose S. Beal menyatakan dalam buku ini turut dimuat karya perupa anggota DKM. Terdapat pula sambutan Wali Kota Malang dan Ketua DPRD Kota Malang. “Tujuannya untuk menggugah jajaran pemerintah agar mengetahui karya sastra masyarakat Malang,” kata Yose memaparkan.

Sejak Februari 2020, BPH Sastra DKM merealisasikan dua program kerja yakni lomba video baca puisi dan penerbitan buku Sajak Dwiwangga Malang Tak Lagi Dingin. Peluncuran buku Sajak Dwiwangga Dunia Tak Lagi Dingin menjadi rangkaian acara Pasar Seni Dewan Kesenian Malang 2020.