Terakota.id—Banjir menggenangi kawasan lautan pasir di Gunung Bromo. Video air mengalir bak sungai di lautan pasir menyebar viral di sejumlah media sosial. Pemilik akun youtube Muhammad F4dil menunggah video tersebut sejak dua hari lalu. Dalam video terlihat sejumlah mobil jeep dan penumpang terjebak dalam banjir.
Air mengalir menyerupai sungai, membelah kawasan lautan pasir. Sejumlah mobil tertahan, dan memilih menunggu air surut. Video mengundang beragam tanggapan. Pemilik jeep yang biasa melintas di lautan pasir menganggap fenomena tersebut biasa. Banjir melanda saat musim hujan tiba. Namun, air tersebut cepat surut terserap lautan pasir. “Iya, sering banjir. Tapi cepat surut,” katanya.
Daerah tersebut, katanya, merupakan jalur air. Para pengemudi jeep hapal dan menghindar atau berhenti sesaat pada saat musim penghujan. Pengemudi, katanya, juga selalu waspada dan berhati-hati. Terutama saat mengangkut wisatawan ke Gunung Bromo.
Juru bicara Balai Besar Bromo Tengger Semeru (BB-TNBTS) Sarif Hidayat menjelaskan banjir terjadi pada Jumat 25 Januari 2019. Mulai pukul 14.00 sampai 17.45 lantaran intensitas curah hujan yang tinggi di sekitar Gunung Bromo. “Biasanya tak berlangsung lama, hanya sekitar sejam,” katanya melalui siaran pers yang diterima Terakota.id.
Lautan pasir Gunung Bromo, katanya, posisinya berada di lembah yang dikelilingi Gunung Tengger, Bromo, Batok, Widodaren, Watangan dan Keciri. Sehingga secara geografis jika terjadi hujan dengan intensitas tinggi lokasi tersebut menjadi lumpasan air dari pegunungan.
“Fenomena biasa saja,” ujarnya. Struktur pasir dengan porositas atau kemampuan menyerap air tinggi sehingga aliran seperti sungai tak berlangsung lama. Air cepat terserap dan surut. Aliran tersebut bermuara di Blok Mendongan sebelah barat lautan oasir atau timur laut blok Watu Kuto.
Aliran air tersebut menyuplai sumber mata air di Desa Ngadirejo, Sapi Kerep, Wonokerto, Ngadas, Umbulan Sukapura, bahkan sampai dengan pemandian Banyu Biru dan Umbulan di Kabupaten Pasuruan. Lokasi sumber mata air tersebut berada di kaki pegunungan Bromo Tengger Semeru.

Wisatawan diminta untuk waspada saat melintasi kawasan lautan pasir. Sehingga mobilitas bakal terhambat dan terhalang aliran sungai. Wisatawan agar berhati-hati dan waspada. “Tetap tenang dan waspada,” ujarnya.
Disarankan tak melintas saat terjadi hujan dengan intensitas tinggi. Bagi pengemudi disarankan melintasi jalur aman yang tersedia. Serta tak melintas di jalur lain yang rawan terjadi banjir. Mengantisipasi cuaca ekstrem, sejumpah petugas diterjunkan untuk menghadapi keadaan darurat.
“Petugas akan memberikan informasi yang memadai mengenai fenomena di kawasan TNBTS,” katanya.
Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur, Purnawan D Negara menjelaskan jika lautan pasir merupakan kaldera atau kawah Gunung Bromo purba. Sehingga sekitar kawasan tak banyak vegetasi. Hanya tanaman perdu dan sejumlah pinus gunung yang tumbuh. Sehingga tak terbatas akar pohon untuk menerap air hujan.
Purnawan menunjuk sejumlah kali mati yang ada di sekitar kawasan. Kali atau sungai tersebut mengalir hanya saat musim hujan. Air berasal dari limpasan air hujan. Saat kemarau sungai tersebut tak mengalirkan air. Namun, ia mengingatkan jika kawasan lautan pasir merupakan kawasan zona inti yang tak boleh banyak aktivitas manusia.
“Dulu saat yadnya kasada masyarakat Tengger berjalan kaki dan menunggangi kuda,” katanya. Setelah menjadi obyek wisata massal, kunjungan ke Gunung Bromo melonjak tajam. Dengan perkembangan teknologi, wisatawan menumpang mobil jeep melintasi lautan pasir. Sehingga terjadi pemadatan di jalur kendaraan tersebut.
“Lautan pasir merupakan ekologi kritis, seharusnya kendaraan dibatasi,” katanya. Ia meminta kepada Balai Besar TNBTS untuk mengendalikan wisatawan yang menggunakan kendaraan sendiri ke lautan pasir. Diharapkan ada kuota, seperti pendakian ke Gunung Semeru agar tak terjadi kerusakan lebih serius.
Kerusakan, katanya, juga disumbang oleh aktivitas penghobi motor trail. Saban akhir pecan ratusan motor trail melintasi pegunungan di sekeliling lautan pasir. Akibatnya motor trail membuat jalur air baru yang secara ekologis berbahaya bagi lingkungan. “Pengemudi jeep yang biasa melintas hapal. Tapi wisatawan dengan kendaraan sendiri tak tahu medan,” ujarnya.

Jalan, baca dan makan