Terakota.id–Sebuah batu menjadi penanda dimulai pembangunan Museum Hak Asasi Manusia (HAM) Munir di Kota Batu, Ahad 8 Desember 2019. Secara bergiliran Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Wakil Wali Kota Batu Santoso, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik, Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid dan Suciwati mengikuti prosesi peletakan batu pertama.
Peletakan batu pertama bertepatan dengan hari ulang tahun pejuang HAM Munir Said Thalib, 8 Desember. Lokasi museum HAM Munir terletak di Jalan Sultan Hasan Halim Kota Batu. Gubernur Jawa Timur Khofifah berharap museum menjadi ruang belajar dan proses literasi mengenai hak asasi manusia.
Museum, kata Khofifah, berikhtiar penyampaian informasi lebih luas. Sekaligus bagian dari literasi dan edukasi. Namun, juga diberi ruang yang memberi aspek rekreasi. Khofifah berharap museum sekaligus menjadi salah satu destinasi wisata. Lantaran kunjungan wisatawan di Batu tertinggi di Jawa Timur, disusul nomor dua Banyuwangi. Pada 2018 jumlah kunjungan wisata ke Batu sebanyak 6,5 juta.
“Saya usul museum memberi ruang untuk konsep HAM dari agama di Indonesia,” katanya. Seperti agama Islam, katanya, Imam gozali ada konsep HAM meliputi kebebasan menyampaikan pendapat, menjaga kebabasan memeluk agama, menjaga jiwa atau nyawa, menjaga hak milik dan menjaga kehormatan generasi penerus.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengalokasikan anggaran sebesar Rp 5 miliar melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020. Ternyata, katanya, ada pengembangan pembangunan sehingga dana membengkak sampai Rp 10 miliar. “Dilihat saja sambil berjalan,” katanya. Museum HAM akan dikelola Yayasan Omah Munir.
Museum HAM Munir merupakan pengembangan Omah Munir yang lebih dulu ada. Omah Munir berada di Jalan Bukit Berbunga Kota Batu, merupakan rumah pribadi keluarga Munir. Istri mendiang Munir, Suciwati menjelaskan museum HAM berkonsep omah pepeling. Yakni mengingatkan pelanggaran HAM masih terjadi dan menimpa siapa saja.
Namun, perjuangan menegakkan HAM terus dilakukan pembela HAM. Museum dirancang arsitek Achmad Tardiyana. Ia memenangkan sayembara desain arsitektur yang diselenggarakan Yayasan Omah Munir.
Museum HAM Munir didesain ramah difabel. Tak hanya menyajikan kasus pelanggaran HAM, katanya, juga menampilkan sejarah, hak asasi anak, dan disabilitas. Selain itu, juga disediakan ruang untuk bermain bertema HAM. “Bersama anak-anak dan guru bisa mengenalkan HAM,” katanya.
Bangunan tiga museum berkonsep ramah untuk masyarakat berkebutuhan khusus, dan ramah lingkungan. Proses pembangunan diperkirakan selama setahun.
Tuntaskan Kasus Munir
Suciwati menagih janji Presiden Joko Widodo menuntaskan kasus kematian Munir Said Thalib. Lantaran sampai kini tak terungkap siapa dalang pembunuhan Munir dalam penerbangan Jakarta-Amsterdam 7 September 2004. Penyelesaian kasus, katanya, merupakan tanggungjawab Negara.
Ia yakin kasus yang telah mencapai 15 tahun ini mampu diselesaikan jika Presiden Jokowi memiliki kemauan. Suciwati mendorong lembaga dan aparat penegak hukum menuntaskan kasus terbunuhnya Munir. “Sangat aneh dokumen penting TPF kok hilang,” katanya.
Suciwati mendorong Presiden Jokowi membentuk TPF kematian Munir yang baru. Jokowi, katanya, pernah berjanji menuntaskan kasus Munir saat awal menjadi presiden.
Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid mendorong Jaksa membawa kembali kasus otak pembunuh Munir dengan terdakwa bekas deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Muhdi PR ke pengadilan. Pesan Presiden untuk mengungkap pelanggaran HAM kepada Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM Machfud MD tak detail termasuk kasus Munir.
“Jika Jokowi sungguh-sungguh sesuai janji Nawacita, kasus munir termasuk kasus masa lalu dari hari ini,” katanya. Menurutnya, terjadi kejanggalan dalam kasus tersebut. Lantaran sejumlah saksi kunci tak bisa dibawa di depan pengadilan karena alasan keamanan. Bahkan ada saksi yang mencabut keterangan.
“Saksi mencabut keterangan bukan berarti tak pernah ada kejadian. Keterangan diubah karena saksi mengalami intimidasi,” ujarnya.
Ada kondisi darurat, katanya, sehingga saksi mengubah keterangan dan kesaksian. Untuk itu, jaksa dan polisi diminta untuk menghadirkan kembali saksi dan bukti dengan jaminan perlindungan dan keamanan.
“Jaksa harus meyakinkan hakim di pengadilan lebih tinggi, jika majelis rendah salah menerapkan hukum. Terdakwa bebas bukan bebas murni, tapi karena faktor intimidasi,” katanya. Selain itu, Usman berharap segera dibentuk tim investigasi independen pencari fakta. Lantaran keterlibatan intelijen Negara dan Garuda.
Kasus Munir hanya mengungkap aktor lapangan yakni Pollycarpus Budihari Priyanto, bekas Dirut PT Garuda Indonesia Indra Setiawan dan bekas Sekretaris Kepala Pilot Garuda Indonesia Rohainil Aini. Kasus ketiganya, kata Usman, tak berdiri sendiri. Mereka tak bekerja sendiri. Pembunuhan dilakukan secara terencana melalui operasi intelijen.
“Jika bukan Muhdi PR, lantas siapa aktor utamanya?,” tanya Usman.
Tak mungkin, ujarnya, jika pembunuhan tanpa perencanaan matang. Lantaran modus operandi tak biasa. Menggunakan racun arsenik yang tak bau dan berwarna. “Menurut ahli racun itu cukup untuk bunuh dua gajah. Tak bisa dibeli di pasaran.”
Usman mengaku telah membandingkan keputusan Presiden pasca orde dalam bidang HAM. Hasilnya, hanya Presiden Jokowi yang belum membetuk tim gabungan independen untuk menyelidiki kasus pelanggaran HAM berat. Baik yang dialami aktivis atau tokoh. Presiden Habibie, katanya, membentuk tim kasus kerusuhan Mei 1998, dan Komisi independen Aceh untuk tindak pelanggaran HAM.
Sedangkan Presiden Kiai Haji Abdurrahman Wahid alias Gus Dur mendukung penuh Komnas HAM untuk menyelidiki pelanggaran HAM di Timor Timur. Serta mengeluarkan Keputusan Presiden untuk pengadilan ad hoc. Sementara Presiden Megawati Soekarnoputri membentuk komisi penyelidik nasional terbunuhnya tokoh Papua Theys Hiyo Eluay.
“Kenapa Jokowi tak sekuat Presiden sebelumnya? Ia lebih lemah. Harapan masyarakat awalnya tinggi terhadap penegakan HAM dan pemberantasan korupsi. Kini mengalami erosi,” katanya. Kondisi pemberantasan korupsi dan HAM mengalami kemunduran.
Ujung 2019, katanya, menjadi tahun kelam. Sebanyak 27 pembela HAM mengalami penyerangan. Rumah dan mobil Direktur Eksekutif Walhi Nusa Tenggara Barat Murdani dibakar. Serangan terhadap pembela HAM juga melalui usaha kriminalisasi. Seperti yang dialami Veronica Koman, Dandhy Dwi Laksono. Ananda Badudu. Serta aktivis HAM dan Walhi Sumatera Utara Golfrid Sirega, tewas terbunuh.
“Ini tahun kelam,” katanya. Saat ulang tahun Munir, katanya, memberi terang, cahaya. Namun tahun ini juga menjadi tonggak gerakan masyarakat sipil dengan tampilnya gerakan mahasiswa pada September lalu. Serta keberhasilan masyarakat Bali mempertanahkan teluk Benoa, dan perjuangan masyarakat kendeng.
Selain itu, ia menyesalkan tindak brutal aparat keamanan sehingga kerusuhan Mei lalu mengakibatkan 10 orang tewas. Sembilan tewas karena peluru tajam. Selain itu, aksi membela KPK juga berujung kematian.
Jalan, baca dan makan