Pelajari dan Teliti Agar Tak Tertipu Koleksi Artefak Palsu

Warsito warga Desa Candirejo, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar menemukan mahkota saat menambang pasir di sungai. (Foto : IDNTimes).
Iklan terakota

Terakota.id Hampir setiap tahun selalu ada kabar penemuan diduga peninggalan artefak kebudayaan berupa benda seperti arca kuno, perhiasan sampai gerabah. Kabar itu selalu menarik perhatian peneliti, pegiat sejarah sampai masyarakat umum.

Setiap laporan temuan artefak benda purbakala harus diteliti lebih dulu. Memastikan benda purbakala itu benar peninggalan masa lalu atau bukan. Tak sedikit hasilnya menunjukkan temuan itu hanyalan benda biasa dan bahkan sering pula disebut palsu.

Pada April 2020 lalu misalnya. Warga Ponggok, Blitar, heboh begitu mendegar penemuan benda berbahan logam berbentuk mahkota di dalam sungai. Penemu menyebut itu sebagai mahkota peninggalan kerajaan.

Setelah diteliti lebih dalam oleh arkeolog Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tmur, dipastikan bila itu bukan benda cagar budaya. Benda itu hanyalah kerajinan logam biasa buatan sentra kerajinan di Jawa Timur.

Arkeolog Universitas Negeri Malang, M. Dwi Cahyono, menjelaskan tentang artefak kebudayaan berupa benda. Ia menyebut ada artefak historis atau benda peninggalan masa lalu yang menunjukkan peradaban masa lampau

“Artefak berupa benda bisa terbuat dari batu, logam sampai gerabah. Menunjukkan sebuah peradaban masa lampau,” kata Dwi Cahyono.

Selain artefak historis, ada pula artefak yang buatan masa sekarang dan itu diketahui masyarakat umum. Misalnya patung arca dibuat sebagai duplikasi dari arca aslinya dan orang awam tahu bila itu sebuah tiruan.

Tetapi ada juga artefak masa kini yang sengaja dibuat sedemikian rupa untuk meniru benda peninggalan masa lampau. Sengaja dibuat dengan maksud tertentu, mengecoh orang seolah itu adalah benar-benar benda peninggalan masa lalu.

“Artefak masa kini yang dikesankan masa lalu, seringkali digunakan untuk kepentingan tipu-tipu,” kata Dwi.

Artefak pengecoh atau abal-abal itu dibuat dari berbagai bahan mulai batu, logam dan lainnya. Agar terkesan seperti peninggalan masa lalu, bentuknya sengaja dibuat tidak utuh. Ada bagian yang patah, retak, dipendam di tanah cukup lama, diletakkan di permukaan, kena panas dan hujan sehingga berlumut. Menimbulkan kesan benda lama.

Banyak sentra kerajinan baik pahat batu maupun logam di Mojokerto dan Jombang. Para perajinnya mampu menduplikasi artefak masa lalu misalnya berupa arca. Pengecoh cukup memesan, lalu mulai menggunakan jurus nakalnya.

“Butuh kehati-hatian untuk membedakan mana artefak masa lampau dan masa kini yang dikesankan tua,” ujar Dwi Cahyono.

Ada sejumlah metode yang bisa digunakan untuk menguji keaslian sebuah artefak. Salah satunya menganalisis dengan ikonografi. Misalnya ada laporan temuan sebuah arca dewa. Dengan ikonografi dapat diinterpretasi dan diidentifikasi, termasuk simbol – simbol dalam arca itu. Bila tak sesuai kaidah itu, maka artefak bukan dari masa lalu tapi masa kini.

Pembuktian artefak lama atau baru dapat juga dengan cara pengujian lebih modern. Analisis ilmiah berbasis uji kimiawi atau perangkat fisika misalnya uji karbon. Pengujian baik secara ikonografi maupun metode ilmiah sangat penting. Dapat dilakukan terhadap semua, baik itu bahan bahan batu, logam, gerabah dan lainnya.

“Ini ke depan perlu dipahami karena sekarang banyak peninggalan asli tapi palsu, digunakan untuk mengecoh demi kepentingan ekonomi misalnya,” ucap Dwi.

Kejujuran Pemilik Artefak

Terlepas dari apakah artefak itu asli atau palsu, ada poin penting lainnya berupa kejujuran. Maksudnya, bila artefak memang duplikat maka harus diberi label sebagai arca duplikat. Baik itu berbagai artefak yang tersimpan di museum maupun di tempat wisata.

“Kalau tak ada benda asli ya tak masalah menampilkan duplikatnya. Tapi harus disampaikan ke publik bahwa itu memang duplikasi,” tutur Dwi Cahyono.

Tidak ada masalah bila membuat duplikat artefak demi kepentingan pembelajaran, sebab tak mungkin mendatangkan yang asli. Misalnya, tidak mungkin mendatangkan Arca Prajnaparamitra yang tersimpan di Museum Nasional. Maka boleh saja membuat duplikasinya demi kepentingan pembelajaran.

“Jujur sampaikan saja bila duplikasi demi kepentingan pembelajaran, bukan untuk tipu-tipu,” ucap Dwi Cahyono.

Kasus Pemalsuan Artefak

Heboh warga Ponggok, Blitar, pada April 2020 tentang temuan benda menyerupai mahkota yang akhirnya terbukti produk kerajinan biasa itu bukan yang pertama. Cukup sering ada warga lapor menemukan benda purbakala, lalu begitu dicek bukan benda purbakala asli.

Pada Mei 2019 silam ada kabar penemuan patung berkaki naga di Sungai Batanghari, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat. Disebut-sebut patung itu merupakan artefak kuno. Setelah diteliti Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) Sumatera Barat, terbukti bila patung itu bukan arca kuno dan hanya patung biasa.

Salah satu kasus  yang mencuat dan menyita perhatian publik di Indonesia terjadi pada 2007 silam. Saat terkuak fakta banyak koleksi arca perunggu di Museum Radya Pustaka, Solo, Jawa Tengah, dinyatakan palsu. Tepatnya, dari total 85 arca perunggu koleksi museum itu ada 34 arca palsu dan 18 arca lainnya diduga palsu.

Arca itu sengaja ditempatkan di dalam museum, trik pencuri untuk mengelabui. Sedangkan arca yang asli hilang tak diketahui entah ke mana. Diduga dijual ke kolektor benda purbakala. Kasus ini terkuak bermula dari meninggalnya seorang peneliti Balai Pelestari Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah karena kecelakaan misterius.

Kasus itu menyeret sejumlah nama, Kepala Museum Museum Radya Pustaka, KRH Darmodipuro divonis penjara. Konglomerat Hashim Djojohadikusumo sempat turut diperiksa polisi, pada akhirnya ia bebas dinyatakan tak terlibat.

Pemalsuan artefak di dunia internasional juga banyak terjadi. Eliseo Gil, seorang arkeolog asal Spanyol pada 2020 silam divonis 2,5 tahun penjara dan denda ratusan juta rupiah oleh pengadilan setempat. Pengadilan menyatakan arkeolog itu terbukti memanipulasi artefak.

Bermula dari Eliseo Gil pada 2005-2006 mengumumkan temuan yang diklaim luar biasa. Berbagai artefak kuno berupa tembikar dari lokasi penggalian situs Romawi di kota Virotia-Gasteiz, dekat Basque, Spanyol. Temuan itu direspon dengan dibentuknya komite ahli dari multi disiplin ilmu. Setelah dipelajari, para ahli menyatakan penemuan itu sepenuhnya palsu.

Sebuah museum di Provinsi Hebei, China terpaksa ditutup pada 2013 silam. Museum yang dibangun dengan anggaran 90 juta dollar amerika serikat itu terbukti menampilkan barang palsu. Tidak tangungg-tanggung, ada sekitar 40 ribu barang yang diklaim asli namun terbukti palsu. Satu contoh barang palsu itu, sebuah benda yang seharusnya ditandatangani Kaisar Kuning pada abad ke-27 sebelum masehi, namun terbukti menggunakan huruf China yang baru diterapkan 100 tahun lalu.