Jinja 'Chiang Nan', Malang, dibangun militer Jepang sebagai rumah ibadat dan doa bagi Dewi Matahari, Amaterasu Omikami atau Ohiru-Menomuchi Nokami.(Foto : https://nationaalarchief.nl).
Iklan terakota

Terakota.id–Jepang menduduki Malang sejak 8 Maret 1942 hingga menyerah kepada sekutu 14 Agustus 1945. Jepang juga meninggalkan bangunan khas yang sekarang telah hilang atau dihilangkan. Salah satunya Kuil Shinto di Malang.

Pada medio Maret 2017, dua sejarawan Jepang dan seorang fotografer hadir di Malang untuk menelusuri keberadaannya. Penelusuran mereka berbekal data dan informasi dari mantan tentara Jepang yang pernah bertugas di Malang. Konon Kuil Shinto (atau jinja) tersebut adalah satu dari 11 yang dibangun di daerah pendudukannya, Indonesia. Salah satu dari 1.600 jinja di luar Jepang.

Jinja ‘Chiang Nan’, Malang, menurut sejarawan Jepang, Tsuda Yoshiki dari Kanagawa University dan Nakajima Michio dari Japanese Folk Culture, beserta fotografer Inamiya Yasuto; mempunyai makna nama ‘Chiang Nan’ yang berarti bahwa Kekaisaran Jepang sebagai penguasa negara-negara di bagian selatan teritorinya.

Jinja tersebut dibangun militer Jepang sebagai rumah ibadat dan doa bagi Dewi Matahari, Amaterasu Omikami atau Ohiru-Menomuchi Nokami. Bentuk kekuasaan tertinggi serta representasi/wakil eksistensi dari Kaisar Jepang, Tenno Heika/Showa Tenno sebagai keturunan Dewi Matahari.

Letak jinja sempat menjadi bahan diskusi hangat sejarawan dan pemerhati cagar budaya di Malang sejak lama. Diduga letaknya berada di dalam dan sekitar arena pacuan kuda Malang yang kini telah menjadi kawasan sekolah dan perumahan.

Mari kita kaji dari ketiga bahan tersebut;

  1. Kajian pada foto koleksi digital nationaalarchief.nl, tinggi gerbang kuil/jinja (torii) perkiraan bertinggi penyangga lebih dari 8 meter, lebar 7,5 meter berdiameter 50-60 centimeter. Bangunan kuil diperkirakan bertinggi puncak bubungan atap hingga elevasi permukaan tanah 14-15 meter, lebar bangunan jinja yang tampak berkisar 18,5-19 meter, berdasar perbandingan skala tinggi milisi bersenjata di teras kuil yang diperkirakan bertinggi badan 170 centimeter. Vegetasi cemara tampak di latar belakang, pada foto bersama antara prajurit-prajurit Jepang dan milisi bersenjata Indonesia yang berjaga. Dari beberapa foto kuno Malang yang lain, vegetasi pohon cemara hanya tampak muncul dan sengaja ditanam Gemeente Malang di Daendels Boulevard atau kawasan Tugu, dan yang tersisa berjajar hingga kini di sekitar Taman Makam Pahlawan Untung Suropati.
  1. Kajian pada peta kuno digital koleksi Monash University, yang menandai lokasi jinja. Hanya peta kuno digital ini yang saya temui menandai lokasi jinja tersebut. Menelisik peta kuno Sekutu medio 1944-1945 yang menginformasikan pusat-pusat kegiatan Jepang oleh NEFIS (Netherlands East Indies Forces Intelligence Service atau Dinas Intelijen Angkatan Bersenjata Hindia Belanda); letak jinja tersebut sedikit terkuak. Meski beberapa bagian peta kurang sesuai penentuan dan penggambaran bentuk sebuah bangunan atau blok daerah. Fokus perhatian pada penggambaran peta terutama pada lokasi-lokasi strategis untuk konsumsi peperangan dan sarana-sarana pendukungnya.

Pada tengarai, kajian, pengamatan peta dan komparasi letak dengan peta terbaru saat ini, lokasi jinja diperkirakan sekitar kompleks sekolah MIN dan MTsN Malang, Jalan Bandung mempertimbangkan posisi notasi dan keterangan peta ini.

Dari kajian peta ini pula, lokasi jinja di utara rel decauville atau Jalan Jakarta, bukan asumsi awal bahwa di selatan rel decauville/lori, yang cenderung pada area Arena Pacuan Kuda!

  1. Kajian dari sumber surat kabar Nieuwe Courant, Surabaya tanggal 29 Agustus 1947, halaman 3 menuliskan kolom berita :

Japanse Tempel te Malang

Voorbij de Idjen boulevard in Malang in een plein, waar behalve een platgeblakerde ruimte, het gras weer over is dichtgegroeid, is een begraafplaats van Indonesische soldaten. Op deze plaats heeft de enige Japanse tempel, die Indië gekend heeft, gestaan. Het is nl. op voorstel van den generaal Tanaka, groote blankenhater en voor stander van algehele liquatie der Europeanen in het Groot-Aziatische bestel en geruimen tijd resident van Oost-Java, dat in 1944 de tempel, een z.g. Djinja, door een beroemde Japansen architect werd opgezet. De tempel,die waarlijk een enig kunstwerk was, werd gebouwd uit superieur oud djatihout en werd tot een bedevaartplaats van alle vooraanstaande Japanners in Indië.

Bij feestelijk- en plechtigheden stond de djinja in het middelpunt van parades, bijeenkomsten en vieringen. Behalve Japanse regimenten gelopen er de optochten van Chinezen, Arabieren, Duitsers en Indonesiërs langs, met hun draken, hun dansen en klederdrachten. Opmerkelijk was goed, hoe Duitse vertegenwoordigers als de Duitse gezant van Tokijo, Herr von Ott en de Duitse consul-generaal uit Moekden, Herr Ramm bij hun bezoek aan Malang ondanks alle gebral en propaganda voorbij broederschap-in-den-strijd, geheel apart behandeld werden. Bij parades stonden de “eregasten” een heel eind van de Japanse autoriteiten, in een eigen, vergeten hoekje.

Bij Japan’s capitulatie brandden de soldaten van Dai Nippon de prachtige tempel geheel af ‘ dari Google translate dapat diartikan :

Di luar Idjen boulevard Malang di alun-alun (taman), selain ruang yang terbakar, rumput tumbuh lagi, adalah kuburan tentara Indonesia.

Di tempat ini memiliki satu-satunya kuil Jepang yang dikenal di Indis berdiri. Yaitu aktif usulan Jenderal Tanaka, pembenci (bangsa) putih besar dan pendukung total likuidasi Bangsa Eropa dalam sistem Asia Raya dan menetap di Jawa Timur selama beberapa waktu, pada tahun 1944, kuil, yang disebut Djinja, didirikan oleh seorang arsitek Jepang yang terkenal. Kuil, yang benar-benar merupakan karya seni yang unik dibangun dari atasan kayu jati tua dan menjadi satu situs ziarah semua orang Jepang terkemuka di Hindia Belanda.

Selama perayaan dan upacara Djinja adalah fokus parade, pertemuan dan perayaan. Kecuali bahasa Jepang resimen menjalankan prosesi Cina, Arab, Jerman dan Indonesia bersama, dengan naga mereka, tarian mereka dan kostum. Luar biasa baik, bagaimana perwakilan Jerman sebagai utusan Jerman van Tokijo, Herr von Ott dan de Konsul jenderal Jerman dari Moekden, Herr Ramm dalam kunjungan mereka ke Malang terlepas dari semuanya gertakan dan propaganda berakhir persaudaraan dalam pertempuran, utuh diperlakukan secara terpisah. Para “tamu kehormatan” berdiri di parade jauh dari Jepang otoritas, di sudut mereka sendiri yang terlupakan.

Saat Jepang menyerah, tentara Dai Nippon di(mem)bakar kuil yang indah (ini).

Dari telisik, kajian dan pengamatan vegetasi cemara pada foto, peta kuno 1944-1945 dan dilengkapi berita koran kuno Nieuwe Courant, Surabaya edisi 29 Agustus 1947 tentang Jinja Malang, dapat disimpulkan bahwa lokasi jinja ‘Chiang Nan’ Malang berada di sekitar MTsN-MAN 2 Malang dan besar kemungkinan berada di TMP Untung Suropati Malang!

Potongan peta Malang 1944-1945, Milik Sekutu, koleksi Monash University.
No. 16 Rumah doa Shinto Jepang, Jinja Chiang Nan.

Lokasi Jinja (kuil Shinto) Malang bukan di salah satu sudut Arena Pacuan Kuda, tetapi di utara rel decauville atau lori PG Keboen Agoeng, yang melintas sejajar sepanjang selatan/timur Jalan Jakarta.

Kajian ini semoga memacu semangat sejarawan atau pemerhati sejarah Malang lain untuk melakukan penelitian lanjutan bila diperlukan bagi keberadaan jinja Malang.