Penulis buku fotografi Ibu Khofifah Indar Parawansa, Trisnadi Marjan memaparkan usahanya merekam Khofifah sejak 2008. (Foto: PFI Malang).
Iklan terakota

Terakota.idPewarta Foto Indonesia (PFI) Malang membedah buku foto jurnalistik berjudul Ibu Khofifah Indar Parawansa karya Trisnadi Marjan dan Fatimatuz Zahroh di kantor Badan Koordinator Wilayah (Bakorwil) Malang pada Senin, 14 Februari 2022. Dihadiri sebanyak 60 peserta terdiri atas pegiat fotografi, humas dan masyarakat umum.

Ketua PFI Malang, Darmono menyampaikan dalam sambutannya sengaja memilih bedah buku tepat pada peringatan hari kasih sayang. Kasih Ibu, katanya, sepanjang masa. Darmono menambahkan era digital memungkinkan semua orang mengabadikan momen dengan kamera foto.

“Namun, tidak semua menghasilkan foto yang bermakna. The man behind the gun. Mas Trisnadi membuktikan seorang fotografer profesional mampu membuat karya foto yang sarat makna,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Terakota.ID.

Trisnadi yang juga jurnalis foto The Associated Press (AP) menampaikan buku fotografi ini  menceritakan sosok “Ibu” Khofifah Indar Parawansa. Foto dihimpun sejak 2008 mulai Khofifah menjadi calon Gubernur Jawa Timur dan Menteri Sosial.  “Ada kebanggaan tersendiri mengikuti perjalanan Bu Khofifah,” katanya.

Penulis buku fotografi Ibu Khofifah Indar Parawansa, Trisnadi Marjan memaparkan usahanya merekam Khofifah sejak 2008. (Foto: PFI Malang).

Ia berharap sosok Khofifah menginspirasi perempuan muda untuk meneladani kiprahnya selama ini. Namun, ia menampik jika buku fotografi ini dikaitkan dengan agenda politik Khofifah menjelang 2024. Buku “Ibu” ini jauh dari politik, launching ini pun di tahun yang tidak ada agenda politik,” tegasnya.

Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid turut menulis dalam kata pengantar  buku tersebut. Ia mengungkapkan foto sebagai sumber sejarah dan inspirasi. Menurutnya foto merupakan bagian dari jejak kehidupan seseorang yang bisa dilihat sebagai arsip yang bobotnya sama dengan dokumen tertulis seperti naskah, surat, kontrak dan sejenisnya.

“Foto memiliki peran penting untuk membuktikan suatu peristiwa sejarah suatu bangsa. Bukti-bukti tekstual akan menjadi semakin kuat dengan adanya foto,” tulis Sinta Nuriyah.

Sedangkan kurator fotografi dari Mata Waktu Foundation, Oscar Motuloh menuliskan pesan visual yang terngiang dari penerbitan buku foto ini adalah sudut pandang fotografi jurnalistik tetap menjadi landasan utama dalam mengemukakan sebentuk kesaksian.

“Suatu pendekatan yang pas dalam menjawab zaman gadget yang cuek, di mana berita mainstream tak lagi menjadi acuan mendasar dalam mengungkap kebenaran,” tulisnya. Padahal fotografi jurnalistik dalam bentuk fundamentalnya tak sekadar berfungsi sebagai mata dunia. Namun juga menjadi cahaya yang inspiratif untuk peradaban dan kemanusiaan.