Terakota.id–Listrik tiba-tiba padam. Semua jadi gelap. Untung masih ada lilin. Walau tak seterang lampu listrik PLN, tapi nyala lilin bisa jadi penerang di saat gelap gulita. Lilin memang sering muncul sebagai alternatif penerang saat listrik PLN mati. Hingga tak jarang orang sedia lilin di rumah selain lampu hemat energi yang bisa menyala beberapa waktu setelah listrik padam. Filosofi lilin yang rela dirinya lebur demi menerangi orang lain kiranya relevan menjadi prinsip dalam manajemen pengelolaan Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Nyala lilin kecil itu sungguh berarti di tengah listrik padam. Namun mati listrik PLN tak semua bisa tergantikan dengan lilin. Pabrik-pabrik, industri, kereta listrik, operator selular, alat-alat rumah sakit, dan beragam kegiatan yang menggunakan listrik sebagai sumber energinya jadi lumpuh. Penggerak mesin dan alat-alat produksi yang berenergikan listrik itu tak mampu terggantikan dengan lilin. Banyak kegiatan jadi mati, tak berproduksi, dan akhirnya merugi.
Presiden Jokowi pun akhirnya marah besar pada PLN. PLN dinilai tak mampu belajar dari kasus pemadaman listrik (blackout) yang pernah terjadi beberapa tahun sebelumnya. Pengelolaan listrik negara yang menjadi hajat hidup orang banyak itu tak dilakukan dengan serius. Sejumlah alasan yang mengakibatkan terjadinya blackout tak diantisipasi dengan baik sebelumnya. PLN adalah perusahaan besar yang menjadi tumpuhan banyak orang. Blackout listrik sehari saja kerugian yang harus ditanggung jumlahnya tak terkira.
Tergantung Listrik
Walau listrik hanya padam sesaat, namun banyak orang kelimpungan karenannya. Gara-gara tak ada listrik orang seperti tak bisa hidup. Banyak yang bergantung pada listrik. Semua alat rumah tangga, peralatan di kantor, perusahaan, pabrik, sekolah, dan di mana saja butuh listrik. Orang tak bisa nonton tv, mainan gim, internetan, mainan HP, nyalakan komputer, dan beragam aktivitas yang butuh listrik.
Sejumlah media mengabarkan kerugian gara-gara blackout PLN sehari saja bisa mencapai triliunan rupiah. Blackout juga telah mengganggu setidaknya empat provinsi. Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah jadi korban blackout PLN. Orang marah dan protes minta ganti rugi karena mereka telah banyak dirugikan dari peristiwa padamnya aliran listrik ini. PLN dinilai gagal menjamin keberlangsungan aliran listrik sebagai sumber energi utama tumpuhan hajat hidup orang banyak.
Ketergantungan orang pada listrik memang sangat tinggi. Lihat saja buktinya. Gara-gara mati sehari saja, kerugiannya sangat besar. Bahkan gara-gara mati sejenak saja, tak sedikit orang ngomel dan marah-marah. Banyak aktivitas dan pekerjaan jadi mangkrak karena tak ada listrik. Seperti halnya bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, listrik juga menjadi hajat hidup orang banyak. Sayangnya, keberadaan listrik sebagai sesuatu yang sangat vital ini belum terkelola dengan sebaik-baiknya.
Semua pihak tentu tak ingin blackout listrik terjadi lagi. Penyelesaian masalah ini butuh waktu secepatnya. Orang banyak menyalahkan PLN sebagai institusi yang bertanggungjawab terhadap masalah ini. Urusan blackout ini sejatinya bukan hanya kesalahan PLN, namun juga kementerian terkait seperti ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) yang bertanggungjawab terhadap pasokan energi. Target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen di tahun 2025 sepertinya akan sulit tercapai. PLN selama ini masih mengandalkan pasokan energi yang bergantung pada energi berbahan fosil yang harganya sangat mahal.
Upaya terus mencari sumber-sumber energi terbarukan hendaknya juga terus diusahakan demi mengurangi ketergantungan pada listrik berbahan fosil. Perilaku masyarakat pengguna listrik juga perlu diubah agar bisa selalu menghemat listrik karena sumber energi yang satu ini masih belum sebanding antara jumlah permintaan dan ketersediaanya. Masih belum semua wilayah di negeri ini sudah teraliri listrik secara memadai. Menghemat penggunaanya merupakan perilaku bijak demi menjaga keberlangsungan dan ketersediaan energi vital ini.
Belajar dari Lilin
Lemahnya manajemen dan kinerja PLN menjadi keluhan sejumlah pihak. Kasus blackout semestinya tak perlu terjadi kalau orang yang diberi amanah mengurus PLN mampu bekerja dengan profesional. PLN salah urus dan dapat merusak kepercayaan publik. Citra buruk PLN semakin tampak apalagi mantan direkturnya, Sofyan Bashir tersangkut dugaan suap PLTU Riau 1. Perusahaan penghasil sinar terang benderang lampu itu tak mau belajar dari filosofi lilin, yang walau nyalanya kecil namun tulus menyinari.
Sejumlah orang PLN lebih mengutamakan kepentingan pribadinya, tak seperti lilin yang rela dirinya lebur demi menerangi orang lain. Ketika sang lilin meleleh habis terbakar setelah memancarkan cahaya menerangi kegelapan, sesungguhnya apa yang terjadi bukanlah suatu kehancuran. Melelehnya lilin itu pada hakikatnya adalah simbolisasi penyatuan jatidiri dengan pancaran cahaya yang keluar dari api yang membakar dirinya sendiri, itulah yang disebut sebagai puncak dari suatu hikmat pengorbanan yang tulus tanpa pamrih.
Belajarlah hidup dari lilin. Menjadi pemimpin yang adil, pejabat yang taat hukum dan tidak korupsi, pejabat yang bisa mengemban amanah, masyarakat yang tak hanya bisa menyalahkan, dan seterusnya. Lilin itu menerangi kegelapan dan berkorban dengan tulus tanpa pamrih.
Lilin hanyalah sesuatu yang sederhana, tetapi mampu memberi cahaya. Hal yang perlu dipahami adalah bahwa ia akan menyinari sekitarnya ketika dalam kegelapan.
PLN adalah pengelola energi primer sekaligus “darah” yang menggerakkan perekonomian masyarakat. Sekali saja aliran listrik PLN terganggu, efeknya pasti kekacauan yang panjang. Sebagai perusahaan negara dengan aset sekitar Rp 1.302 triliun, PLN seharusnya memiliki sistem mitigasi yang komprehensif untuk menanggulangi situasi krisis. Bukan kelabakan dan tak ada antisipasi saat terjadi situasi darurat.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Dalam pasal 29 undang-undang menyebutkan konsumen berhak mendapat tenaga listrik secara terus-menerus dengan mutu dan keadaan yang baik. Apabila terjadi pemadaman akibat kesalahan penyedia tenaga listrik, konsumen berhak mendapat ganti rugi. Bila selama ini PLN tegas memutus aliran listrik konsumen yang menunggak, tak berlebihan bila terjadinya blackout saat ini konsumen menuntut balik PLN.
Peristiwa blackout listrik ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi semua. Bagi penyedia dan pengelola listrik negara. Peristiwa ini hendaknya jadi momentum perbaikan diri. Sementara bagi masyarakat hendaknya bisa menggunakan listrik dengan bijak. Tak menghamburkan penggunaan energi ini secara berlebihan. Matikan lampu bila tak diperlukan, cabut charger HP bila telah penuh, dan perilaku kecil lainnya yang bisa berdampak besar pada ketersediaan dan keberlangsungan sumber energi listrik. (*)
*). Pegiat Literasi Media, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang.
Penulis adalah Pegiat Literasi Media, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang
[…] Terakota.id–Listrik tiba-tiba padam. Semua jadi gelap. Untung masih ada lilin. Walau tak seterang lampu listrik PLN, tapi nyala lilin bisa jadi penerang di saat gelap gulita. Lilin memang sering muncul sebagai alternatif penerang saat listrik PLN mati. Hingga tak jarang orang sedia lilin di rumah selain lampu hemat energi yang bisa menyala beberapa waktu setelah listrik padam. Filosofi lilin yang rela dirinya lebur demi menerangi orang lain kiranya relevan menjadi prinsip dalam manajemen pengelolaan Perusahaan Listrik Negara (PLN). […]