
Terakota.ID—Fenomena dunia digital dan konsep ruang waktu, menjadi tajuk utama dalam pameran Universal Iteration (UNIT) 2. Pameran Universal Iteration: Intermissions diselenggarakan Komunitas Salihara Arts Center selama setahun mulai 28 Mei 2022 hingga 28 Mei 2023. Menampilkan seniman Aki Onda, Eldwin Pradipta, Indah Arsyad, Rizky Lazuardi, XXLAB, Yovista Ahtajida. Dengan kurator Asikin Hasan & Bob Edrian.
Komunitas Salihara Arts Center merupakan sebuah Institusi kesenian dan kebudayaan yang menampilkan kesenian terkini dari Indonesia dan dunia. Jadwal pertunjukan silakan kunjungi sosial media Komunitas Salihara: Twitter @salihara | Instagram @komunitas_salihara atau hubungi: media@salihara.org.
Manajer Galeri Komunitas Salihara, Ibrahim Soetomo memaparkan “Universal Iteration digagas 2021 sebagai upaya menggunakan ruang digital sebagai ruang pameran. Alih-alih memamerkan pameran virtual dengan memindahkan pameran dalam galeri luring ke ruang virtual, Universal Iteration menampilkan karya seni digital, yang dipersiapkan dengan pola pikir digital, ke dalam pameran yang sepenuhnya digital.
“Berbeda dengan penyelenggaraan pertama, Universal Iteration kali ini mengambil tema khusus, yaitu Intermissions untuk merespons sebab-akibat budaya internet,” katanya dalam pernyataan tertulis yang diterima Terakota.
Penyelenggaraan sebelumnya tidak bertema dan sifatnya lebih praktis. Selain itu pada tahun lalu, pameran diadakan dalam rentang Mei-November 2021. Tema Intermissions sendiri diambil dari dua makna yaitu: Internet dan Internet emissions atau emisi internet. Selain berbicara mengenai aktivitas yang terjadi secara daring, pameran ini juga berbicara mengenai dampak fisik yang mungkin terjadi akibat meningkatnya aktivitas di Internet.
Tema ini juga diangkat sebagai pengingat untuk mengambil jeda sejenak dari dunia maya yang tidak disadari menimbulkan isu lingkungan baru. Yaitu meningkatnya emisi gas rumah kaca sebesar 1-5 persen, lantaran penggunaan internet yang berlebihan.
Kurator pameran Bob Edrian menjelaskan dalam menentukan seniman UNIT, didasarkan pada tema. Tahun ini banyak menyentuh wilayah batas atau terluar dari perkembangan teknologi internet. Mencakup manusia dan lingkungan. “Nama-nama seniman dipilih berdasarkan spektrum kekaryaan mereka,” ujarnya.
“Ragam aktivitas di dunia maya tidak hanya menghasilkan keuntungan berupa kemudahan akses informasi serta terbukanya peluang-peluang baru di berbagai bidang. Kenyataannya, aktivitas virtual menghasilkan emisi berupa jejak karbon secara perlahan memberi pengaruhnya pada kondisi lingkungan,” ujarnya.
Gagasan Intermission menjadi tawaran untuk menelusuri kesadaran seniman dalam merespons isu internet dan lingkungan, dan tentunya juga isu manusia dan kemanusiaan. Dari sejumlah seniman yang diajukan, indikator keselarasan karakteristik eksplorasi karya dengan tema pameran menjadi indikator utama. Tidak hanya pameran, acara ini juga akan menghadirkan berbagai aktivitas lain selama satu tahun ke depan. Salah satunya ‘Bincang Seniman’.
Bersama para seniman UNIT, acara ini akan membahas lebih dalam mengenai karya-karya yang mereka pamerkan yang dapat disaksikan secara daring. Diharapkan melalui berbagai rangkaian aktivasi acara ini, para pengunjung dapat menumbuhkan sikap kritis terhadap isu-isu yang lahir di dalam dunia virtual baik yang berdampak terhadap lingkungan maupun terhadap sesama manusia lainnya.
Biodata Seniman
Aki Onda seorang seniman dan komposer yang tinggal di Mito, Jepang. Karya-karyanya sering mengangkat isu sekitar ingatan, baik pribadi, kolektif dan sejarah. Salah satu proyeknya yang terkenal adalah Cassette Memories (2004) yang direkam selama tiga dekade. Karyanya telah dipresentasikan di berbagai negara, di antaranya documenta 14, Museum Louvre, Pompidou Center, Palais de Tokyo, Fondation Cartier, Argos, Bozar, ICA London, International Film Festival Rotterdam, Toronto Biennial of Art, The Kitchen, dan MoMA.
Eldwin Pradipta lulus dari Jurusan Intermedia, Fakultas Seni & Desain, Institut Teknologi Bandung. Karyanya kerap mengeksplorasi proyeksi video dan media digital lainnya. Ia pernah terpilih sebagai salah satu finalis BaCAA ke-4 pada 2015 dan turut mengambil bagian dalam Indonesia Art Award 2015 yang diinisiasi oleh Yayasan Seni Rupa Indonesia.
Ia juga telah mengikuti beberapa pameran, seperti South East Asia Forum (Art Stage Singapore) dan Fantasy Island in Objectificts (Center for Film and Photography, Singapura, 2017). Karyanya pernah dipamerkan di Manifesto 6.0: Multipolar (Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, 2018) dan Beyond Painting: Extend the Boundaries (Art Expo Malaysia, 2019).
Indah Arsyad berkarya dalam bentuk tulisan, instalasi, patung dan seni media. Karya-karyanya mengangkat isu-isu sosial, budaya dan lingkungan yang selalu didasarkan pada penelitian ilmiah. Ia menyelesaikan pendidikan di Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan, Universitas Trisakti. Karyanya telah dipamerkan dalam berbagai pameran nasional dan internasional, termasuk pameran tunggal di Museum Nasional Indonesia dengan tajuk On The Way (2008). Ia juga berpameran di London Art Biennale di Chelsea Old Town Hall (Inggris, 2021) dan KNOCK KNOCK KNOCK di Hancock Art Museum (Korea Selatan, 2021).
Rizki Lazuardi adalah seniman dan kurator yang bekerja dengan medium gambar bergerak dan expanded cinema. Ia menyelesaikan pendidikan Film dan Seni Media di HFBK University of Fine Arts Hamburg, Jerman. Karya dan programnya menjadi bagian dari sejumlah pameran dan festival, di antaranya IFFR Rotterdam, Singapore Art Museum, European Media Arts Festival Osnabrueck, Image Forum Tokyo, dan Jakarta Biennale. Saat ini ia menjadi salah satu konsultan program di Arsenal Berlin untuk Berlinale Forum.
XXLAB adalah grup inisiatif dari Yogyakarta yang terdiri atas beberapa perempuan dengan berbagai latar belakang disiplin dan keahlian. XXLAB berfokus pada eksplorasi seni, sains dan teknologi bebas berbasis open source (sumber terbuka) yang dikerjakan secara DIY (Do It Yourself) dan DIWO (Do It With Others).
XXLAB terbentuk pada 2013, sebagai kelanjutan dari lokakarya berseri Ms. Baltazar ID. Pada 2015 XXLAB memenangi penghargaan Voestalpine Award Prix Ars Electronica, sebuah penghargaan bergengsi di bidang seni media baru untuk kategori “next idea”. XXLAB juga mengikuti berbagai pameran seni dan inovasi, serta aktif mengadakan berbagai edukasi nonformal.
Yovista Ahtajida adalah seniman independen yang tinggal di Jakarta. Karya-karyanya sering mengangkat relasi kapitalisme dan Islamisme berdasarkan pengalaman keluarga muslim fundamentalis dan latar belakang pendidikan. Pada 2012 ia mendirikan The Youngrrr, sebuah kolektif seni video.
Karyanya dengan The Youngrrr telah dipresentasikan di European Media Art Festival (EMAF) 2014, Berlin International Film Festival (Berlin, 2014), South Asian Visual Art Centre (Toronto, 2014) dan Jakarta Biennale 2015. Karya tunggalnya telah dipresentasikan dalam Video Vortex XI, pada Kochi Muziris Biennale (India, 2017), W:OW 18, Torrance Art Museum (Los Angeles, 2018) dan Bandung Contemporary Art Award 2017. Pameran tunggalnya bertajuk Hijrah di LIR Space Yogyakarta (2018).

Jalan, baca dan makan