
Terakota.id – Paolo Gerbaudo dalam The Digital Party Political Organisation and Online Democracy (London: Pluto Press, 2019) melukiskan kreativitas para aktivis pergerakan dalam merespons jagat digital, berupa pembuatan “organisasi partai politik” tandingan. Dalam kolom ini, saya akan menukilkannya untuk Anda, dan sengaja tak “membawa lari isunya” ke konteks Indonesia. Ketika kita membaca buku itu, konteksnya memang Eropa, tetapi pelajaran dari sana bisa terbang ke mana-mana. Tak ada salahnya kita simak saja dulu kisahnya seperti apa.
Istilah partai digital yang dia sebut merujuk pada template organisasi baru yang hadir di sejumlah formasi politik baru dalam beberapa tahun terakhir, dari Partai Bajak Laut (Pirate Parties) yang telah muncul di Eropa Utara, hingga formasi populis sayap kiri seperti Podemos di Spanyol dan France Insoumise di Perancis, lantas organisasi kampanye baru seperti Momentum yang mendorong lonjakan popularitas Partai Buruh Corbyn di Inggris.
Terlepas dari perbedaan nyata mereka, berbagai formasi ini menunjukkan kesamaan dalam cara mereka berjanji untuk mewujudkan bentuk politik baru yang didukung oleh teknologi digital, sejenis politik yang mereka klaim lebih demokratis, lebih terbuka, lebih langsung, lebih otentik dan transparan.
Gerbaudo mengulas panjang lebar fenomena partai-partai yang kehadirannya sejak awal memanfaatkan perkembangan teknologi digital itu, kendatipun juga terdapat keterbatasannya. Mari kita telisik kisah Partai Bajak Laut yang dilihatnya fenomenal itu. Sekali lagi perlu dijelaskan bahwa yang dimaksud partai digital dalam konteks ini ialah yang menggunakan teknologi digital yang dimaksudkan untuk kepentingan idealnya: merancang bentuk-bentuk baru partisipasi politik dan pengambilan keputusan yang demokratis.
Mereka yang mendeklarasikannya via internet mengklaim perannya sebagai kampiun masyarakat digital baru, yang segera berhadapan dengan struktur yang berkarat dan rapuh dari masyarakat neoliberal yang tengah terlanda krisis, dan kondisi politiknya usang. Contoh awal yang paling terkenal dari tren ini tidak diragukan lagi adalah Pihak Bajak Laut, sekelompok orang yang mengkampanyekan hak digital dan berhasil di negara-negara Eropa Utara.
Partai Bajak Laut pertama kali didirikan di Swedia pada 2006 oleh pengusaha dan mantan politisi liberal Rick Falkvinge. Ia dibuat menyusul adanya keributan pasca-ketetapan peradilan yang menutup Pirate Bay, layanan berbagi file populer (mengunduh film, buku, dan video game secara gratis) yang dipandang memfasilitasi pengelakan hak cipta.
Partai tersebut secara resmi diluncurkan oleh Falvinge melalui sebuah petisi tentang perlunya didaftarkan sebuah partai politik baru yang berfokus pada masalah-masalah hak cipta, berbagi file, dan reformasi paten. Simbolnya bajak laut hitam yang dibentuk sedemikian rupa hingga menyerupai huruf P. Eksperimen ini ternyata dengan cepat mampu mengumpulkan ribuan pendukung. Bahkan, pada pemilu 2006, partai ini memperoleh suara 0,63 persen, dan berhasil mencapai hasil yang mengesankan dalam pemilihan Eropa 2009, ketika skornya mencapai 7,13 persen suara, sehingga dapat memilih dua Anggota Parlemen Eropa (MEP) untuk Swedia.
Pada 2010 Partai Bajak Laut Internasional (Pirate Parties International) didirikan di Brussel dengan cabang-cabangnya di sejumlah negara Eropa. Dalam pemilihan Negara Bagian 2011 di Berlin, Partai Bajak Laut Jerman memperoleh 8,9 persen suara, memenangkan 15 dari 141 kursi di majelis lokal. Namun, setelah itu, partai ini dirusak oleh skandal dan perselisihan internal.
Keberhasilan Partai Bajak Laut lainnya ialah kasus Píratar di Islandia yang didirikan oleh sejumlah aktivis digital terkemuka seperti Birgitta Jónsdóttir dan Smári McCarthy. Píratar mendapat dukungan suara yang bagus pada pemilihan nasional 2016 dan 2017, yang pada beberapa kesematan terlibat dalam pembicaraan untuk bergabung dengan pemerintah koalisi, kendati gagal.
Prestasi yang cukup fenomenal terjadi di Republik Ceko, ketika pada pemilihan legislatif 2017, Partai Bajak Laut Ceko memperoleh lebih dari 10 persen suara, menjadikannya kekuatan politik elektoral terbesar ketiga di negara itu. Namun, dilihat dari sudut pandang internasional, Bajak Laut tampaknya telah kehilangan sebagian besar momentum awal mereka.
Meskipun tidak mengikuti Pirate Party International (PPI) yang mengoordinasikan sebagian besar partai Bajak Laut di seluruh dunia, formasi lain telah muncul dalam beberapa tahun terakhir yang mendekati ideologi Partai Bajak Laut. Misalnya, Partido de la Red (Party of the Net) di Argentina, Wikipartido (Wikiparty) di Meksiko, dan Partido X (Party X, juga dikenal sebagai Partai Masa Depan) di Spanyol.
Seperti halnya Bajak Laut, formasi-formasi tersebut mengusulkan wacana technoutopian yang melihat teknologi digital akan memimpin kita menuju masa depan yang lebih baik. Namun, mereka belum terlalu berhasil menerjemahkan visinya menjadi hasil pemilihan yang signifikan.
Gerbaudo juga mengajak kita melihat fenomena Gerakan Bintang Lima (Movimento 5 Stelle, M5S) di Italia dan Podemos di Spanyol, dua formasi populis yang banyak berinvestasi dalam pengembangan bentuk organisasi digital. Gerakan Bintang Lima, yang setelah pemilihan nasional 2018 menempati peringkat sebagai partai pertama di Italia, secara resmi diluncurkan pada sebuah acara pada 4 Oktober 2009 di Teatro Smeraldo di Milan.
Namun, asal-usulnya terkait dengan serangkaian mobilisasi di pertengahan 1990-an yang digerakkan Beppe Grillo, pendiri partai. Dia adalah seorang komedian dan satiris yang karismatik yang mampu mengubah pertunjukan teaternya menjadi serangan hebat terhadap kelas politik yang korup. Langkah kunci mobilisasinya dilakukan pada Hari Vaffanculo anti-korupsi diluncurkan pada 8 September 2007 di beberapa tempat di Italia. Lima puluh ribu orang berkumpul di Piazza Maggiore, Bologna, pada puncak kampanye untuk ‘parlemen bersih’, menyoroti keberadaan lusinan politisi dengan catatan kriminal. Pada kesempatan itu gerakan ini mengadopsi simbol merah ‘V’ yang dipopulerkan oleh film sekte V for Vendetta, yang terus dipakai sebagai logo resmi Gerakan Bintang Lima.
Keberhasilan memobilisasi disebabkan oleh popularitas selebriti Beppe Grillo, dipadukan dengan strategi media yang jitu oleh Casaleggio Associati, konsultan digital yang dipimpin oleh Gianroberto Casaleggio. Berkat dukungan Casaleggio, Grillo mendirikan www.beppegrillo.it yang sangat populer di mana alamat web-nya bertindak sebagai pengganti alamat resmi resmi partai.
Gerakan ini mengatur kelompok-kelompok lokal yang diorganisir melalui Meetup, sebuah layanan daring yang memfasilitasi pertemuan tatap muka orang-orang yang memiliki minat yang sama. Platform kebijakan partai pada awalnya menyerupai Partai Hijau, dengan lima gerakan bintang yang mewakili air (di bawah kepemilikan publik), lingkungan, konektivitas internet gratis, pembangunan berkelanjutan, dan transportasi rendah karbon dalam pemilihan lokal antara 2009 dan 2012).
Namun, secara progresif tercakup isu-isu populis lainnya, menyerang korupsi politik, menuntut penegakan hukum dan ketertiban, hingga masalah imigrasi. Sebagai ‘partai web’, sejak awal M5S telah mengadakan serangkaian konsultasi daring dengan pemilih mengenai kandidat lokal dan nasional (comunarie untuk dewan lokal, parlamentarie untuk parlemen, tetapi juga quirinarie untuk memilih kandidat yang akan didukung sebagai presiden), referendum daring tentang sejumlah masalah. M5S juga menciptakan Rousseau, sistem diskusi dan pemungutan suara yang pada awalnya merupakan ‘sistem operasi bintang lima’ dan berisi serangkaian fitur lebih lanjut, seperti undang-undang partisipatif di tingkat regional, nasional dan Eropa.
Meskipun berbeda dengan Gerakan Bintang Lima dalam ideologi dan struktur organisasi, Podemos menampilkan antusiasme yang sama terhadap media digital. Podemos, sebuah nama yang merupakan adaptasi dari anggota serikat buruh ‘Sí, se puede’ Cesar Chavez dan ‘Ya kita bisa’ Barack Obama, diluncurkan pada 17 Januari 2014 atas prakarsa ilmuwan politik Pablo Iglesias Turrión.
Dia didukung oleh kolega dan rekannya di Complutense University of Madrid, termasuk Juan Carlos Monedero, Iñigo Errejón, dan berbagai kelompok gerakan sosial dan radikal kiri, termasuk Izquierda Anti-capitalista (kiri anti-kapitalis), sebuah faksi Trotskis. Kehadirannya ialah melalui gelombang mobilisasi yang diprakarsai oleh gerakan protes Indignados 2011, juga dikenal sebagai 15-M merujuk 15 Mei 2011, dan memanfaatkan status selebritas Pablo Iglesias, seorang tamu reguler di talkshow politik.
Kekuatan elektoral Podemos tercatat sejak pemilihan Eropa pada 2014, ketika memperoleh 8 persen suara dan lima anggota parlemen (hanya dua bulan setelah berdirinya). Dalam pemilihan kota 2015 di Barcelona dan Madrid, dua wanita, Ada Colau dan Manuela Carmena, terpilih sebagai walikota. Dalam pemilihan parlemen Desember 2015 dan Juni 2016, Podemos berada di urutan ketiga.
Dibandingkan dengan Partai Bajak Laut dan Gerakan Bintang Lima, Podemos lebih tradisional dalam identitasnya sebagai sayap kiri dan dalam struktur organisasinya yang menggabungkan berbagai organ yang biasanya ditemukan di partai massa, seperti sekretaris dan komite pusat partai. Namun, karakteristiknya sebagai partai yang merangkul teknologi digital di semua tingkatan tampak jelas: Podemos menggunakan media sosial secara efektif sebagai alat mobilisasi, dan dengan cepat menjadi partai di Spanyol paling populer di Twitter dan Facebook. Podemos telah mencoba menampilkan dirinya sebagai kekuatan yang selaras dengan semangat budaya digital, prihatin dengan masalah transparansi, dan memperjuangkan hak-hak pekerja baru dalam ekonomi digital.
Gerbaudo mencatat bahwa Partai Bajak Laut, Gerakan Bintang Lima, dan Podemo merupakan manifestasi paling ikonik dari format partai digital. Namun, sejumlah fenomena menampilkan kecenderungan serupa, seperti France Insoumise dan Momentum. France Insoumise adalah partai populis sayap kiri yang didirikan pada 2016 oleh mantan politisi Sosialis Jean-Luc Mélenchon. Namanya dapat diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai ‘Unbowed France’ atau ‘Unubmissive France’, dinyatakan dalam simbol phi yang terlihat seperti orang dengan kepalan tangan.
Namun, Prancis Insoumise berbeda apabila dibandingkan dengan partai-partai kiri tradisional dalam hal merangkul demokrasi digital dan menghilangkan struktur birokrasi tradisional. Ia menggunakan perangkat lunak NationBuilder untuk mengumpulkan para pendukung dan mengembangkan platform khusus untuk membuat keputusan terkait kebijakan dan strategi, dan menggunakan media sosial, video YouTube dan bahkan video game sebagai alat propaganda.
Semangat serupa dalam inovasi organisasi juga tampak pada Momentum, sebuah organisasi politik sayap kiri yang pada awalnya didirikan oleh Jon Lansman, Adam Klug, Emma Rees dan James Schneider setelah pemilihan Jeremy Corbyn sebagai pemimpin Partai Buruh pada musim gugur 2015. Momentum mendeskripsikan dirinya sebagai sebuah organisasi yang ingin ‘membangun energi dan antusiasme kampanye Jeremy Corbyn for Labour Leader, meningkatkan demokrasi partisipatif, solidaritas, kekuatan akar rumput dan membantu Partai Buruh menjadi partai pemerintahan transformatif abad ke-21. Momentum mampu dalam penggunaan media sosial secara efektif, yang belakangan mendirikan My Momentum, sebuah platform daring yang memungkinkan anggotanya berpartisipasi dalam diskusi dan pembuatan keputusan.
Beberapa tren partai digital juga dapat dilihat dalam fenomena serupa, seperti kampanye kepresidenan Bernie Sanders di AS pada 2016, yang inovatif dalam penggunaan taktik pengorganisasian digital, memberdayakan pangkat dan file untuk mengatur kampanye secara lokal. Cukup jelas bahwa, pada tahap ketika internet lebih berpengaruh daripada televisi, semua pihak dipaksa untuk ‘go digital’. Organisasi-organisasi politik dari semua lini telah mengadopsi teknologi digital secara fungsional, seperti membangun situs web partai, dan pemanfaatan saluran media sosial untuk partai maupun kandidat tertentu.
Di AS, kasus-kasus terkenal antara lain kecekatan internet Howard Dean dan kampanye presiden pertama dan kedua Obama melalui trik yang digunakan tim media sosialnya. Emmanuel Macron ketika menjadi kandidat presiden Perancis juga memiliki platform digital untuk mencapai kesuksesan yang menakjubkan. Dan penggunaan secara kasar media sosial oleh Donald Trump pun nyatanya berkontribusi besar pada penaklukannya di Gedung Putih.
Penelitian Gerbaudo atas Partai Bajak Laut, Gerakan Bintang Lima dan Podemos menarik, karena menurutnya mereka ‘digital’ dalam pengertian yang lebih berkualitas. Secara keorganisasian, mereka berbeda dengan antara apa yang disebut David Karpf sebagai ‘organisasi warisan’, yaitu organisasi yang didirikan sebelum era digital dan sekarang mencoba untuk beradaptasi dengannya. Organisasi warisan berbeda dengan ‘organisasi netroots’ yang formasinya hadir akhir-akhir ini, yang dibentuk sejak awal oleh teknologi digital yang terhubung. Dalam organisasi yang lebih tua (warisan) atau partai politik tradisional, penggunaan teknologi digital cenderung menyangkut proses intra-organisasi dan komunikasi eksternal dengan pihak-phak yang menjadi target mereka.
Organisasi-organisasi demikian cenderung sangat berhati-hati dalam menyerap teknologi digital, cenderung melihat televisi dan media massa konvensional lain sebagai sarana kampanye. Sebaliknya, dalam organisasi-organisasi netroots, penggunaan teknologi digital secara langsung berkaitan dengan cara-cara di mana partai-partai diorganisir secara internal dan bentuk-bentuk ‘demokrasi intrapartai’ yang melaluinya keputusan dibuat. Dengan kata lain, dalam partai-partai tradisional, transformasi yang dibawa oleh teknologi politik hanya terjadi dalam hubungan mereka dengan dunia luar, tetapi partai digital ialah yang seluruh kehidupan kepartaiannya dibiarkan terbuka dan disusun kembali berdasarkan gagasan-gagasan demokrasi yang lebih langsung dan partisipatif.
Meringkas pendapatnya, Gerbaudo mencatat partai-partai digital merupakan partai-partai yang melakukan transformasi digital ke struktur internal pengambilan keputusan, ketimbang sekadar pemanfaatan peranti komunikasi digital sebagai sarana penjangkauannya ke pihak-pihak eksternal. Partai digital tidak sekadar merujuk mereka yang hadir di era digital dan akrab dengan kultur demokrasi digital yang populis, tetapi format partai digital juga dapat dilihat dari transformasi partai-partai lama seperti Partai Buruh di Inggris, SPD di Jerman, dan PSOE di Spanyol yang telah secara progresif mengadopsi platform pengambilan keputusan daring dan wacana demokrasi digital.

Esais, Dosen Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Naasional Jakarta, Pengurus Pusat HIPIIS