Enam buah fasilitas mencuci tangan di Pasar Besar Malang terbengkalai. Tak banyak pengunjung dan pedagang pasar yang memanfaatkan fasilitas untuk mencegah penularan COVID-19. (Terakota/ Wulan Eka Handayani).
Iklan terakota

Terakota.idEnam fasilitas cuci tangan atau wastafel berdiri di pintu masuk Pasar Besar Malang. Ember penampung air di dalam bilik, sisi luar terpasang petunjuk cara mencuci tangan dan mencegah penularan Covid-19. Hilir mudik pengunjung, keluar masuk pasar. Namun, tak terlihat pengunjung yang memanfaatkan tempat mencuci tangan tersebut. Selain itu, masih banyak pembeli dan pedagang yang tak mengenakan masker.

Salah satu pedangang kue jajan tradisional, bernama Ayu menuturkan penerapan prokes di Pasar Besar kini longgar. Ia mengaku jarang memanfaatkan fasilitas cuci tangan yang disediakan pengelola pasar.  Alasannya, sering kehabisan air. “Sabun cuci tangan menggunakan sabun cuci piring, itupun dioplos dengan air,” katanya.

Mereka buru-buru mengenakan masker, saat Satuan Polisi Pamong Praja melangsungkan. Awalnya pedangang menerapkan prokes, terutama ketika pihak Dinas Kesehatan, kepolisian dan TNI sering berkeliling pasar menghimbau langsung pedagang.  Namun seiring berjalannya waktu dan tak ada imbauan, pedagang semakin melonggarkan protokol kesehatan.

Ayu, mengaku awalnya tertib mengenakan masker, namun akhirnya ikut menanggalkan masker mengikuti pedagang lainnya. Kondisi yang sama juga terjadi di sejumlah pasar tradisional lain di Kota Malang. Padahal protokol kesehatan di ruang publik diatur dalam Peraturan Wali Kota Malang Nomor 30 Tahun 2020 tentang Penerapan Disipin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019.

Pada bagian ke sembilan Perwal tersebut menyebutkan beberapa pedoman kegiatan pasar tradisional. Beberapa poin di antaranya tentang pengecekan suhu, penggunaan masker, pembatasan jarak fisik pedagang, dan penyediaan fasilitas cuci tangan.

Para pedagang mengeluh pendapatan menurun sejak pandemi Covid-19. Salah seorang pedagang bahan pokok di Pasar Besar Malang Sri Wahyuni mengaku pendapatannya menurun drastis. “Sejak ada corona sepi banget, pelanggan dari depot atau resto yang biasanya beli seminggu sekali kini sudah tak beli,” katanya.

Lantaran depot atau rumah makan juga sepi pengunjung. Banyak yang mengurangi belanja bahan pokok. Namun, Sri tetap menekuni perdagang bahan pokok. Pembeli bahan pokok menyusut, katanya, yang biasanya ia menjual bahan pokok bisa satu kilo sehari, kini hanya satu ons. Hal ini berpengaruh pada pendapatan yang diterima Sri. Satu-satunya strategi yang Sri terapkan adalah mengurangi jumlah kulakan bahan pokok.

“Pendapatan turun drastis. Pagebuluk Corona, pagebluk juga keuangannya,” kata Sri.

Bisnis Lesu, Gelombang PHK Menanti

Puluhan kendaraan berjajar di depan Stasiun Kota Baru Malang. Aktivitas ekonomi di sekitar stasiun Kota Baru kembali bergeliat. Aktivitas di pertokoan, warung makan, parkir, tukang becak dan jasa ekspedisi di sepanjang Jalan Trunojoyo. Denyut nadi perekonomian Kota Malang salah satunya bisa dilihat di kawasan sekitar Balai Kota dan Alun-Alun Tugu Kota Malang.

Selama masa pandemi Covid-19, aktivitas ekonomi sedikit meredup. Selemparan batu dari stasiun Kota Baru, sejumlah pegawai rumah makan Kertanegara berdiri menunggu tamu. Lampu taman menghias area taman rumah makan yang terletak di Jalan Kertanegara Kota Malang. Lengang, deretan kursi dan meja kosong. Sejak masa pandemi, bisnis kuliner di Kota Malang lesu darah. Omset penjualan turun drastis. “Omset turun 50 persen,” kata pemilik rumah makan Kertanegara, Indra Setiyadi.

bertahan-di-masa-pandemi
Penguasaha kuliner harus berinovasi agar bisnisnya bertahan. (Foto : Rumah Makan Kertanegara).

Setiyadi yang juga Ketua Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Malang menjelaskan kebijakan pemerintah menutup tempat wisata selama pandemi tak hanya memukul industri pariwisata. Namun, bisnis kuliner juga terpengaruh. Pendapatan anjlok, sebagian menutup usaha dan memecat pegawai.“Sudah terjadi PHK,” katanya.

Ia juga membuatnya memutar otak untuk promosi dan menyediakan paket pesan antar makanan. Agar usaha tetap berjalan dan tak memecat karyawan. Sementara sebagian warga membuka usaha makanan dijual secara daring. “Mereka tak terpantau dan tak membayar pajak dan sewa tempat,” katanya.

Memukul Sektor Wisata

Sebanyak 60 anggota Apkrindo kembali buka dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Menyediakan tempat cuci tangan, menjaga jarak tempat duduk dan mewajibkan pengunjung mengenakan masker. Mencegah penularan dan penyebaran Covid-19.

Untuk itu, Apkrindo meminta pembebasan pajak selama masa pandemi. Sesuai keputusan Menteri Keuangan Sri Mulyani terhadap kebijakan fiskal dengan membebaskan pajak restoran dan hotel selama enam bulan. Khusus untuk 10 daerah wisata termasuk Malang. Tujuannya untuk menggenjot sektor pariwista.

Mencegah penularan Covid-19, wisata kampung warna warni Jodipan ditutup. (Terakota/Zainul Arifin).

Indra menjelaskan sektor wisata termasuk bisnis restoran tengah lesu selama masa pandemi. Kini, mereka terus berinovasi agar bisnisnya tetap bertahan. Dengan pembabasan pajak, diharapkan bisnisya tetap bertahan. “Jika tak hati-hati, bisa semakin buruk. Untuk mendapat 20 persen dari omset awal saja sulit,” ujarnya.

Data Posko Dinas Ketenagakerjaan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Malang sampai menyebut sebanyak 1.465 pekerja terdampak pandemi. Rinciannya, sebanyak 1.303 orang dirumahkan sedangkan 162 orang dipecat. Mereka berasal dari sektor perhotelan, restoran, dan industri.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Malang Azka Subhan menjelaskan jika perekonomian Kota Malang mulai tumbuh. Meski belum signifikan dan pulih. Laju Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Malang pada 2019 sebesar 5,73 persen, pada 2020 anjlok menjadi -2,26 persen, sedangkan pada 2021 PDRB Kota Malang sebesar 3,12 persen.

“Lima sektor yang berkontribusi terhadap perekonomian Malang. Antara lain sektor perdagangan, konstruksi, penyediaan akomodasi, industri pengolahan dan jasa pendidikan,” katanya.