Perwakilan lintas iman bergantian memimoin doa untuk mengenang Munir. (Terakota/Zainul Arifin).
Iklan terakota

Terakota.id–Lima orang berdiri di pelataran Kafe Pustaka Universitas Negeri Malang, Kamis 7 September 2017. Mereka merupakan perwakilan dari Katolik. Budha, Islam, Hindu dan Kristen. Bergiliran, satu per satu mereka memimpin doa sesuai keyakinan . Khususk, ratusan orang yang ikut memperingati13 tahun terbunuhnya aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Munir Said Thalib juga turut menengadahkan tangan.

Doa bersama lintas iman ini merupakan rangkaian acara bertema ‘Menyeru Keadilan, Merawat Toleransi.’ Musikalisasi puisi, musik akustik, sampai pementasan seni mahasiswa dari sejumlah daerah ikut meramaikan acara. Termasuk sablon kaos gratis dengan avatar wajah Munir bertulis “Menolak Lupa”.

Perwakilan Oma Munir, Heni Rochma mengatakan peringatan 13 tahun meninggalnya Munir digelar serentak di lima lokasi berbeda di Kota Malang. Peringatan kali ini sekaligus jadi momentum menyerukan pentingnya menjaga keberagaman.

“Tuntutan keadilan untuk Munir itu tetap prioritas. Tapi hari ini ada doa bersama, mengingatkan pentingnya merawat keberagaam di Indonesia,” kata Heni.

Tuntutan agar pemerintah membuka dokumen Tim Pencari Fakta Kematian Munir (TPFKM) ke publik tetap jadi isu prioritas. Tapi, seruan merawat toleransi dan keberagaman juga sejalan dengan apa yang dilakukan oleh Munir semasa hidup. Apalagi di hari – hari ini keberagaman bangsa Indonesia sedang diuji oleh politik sektarian yang membenturkan kebhinekaan Indonesia.

“Ini merawat ingatan tentang Munir dan merawat keberagaman. Banyak hal yang sudah dilakukan oleh Munir untuk keberagaman,” ucap Heni.

Tokoh Budha dari Wihara Padepokan Dhammadipa Arama Kota Batu, Kadek Dani Saputra mengatakan, Munir harus menjadi inspirasi bagi setiap anak muda tentang penghormatan terhadap setiap hak manusia. Peringatan 13 tahun terbunuhnya Munir jadi pengingat penghormatan terhadap hak asasi setiap manusia.

“Munir membela hak manusia yang ditindas. Ini harus jadi penyemangat kita semua, menghargai tiap manusia,” ujar Kadek.

Ia berharap toleransi dan kebhinekaan di Indonesia harus tetap terjaga. Mau memahami dan saling mengerti antar satu dengan lainnya.

“Lewat acara ini kami harapkan kebhinekaan di negara ini bisa selalu dihargai. Bahwa tujuan utama semuanya adalah kebahaagian,” kata Kadek.

Munir Said Thalib, meninggal dunia pada 7 September 2004 atau tepat 13 tahun lalu. Aktivis HAM itu dibunuh dengan racun arsenic di dalam pesawat Garuda yang membawanya menuju Belanda.

Anak keenam dari tujuh bersaudara itu dikenal memiliki kepedulian sosial. Suami dari Suciwati ini mendirikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) pada tahun 1996.

Munir aktif terlibat dalam memajukan hak asasi manusia di Indonesia. Ia juga mendirikan Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia, Imparsial. Banyak kasus pelanggaran HAM yang berhasil ditangani Munir.

Seperti kasus hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa di Jakarta era 1997-1998, pembantaian terhadap masyarakat sipil di Tanjung Priok di tahun 1984 hingga 1998 sampai kasus penembakan mahasiswa di Tragedi Semanggi I dan II (1998-1999).