Nishimura Larang Rapat PPKI

Terakota.id—Memasuki puasa hari ke sembilan bulan Ramadan, tepat 73 tahun lalu merupakan hari penting bagi Republik Indonesia. Tepat hari ini pukul 10.00 WIB pada 9 Ramadan 1364 Hijriyah atau menurut penanggalan Masehi 17 Agustus 1945, Sukarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Sejarah kemerdekaan ini dimulai di Rengasdengklok, sekitar 15 kilometer Kedunggede, Karawang, Jawa Barat. Ketika para pemuda “menculik” Bung Karno dan Bung Hatta dibawa ke rumah Djiauw Kie Siong, salah seorang anggota pasukan Pembela Tanah Air (Peta).

Pada pagi hari, 16 Agustus 1946 digelar upacara penurunan bendera Hinomaru atau bendera nasional Jepang diganti bendera kebangsaan Indonesia, merah putih. Camat Rengasdengklok 1945-1947 S Hadipranoto dalam buku Konflik di Balik Proklamasi karya Sularto dan D. Rini Yunarti memberi kesaksian upacara serupa juga dilakukan di Kawedanan setempat. Peristiwa ini disebut pra kemerdekaan. “Terjadi dua kali,” katanya.

Tokoh kelompok tua dan muda sepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Tokoh tua diwakili Ahmad Subardjo dan golongan muda diwakili Wikana bersepakat proklamasi didelenggarakan di Jakarta. Keduanya menjemput Bung Karno dan Bung Hatta di Rengasdengklok. Pimpinan Peta awalnya keberatan. Namun berubah setelah dijelaskan proklamasi akan dilangsungkan esok hari di Jakarta. Ahmad Subardjo dan Wikana berhasil menjemput Bung Karno dan Bung Hatta.

Sekitar pukul 21.00 WIB rombongan tiba di rumah Bung Hatta (Sekarang Jalan Diponegoro). Semua anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tiba di Jakarta. Rencananya rapat dilangsungkan pukul 24.00 WIB di Hotel Des Indes (Sekarang kompleks pertokoan Duta Merlin). Namun batal, lantaran pengelola hotel menolak rapat diselenggarakan di sana.

Rapat kemudian dialihkan di rumah Kepala Kantor Penghubung Angkatan Laut dan Angkatan Darat Jepang di Jakarta, Laksamana Muda Maeda Tadashi. Ia  menjamin semua keselamatan pemimpin bangsa Indonesia saat rapat berlangsung. Menurut kesaksian penerjemah Maeda, Shigetada Nishijama jika Bung Karno dan Bung Hatta tiba di rumah Maeda pukul 23. 00 WIB.

Sedangkan para pemuda telah menunggu sejak pukul 20.00 WIB. Subardjo dan Soekarni ikut menemani. Soekarni, tulis Shigetada, keluar dan menemui sejumlah pos pemuda di Prapatan 10. Soekarni ditemui Soejono Martosewojo, dan menyampaikan jika Proklamasi akan dilangsungkan besok 17 Agustus 1945. Melarang pemuda Prapatan 10 melakukan pemberontakan.

Sebelum tiba di rumah Maeda, Bung Karno menemui Panglima Tentara Jepang ke 16 Jawa, Nishimura. Namun saat itu Nishimura menegaskan Indonesia dalam status quo sehingga rapat PPKI tak boleh diselenggarakan.  Lantas Sukarno sesuai kesimpulan para tokoh pemuda Indonesia saat itu, Indonesia harus merdeka tanpa Jepang.

Malam itu sejarah Indonesia berlangsung tanpa disaksikan ruan rumah Maeda. Bung Karno menulis konsep teks proklamasi di ruang tengah. Sedangkan Maeda meminta izin tidur di lantai dua. Bung Karno disampingi Bung Hatta dan Ahmad Subardjo turut menyumbangkan pikiran dalam teks proklamasi.

Subardjo menyumbang kalimat pertama, “kami Bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.” Sedangkan Bung Hatta menyumbang, “hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.”

Selesai menyusun naskah, ketiganya segera menemui tokoh tua dan muda yang menunggu di ruang tamu sembari menyerahkan teks proklamasi. Mereka setuju seluruh isi teks proklamasi. Awalnya Bung Karno dan Bung Hatta mengusulkan semua turut bertandatangan merujuk deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat. Namun, Sukarni mengusulkan dua nama yang membubuhkan tandatangan, yakni Bung Karno dan Bung Hatta. Alasannya semua mengenal  kedua tokoh merupakan pemimpin Indonesia.

Sayuti Melik suami pejuang dan jurnalis SK Trimurti ditugaskan mengetik naskah proklamasi. Namun, di rumah Maeda tak ada mesin ketik, Nyonya Satsuki Mishima pembantu rumah diminta meminjam mesin ketik ke kantor militer Jepang.  Peremuan satu-satunya di rumah itu pula yang memasak nasi goreng sebagai menu makan untuk sahur.

Dari teks proklamasi tulisan tangan Bung Karno itu, Sayuti Melik mengubah tiga hal. Antara lain kata “tempoh” menjadi “tempo” kalimat “wakil-wakil bangsa Indonsia” diubah menjadi “atas nama bangsa Indonesia” dan tanggal proklamasi “Djakarta, 17-08-05” diubah menjadi Djakarta hari 17 boelan 8 tahoen 05.” Selesai diketik Bung Karno dan Bung Hatta membubuhkan tandatangan.

Pofesor Nugroho Notosusanto menjelaskan angka tahun 05 adalah singkatan tahun 2605 tarikh Sumera (Jepang). Tahun 2605 sama dengan 1945 Masehi. Para pemimpin bangsa dan para tokoh muda dan tua militan meninggalkan rumah Laksamana Muda Maeda pukul 05.00 WIB.