
Terakota.ID–-Anugerah Jurnalisme Warga (AJW) 2022 diberikan kepada jurnalis warga dari beberapa daerah di Indonesia. Karya jurnalis warga menampilkan beragam masalah, tantangan, serta inspirasi dalam penegakan hak-hak digital warga. Merebut ruang digital
AJW 2022 terbagi dalam kategori artikel, video, dan ilustrasi. Kategori artikel juara 1diberikan kepada Ni Komang Ayu Suciartini (Denpasar) dengan artikel berjudul “Ritual ke Virtual”, juara 2 Rahmadinata Syafaat (Banyuwangi) berjudul “Penggunaan Internet Meningkat Pesat tapi Tidak merata,” dan juara 3 Ni Putu Devy Gita Augustina (Badung) arikel berjudul “Biar Privat Asal Selamat: Melindungi Data Diri Pribadi dan Buah Hati.”
Sedangkan kategori video, juara 1 Muhammad Rikza Hamang Setyo (Temanggung) berjudul “Inovasi Desa Internet”, juara 2 diberikan kepada I Komang Moniyarka (Jembrana) berjudul “Stop Hoax”, dan juara 3 Beni Kusuma Wardani (Trenggalek) berjudul “Media Sosial sebagai Wadah Kampanye Penolakan Tambang Emas di Trenggalek”.
Sedangkan kategori ilustrasi juara 1 Syamsul Arifin (Denpasar) berjudul “BPJS”, juara 2 Alvina Nur Asmy (Trenggalek) berjudul “Petani, Alam, dan Keajaiban”, dan juara 3 Ni Ketut Ayu Fitarini (Gianyar) berjudul “Berburu.”
Sementara kategori Media Warga terpilih Speakerkampung.net (Lombok) dan Wartadesa.net (Pekalongan). Malam penganugerahan AJW 2022 dirangkaikan dengan peringatan 15 tahun media jurnalisme warga berbasis di Bali, BaleBengong.id.
Apresiasi tahunan untuk media dan jurnalis warga ini menyurakan Tri Hita Digital atau tiga hak digital untuk mencapai kesejahteraan. Malam penganugerahaan dihelat di Taman Baca Kesiman, Denpasar, Minggu, 26 Juni 2022. Hak digital ini mencakup tiga hal, yaitu hak untuk mengakses Internet, hak untuk bebas berekspresi, dan hak atas rasa aman di dunia digital. Untuk itu, AJW mengangkat kisah inspiratif warga menggunakan teknologi digital dalam kehidupan mereka sehari-hari. Terutama mencakup tiga hak digital tersebut.
Hampir 7000 suara warga berpartisipasi memilih media warga favorit. Selain itu, hampir 100 peserta dari berbagai daerah di Indonesia yang terlibat dalam aktivitas kompetisi AJW tahun ini. Direktur Combine Elanto Wijoyono, mengatakan AJW membuka ruang untuk menampilkan karya terbaik. Ketika ada praktik baru, setiap media warga bisa saling belajar.
“Semua media warga punya keunggulan masing-masing. Media warga bagian tak terpisahkan dari gerakan warga, aktivisme sosial dari kelompok warga,” ujarnya dalam pernyataan tertulis yang diterima Terakota.ID. Apresiasi terbesar untuk semua komunitas media warga yang berani berekspresi dan isu aktual daerahnya masing-masing.
Karya peserta AJW 2022 beragam dan menyentuh persoalan sehari-hari mereka. Misalnya Ketut Budayasa menceritakan desanya yang jauh dari akses internet. Ada juga Rahmadinata dari Banyuwangi, Jawa Timur, yang menambah perspektif mengenai akses internet dengan cerita pengguna internet meningkat tapi tidak merata. Panitia menerima menerima 41 karya kategori tulisan.
Dari kategori video diikuti 19 peserta, katanya, semua karya menarik. Rini Kartini dari Sikka, NTT menceritakan perjuangan perempuan dengan judul Perempuan Rokatenda dalam Setapak Digital. Selain itu ada anak muda dari Jembrana, Bali yang mengampanyekan stop hoaks karena membanjirnya kabar bohong.
Ade Andreawan, aktivis komunitas tuli, salah satu juri AJW mengatakan karya peserta sudah baik, jurnalisme warga secara visual cukup inklusif. Sehingga diharapkan akses terhadap karya semakin inklusif. “Inklusif berupa audio, visual dan naraisyarat untuk kawan disabalitas atas hak memperoleh informasi, berekspresi, dan akses internet,” ujarnya.
Merebut Ruang Digital
Malam apresiasi AJW ini juga diisi beragam acara. BaleBengong bekerja sama dengan SAFEnet dan KontraS akan menggelar diskusi bertema “Merebut Ruang Digital untuk Merayakan Kebebasan Berekspresi Warga”. Menghadirkan Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto sebagai pemantik, pekerja teknologi dan Alumni KontraS Puri Kencana Putri, dan musisi dan pembela hak-hak LGBTQ, Kai Mata.
Mereka membagi sudut pandangnya mengenai tantangan dan ancaman kebebasan berekspresi. Serta cara menghadapi serangan digital, dan bagaimana berjejaring untuk mengadvokasi kebijakan. Damar mengatakan atas nama hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi dan berpendapat namun jenis serangan semakin banyak. Setiap orang, katanya, mulai khawatir berada di persimpangan jalan.
“Seharusnya terwujud keberagaman, tapi berbalik. Sehingga kita harus peduli agar tak berbalik arah menjadi otoritarian,” ujar Damar.
Usai diskusi, Sanggar Seni Kelakar merespon tantangan remaja di dunia digital. Sedangkan BaleBengong meluncurkan buku kompilasi tulisan pewarta warga bertajuk Suara Berbeda dari Pulau Dewata. Merangkum topik-topik yang tak banyak dibahas di akar rumput. Mulai dari konflik agraria, akses disabilitas pada ruang publik, kegelisahan pekerja pariwisata, dan gerakan advokasi lingkungan.
Menutup AJW, tiga musisi berekspresi dengan pembelaan masalah sosial. Yakni Kai Mata, band punk rock Arusaji, kependekan alumni rumah sakit jiwa yang melawan stigma kepada orang dengan gangguan jiwa dengan berkarya. Kemudian kelompok hip hop muda, Madness on the Block (MOTB) yang merespon isu sosial politik dan budaya.
AJW didukung Kurawal Foundation, Spendedirekt, SAFEnet, ITB Stikom Bali, Combine RI, ICT Watch, AJI Indonesia, Mongabay Indonesia, KontraS, Diskoria, PPLH, dan UWRF. Program AJW merupakan kegiatan tahunan BaleBengong sejak 2016 untuk memberikan penghargaan terhadap karya pewarta warga dalam bentuk kompetisi ataupun beasiswa liputan.
AJW menjadi ajang penghargaan bagi pewarta warga, media jurnalisme warga, serta beragam inisiatif dalam literasi digital di Indonesia. Melalui ajang tersebut, para pegiat jurnalisme warga dan literasi digital juga punya kesempatan berbagi pengalaman dan pandangan tentang peran warga dalam tata kelola informasi melalui Internet.

Jalan, baca dan makan