CEO Pedis Care Ahmad Hasyim Wibisono menunjukkan sandal yang didesain khusus untuk penderita diabetes. (Terakota/Eko Widianto).
Iklan terakota

Terakota.idSaban hari, hilir mudik perawat dan pemasok bahan obat-obatan dan farmasi yang keluar masuk di sebuah rumah toko di Jalan Mayor Jenderal Panjaitan Nomor 68, Penanggungan, Kecamatan Klojen, Kota Malang. Selain itu, jumlah pasien juga menjalani perawatan di sebuah ruangan perawatan di lantai dasar ruko. Di sini para perawat berkutat melayani beragam jenis luka infeksi diabetes maupun bekas operasi dan kanker.

Bangunan ruko dua lantai ini merupakan pusat layanan luka kronis, Pedis Care. CEO Yayasan Pedis Care Ahmad Hasyim Wibisono merintis perawatan luka kronis sejak akhir 2014. Awal 2015, keluar izin operasional. Pedis Care mempekerjakan sekitar 55 perawat.

“Mobilitas berkurang bahkan tak bisa bekerja mencari nafkah keluarga,” ujar alumnus Pasca Sarjana Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia ini.

Hasyim membuka layanan perawatan luka kronis karena risau banyak pasien diabetes yang terpaksa diamputasi bagian tubuhnya karena luka kronis yang tak tertangani. Padahal sebagian besar berusia produktif, yang menjadi tulang punggung keluarga. Terjadi pembusukan yang tak terkontrol dan berakhir dengan amputasi.

“Pasien diabetes jika terluka biasanya membusuk dan menyebar. Jika ditangani di rumah sakit berakhir dengan amputasi,” katanya kepada Terakota.id. Catatan lembaga kesehatan dunia WHO, Indonesia menempati ranking ke enam dunia dengan jumlah penyakit diabetes terbanyak di dunia.

Ia berusaha mencari solusi untuk mengatasi luka diabetes, dan mengikuti pelatihan penanganan luka diabetes kelas internasional di Bogor. Selama dua pekan, ia mengikuti pelatihan berlisensi medis dari Kanada. Lantas, ia membentuk tim untuk melayani pasien diabetes dengan melibatkan tujuh perawat.

Pedis Care memiliki teknik khusus yang berbeda penanganan dengan luka biasa. Pertama, katanya, mengontrol infeksi dan membersihkan kulit dan bagian tubuh yang rusak, biasanya bernanah dan membusuk. Sampai ditemukan jaringan yang merah, untuk distimulus dan dijaga kelembaban  luka. Bahkan pernah menangani pasien dengan luka dipenuhi belatung.

“Kelembaban dijaga agar ada regenerasi kulit dan jaringan. Diberi nutrisi, kolagen untuk merangsang jaringan,” katanya. Kemudian dirangsang agar terjadi pertumbuhan kulit baru. Dibutuhkan teknik, waktu dan kecermatan dalam menangani luka kronis akibat diabetes.

“Alhamdulllah banyak pasien terhindar dari amputasi,’ ujar dosen Keperawatan Universitas Brawijaya ini. Semua penanganan, katanya, menggunakan prosedur dan penanganan medis. Ia menyebut dengan perawatan khusus untuk perawatan luka modern. Rata-rata obat dan bahan farmasi tak dijual bebas di apotek.

Tingkat Kesembuhan 85 Persen

Pasien menjalani perawatan sekitar 14 pekan atau 24 kali perawatan hingga sembuh. Sepekan dua kali perawatan. Analisis Pedis Care, angka kesembuhannya mencapai 85 persen. Dalam setahun sebanyak 395 pasien yang ditangani. Pasien berasal dari Malang Raya, Pasuruan dan Situbondo.

Biaya perawatan luka biasa antara Rp 250 ribu sampai Rp 350 ribu sekali penanganan. Sehingga sampai sembuh, diperkirakan mengahabiskan biaya antara Rp 5,5 juta sampai Rp 6 juta. Bandingkan jika harus rawat inap dan operasi amputasi yang mengabiskan lebih dari Rp 10 juta.

Penanganan juga menggunakan aplikasi ND Kare yang dikembangkan dari rekanan Pedis Care di Malaysia. Kamera telepon seluler disorot ke luka yang ditangani. Lantas sistem menganalisis dan keluar data kedalaman, panjang, dan lebar luka. Serta bagaimana kondisi luka yang membusuk. Teknologi ini akurasinya sampai  80 persen. “Sehingga bisa dilihat perkembangan perawatan. Mudah dievaluasi,” ujarnya.

Perawat Pedis Care tengah merawat pasien yang mengalami luka kronis. (Foto : dokumen Pedis Care).

Hasyim juga mendapat beasiswa dari Pemerintah Australia untuk belajar pasca sarjana khusus perawatan diabetes. Di sana, ia mengadopsi metode konseling dan edukasi diabetes. Di Australia, katanya, edukasi kepada pasien menghasilkan perubahan perilaku. “Pendampingan terus dilakukan. Pasien dijaga,” katanya.

Petugas medis memantau pasien setiap pekan. Metode edukasi diabetes dan konsep layanan konseling pendampingan ini diterapkannya di Pedis Care. Dari total 60 menit pelayanan, sekitar 20 menit untuk konsultasi dan pendampingan. Selain perawatan, mereka juga diberi motivasi dan gambaran pasien yang sembuh. Sehingga intens berkomunikasi. Sedangkan jika di Rumah Sakit seorang perawat menangani 5 sampai 6 pasien.

Sedangkan bagi pasien yang tak mampu akan mendapat keringanan biaya. Ada subsidi silang. Disediakan donasi untuk membantu pasien miskin, serta bantuan dari Yayasan Nurul Hayat. Pedis Care juga rutin menggalang dana melalui seminar amal. Setiap seminar perawatan luka yang diikuti 700 perawat.

“Selama pandemi dilangsungkan 3 kali  seminar. Saldo sumbangan sampai Rp 9,3 juta,” ujar Hasyim.  Dana yang terkumpul disalurkan ke pasien yang membutuhkan. Pedis Care juga melayani home visit, khusus bagi pasien yang kondisi tak memungkinkan dilayani perawatan di Pedis Care. Sebanyak tujuh perawat yang bertugas melakukan home visit ke rumah pasien.

Sejak 2018 menyediakan layanan Caregiver di rumah pasien. Pasien dijaga oleh satu sampai dua perawat setiap hari. Saat ini, ada 50 pasien yang menggunakan layanan ini. Selama pandemi meningkat 25 persen. Bahkan, Pedis Care sampai kewalahan menyediakan perawat untuk melayani pasien.

Kini, tengah dirintis komunikasi melalui grup aplikasi perpesanan yang beranggotakan pasien dan keluarga. Pedis Care memberikan edukasi, agar dilakukan perawatan mencegah luka kembali terbentuk. Sebab luka cenderung berulang, akan menyebabkan kesempatan sembuh berkurang. Tahun depan diluncurkan aplikasi Pedis Care di android untuk memudah komunikasi dan info mencegah luka. Serta beragam konten edukatif lainnya.

Sejak 2017, Pedis Care menjual produk sandal diabetes. Sandal yang didesain khusus untuk pasien diabetes. Sandal yang nyaman dengan spons lunak untuk memelihara kaki pasien diabetes. Sandal didesain menyesuaikan telapak kaki. Bentuk Flesibel bisa menyesuaikan lebar kaki dan melindungi kaki.

“Biasanya kaki pasien diabetes mati rasa, tak terasa saat kaki menempel mesin motor. Tiba-tiba melepuh dan luka,” katanya.  Sejak diproduksi tiga tahun lalu, sandal diabetes ini menjadi best seller di market place. Dijual seharga Rp 120 ribu sampai Rp 160 ribu disesuaikan dengan model dan ukuran.

Keterampilan menangani luka kronis, kata Hasyim, tak diajarkan dalam pendidikan keperawatan jenjang D3 dan S1. Sehingga, Pedis Care menggelar pelatihan penanganan luka kronis, setahun tiga kali pelatihan. Pelatihan dilangsungkan selama empat hari dan magang menangani pasien secara langsung.

Sejak akhir 2015 diselenggarakan sebanyak 9 kali pelatihan, setiap pelatihan diikuti sekitar 50 perawat. Total sekitar 500 perawat yang dilatih berasal dari beragam Rumah Sakit.

Salah satu pasien yang selamat dari amputasi bernama Tutik Hasanah. Awalnya ia  hampir putus asa mendengar kabar kakinya divonis dokter untuk diamputasi. Akibat luka diabetes yang parah. Infeksi di kaki Tutik dikhawatirkan menyebar hingga ke otak. Ia menolak untuk diamputasi.

“Saya menjalani perawatan selama enam bulan. Alhamdulillah sembuh,” ujarnya. Tutik dan ratusan pasien diabetes lain, terbebas dari ancaman amputasi.